Ketua Dewan Pers: Kurang Sedikit Lagi, Perpres Publisher Rights Akan Diteken Presiden
loading...
A
A
A
“Satu sisi melihat AI membantu kerja kawan-kawan, tetapi tetap memerlukan catatan penting bahwa penggunaan AI harus transparans, ada declare bahwa konten ini dibuat dengan memakai AI, dan harus diikuti dengan cek fakta supaya pemberitaan yang dikeluarkan tetap memberi data yang valid. Jangan sampai teknologi gegap gempita justru menenggelamkan kerja dan karya jurnalistik kita,” tuturnya.
Menurut Ninik, selama belum ada aturan penggunaan AI, tidak berarti jurnalis tidak bisa mengendalikan. Ada kode etik, pedoman pemberitaan media, perlindungan hak cipta. “Pakai dulu pedoman ini pun cukup,” tegasnya.
Dalam diskusi terbuka bertema "What's Next After Publisher's Right: AI For Media AMSI menghadirkan Ninik Rahayu (Ketua Dewan Pers), Indri D. Saptaningrum (Staf Ahli Wakil Menteri Kominfo), Dian Gemiano (Ketua Umum Indonesian Digital Association), dan Apni Jaya Putra (AI Media Development TVOne.ai yang juga pengurus AMSI).
Diskusi ini dimoderatori oleh Helena Rea, Head of Project BBC Media Action. Diskusi didukung oleh Minderoo Foundation, BNI, PT PLN, PT Telkom Indonesia, dan Astra Honda Motor (AHM).
Indri D. Saptaningrum, Staf Ahli Wamen Kominfo, mengungkapkan, proses penyusunan publisher rights memang sangat alot negosiasinya. Menurut Indri, Kementerian Kominfo memastikan ada percepatan.
“Jangan sungkan-sungkan untuk mengingatkan Mas Wamen. Ini sudah jelang ultah keempat dan belum diteken,” kata Indri.
Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika menyoroti pentingnya kerja sama dan sinergi antara platform dan penerbit sebagai kunci utama keberlanjutan media.
"Sangat mutlak adanya kerjasama dan sinergi antara platform dengan penerbit itu sendiri. Inilah kunci dari sustainability media," ujarnya.
Menurut Wahyu, pada kongres III AMSI di Bandung, Agustus 2023 lalu, seluruh anggota AMSI telah menyepakati perubahan AD/ART yang akan memberi ruang bagi pengurus nasional AMSI bernegosiasi dengan platform secara kolektif atas nama media anggota yang skalanya kecil dan menengah.
Namun, lanjut Wahyu, pada saat bersamaan kita juga mulai mendengar kemunculan teknologi baru generative AI yang ditandai dengan populernya Chat GPT.
Menurut Ninik, selama belum ada aturan penggunaan AI, tidak berarti jurnalis tidak bisa mengendalikan. Ada kode etik, pedoman pemberitaan media, perlindungan hak cipta. “Pakai dulu pedoman ini pun cukup,” tegasnya.
Dalam diskusi terbuka bertema "What's Next After Publisher's Right: AI For Media AMSI menghadirkan Ninik Rahayu (Ketua Dewan Pers), Indri D. Saptaningrum (Staf Ahli Wakil Menteri Kominfo), Dian Gemiano (Ketua Umum Indonesian Digital Association), dan Apni Jaya Putra (AI Media Development TVOne.ai yang juga pengurus AMSI).
Diskusi ini dimoderatori oleh Helena Rea, Head of Project BBC Media Action. Diskusi didukung oleh Minderoo Foundation, BNI, PT PLN, PT Telkom Indonesia, dan Astra Honda Motor (AHM).
Indri D. Saptaningrum, Staf Ahli Wamen Kominfo, mengungkapkan, proses penyusunan publisher rights memang sangat alot negosiasinya. Menurut Indri, Kementerian Kominfo memastikan ada percepatan.
“Jangan sungkan-sungkan untuk mengingatkan Mas Wamen. Ini sudah jelang ultah keempat dan belum diteken,” kata Indri.
Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika menyoroti pentingnya kerja sama dan sinergi antara platform dan penerbit sebagai kunci utama keberlanjutan media.
"Sangat mutlak adanya kerjasama dan sinergi antara platform dengan penerbit itu sendiri. Inilah kunci dari sustainability media," ujarnya.
Menurut Wahyu, pada kongres III AMSI di Bandung, Agustus 2023 lalu, seluruh anggota AMSI telah menyepakati perubahan AD/ART yang akan memberi ruang bagi pengurus nasional AMSI bernegosiasi dengan platform secara kolektif atas nama media anggota yang skalanya kecil dan menengah.
Namun, lanjut Wahyu, pada saat bersamaan kita juga mulai mendengar kemunculan teknologi baru generative AI yang ditandai dengan populernya Chat GPT.