Tolak Represi Kebebasan Berpendapat, Pemuda Perindo: Negara Seharusnya Melindungi

Selasa, 14 November 2023 - 18:51 WIB
loading...
Tolak Represi Kebebasan...
Waketum I DPP Pemuda Perindo Manik Marganamahendra menolak represi terhadap kebebasan berpendapat. Foto/MPI/dimas choirul
A A A
JAKARTA - Pemuda Perindo menyoroti tiga kasus represi terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia yang terjadi beberapa waktu terakhir. Ketiga kasus tersebut yakni intimidasi terhadap Ketua BEM UI Melki Sedek Huang, kriminalisasi aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, serta pelaporan Aiman Witjaksono ke kepolisian.

Waketum I DPP Pemuda Perindo Manik Marganamahendra mengatakan, ketiga kasus tersebut terjadi amat berdekatan sehingga menunjukan adanya upaya membatasi kebebasan berpendapat warga negara, termasuk untuk menyampaikan kritik terhadap negara.

"Kasus ini tentunya tidak sesuai dengan amanat konstitusi dan undang-undang yang menjamin kebebasan berpendapat bagi warga negara," kata Manik, Selasa (14/11/2023).



Menurut Manik, ketiga kasus tersebut dapat dikategorikan sebagai Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). SLAPP merupakan upaya untuk menghentikan warga negara dalam menggunakan hak politik mereka dengan tujuan untuk mengintimidasi hingga memperlemah upaya perlawanan warga negara yang kritis pada persoalan publik dengan memberikan efek berupa kerugian finansial dan efek trauma psikologis.

"Mendekati tahun politik, yaitu Pemilihan Umum 2024, sudah seharusnya demokrasi dijalankan secara penuh, tidak hanya dalam konteks elektoral, melainkan juga demokrasi substantif di mana salah satunya meliputi kebebasan berpendapat. Negara beserta aparaturnya seharusnya menjadi organ yang melindungi warga negara dalam menyampaikan pendapatnya, bukannya membatasi, apalagi merepresi," jelas Manik.



Atas dasar itu, lanjut Manik, Pemuda Perindo menyatakan sikap, yakni pertama, menolak segala bentuk represi, pembungkaman, serta pembatasan terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia, termasuk kebebasan untuk menyampaikan kritik terhadap negara dan seluruh lembaganya.

Kedua, menuntut penegak hukum untuk melindungi jaminan kebebasan berpendapat warga negara Indonesia. Ketiga, pihaknya akan aktif mengawal ketiga kasus represi yang terjadi.

"Keempat, menuntut pemerintah, baik itu ASN, TNI/Polri, hingga penyelenggara pemilu untuk bersikap netral dan tidak berpihak ke kepentingan manapun selain kepada hukum dan undang-undang, dan sepantasnya menindak tegas siapa pun aparatur pemerintah yang tidak bersikap netral dalam mengemban jabatannya dalam institusi pemerintah," tegas Manik.

Sebagaimana diketahui, intimidasi yang dilakukan terhadap Ketua BEM UI terjadi bersamaan dengan kritik yang disampaikan BEM UI kepada putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batasan usia calon presiden dan wakil presiden.

Intimidasi yang terjadi meliputi pemaksaan pembatalan acara diskusi, hingga intimidasi secara langsung terhadap orang tua dan guru dari Ketua BEM UI yang tinggal di Pontianak.

Selanjutnya, Aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dituntut masing-masing 4 dan 3,5 tahun penjara. Tuntutan ini merupakan buntut dari kritik yang disampaikan kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dijerat pasal pencemaran nama baik akibat kritik tersebut. Putusan tersebut dijatuhkan pada Senin, 13 November 2023.

Terbaru, jurnalis Aiman Witjaksono dilaporkan ke kepolisian oleh Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi akibat pernyataannya yang menyebut adanya pengarahan aparat negara untuk pemenangan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Aiman Witjaksono dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Senin, 13 November 2023. Laporan ini tercatat dengan nomor LP/B/6813/XI/2023/SPKT/Polda Metro Jaya.

Sekadar informasi, kebebasan berpendapat adalah hak tidak terpisahkan dari demokrasi sebagai suatu sistem politik. Indonesia sebagai negara demokrasi menjamin kebebasan berpendapat tersebut melalui konstitusi, tepatnya dalam Pasal 28E UUD 1945.

Namun, jaminan melalui konstitusi tersebut hanya akan menjadi hitam di atas putih jika tidak dihayati dalam implementasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam 3 tahun terakhir, indeks demokrasi Indonesia dalam riset Economist Intelligence Unit (EIU), selalu mendapatkan skor buruk yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan flawed democracy atau demokrasi cacat. Dalam indikator penilaian kebebasan sipil (civil liberties), Indonesia selalu mendapatkan skor rendah dalam periode 2020-2022 dengan angka 7.06, 6.18, 6.18.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1492 seconds (0.1#10.140)