Hari Pahlawan, Fadli Zon Ingatkan soal Tantangan Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan bagi masyarakat Indonesia. Momentum Hari Pahlawan tidak cukup sekadar diperingati, tapi perlu dihayati secara mendalam dengan seluruh semangat yang melatarbelakanginya.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Fadli Zon mengatakan, dari pertempuran 10 November 1945 yang menjadi latar peringatan Hari Pahlawan, diketahui bahwa ketika kedaulatan Tanah Air tidak dihormati dan diinjak-injak, maka menjadi tanggung jawab seluruh pihak untuk turun membela.
"Dalam ungkapan Jawa dikenal istilah sadumuk bathuk sanyari bumi. Biarpun hanya sejengkal, jika tanah kita dirampas, maka harus dipertahankan dengan nyawa. Prinsip itulah yang mengilhami para pahlawan kita dulu untuk bertempur habis-habisan," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulis, JUmat (10/11/2023).
Dalam sebulan belakangan ini, masyarakat Indonesia bisa menyaksikan eskalasi militansi para pejuang Palestina dalam membela dan mempertahankan negerinya. Menurut Fadli Zon, perjuangan yang kurang lebih sama juga dilakukan arek-arek Suroboyo dan para pejuang Indonesia di masa lalu. Apa yang terjadi di Gaza hari ini, perjuangan, pengorbanan, serta totalitas perjuangan rakyat Palestina, adalah versi terkini dari semangat serupa yang digelorakan pada 10 November 1945 di Surabaya.
"Itu sebabnya sejak dulu kita selalu mendukung dan membela bangsa Palestina. Apa yang dialami bangsa Palestina kini, pernah kita alami dulu. Kita tak akan mengkhianati janji hak kemerdekaan untuk mereka sampai kapan pun," kata Anggota Komisi I DPR ini.
Di era sekarang, kata Fadli Zon, perlu disadari bahwa perampasan kedaulatan bukan lagi bersifat fisik seperti dulu, tapi kian berdimensi luas. Jika dulu perampasan kedaulatan hanya dilakukan dengan senjata, maka saat ini perampasan bisa dilakukan melalui berbagai kebijakan ekonomi politik, seperti jerat utang, monopoli modal asing dalam investasi, dan sejenisnya. Karena itu radar kewaspadaan masyarakat harus terus menyala dan awas. Apalagi, saat ini sedang menghadapi pergeseran orde di level global.
"Apa yang dimiliki hari ini bisa saja runtuh kapan saja, jika kita lengah menjaga dan mempertahankannya. Dari sejarah bisa dipelajari, sebuah bangsa dan peradaban bukan hanya bisa tumbuh, tapi juga bisa runtuh, termasuk peradaban Indonesia hari ini," ujarnya.
Celakanya, lanjut Fadli Zon, Indonesia adalah salah satu peradaban yang pernah diramalkan akan runtuh. Pada 2005, Jared Diamond pernah menyebut Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berada di tubir kehancuran, atau salah satu peradaban yang diperkirakan akan segera runtuh. Diamond adalah guru besar Geografi di University of California at Los Angeles (UCLA). Ia menulis buku tebal, Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed (2005), yang berisi riwayat kehancuran peradaban-peradaban besar dunia.
"Apakah kita akan selamat dari ramalan keruntuhan peradaban sebagaimana yang disampaikan Diamond?" tanya Fadli Zon.
Dalam tiga dekade terakhir, telah terjadi pasang surut politik global yang sangat mencolok. Sekitar 32 tahun Uni Soviet runtuh, tapi hari ini Rusia ternyata cukup tangguh menghadapi Amerika Serikat dan seluruh sekutunya di Eropa. Meski digempur oleh berbagai sanksi ekonomi yang sangat berat, Rusia sanggup bertahan, bahkan masih bisa mempertahankan dan meluaskan pengaruh politiknya.
Fadli Zon menjelaskan, dua dekade lalu sangat sulit membayangkan negara-negara Barat akan menghadapi senjakala kejayaannya sebagai pemenang Perang Dunia. Namun hari ini perkembangan dunia berubah. Politik global kini tak lagi bersifat unipolar, atau bipolar, melainkan bergeser menjadi multipolar. Artinya, telah terjadi dekonsentrasi kekuasaan di tingkat global. Penguasa lama kini telah melemah kekuatannya, sementara penguasa-penguasa baru terus bermunculan dan semakin kuat.
"Saya melihat, berbagai perubahan yang tengah terjadi sedang mengarah pada perubahan yang jauh lebih besar. Dunia sedang menuju perubahan orde atau tatanan baru," katanya.
Apa yang sedang berlangsung di Palestina, misalnya, tidak akan lagi sama dengan perang atau ketegangan yang pernah muncul sebelumnya. Perang kali ini bisa menarik dunia ke dalam konflik sangat luas, apalagi sebelumnya dunia sudah dibuat tegang oleh perang di Ukraina.
Di sisi lain, juga ada konflik besar yang siap meletus di Indo-Pasifik. Jika terus-menerus dibiarkan mengalami eskalasi, konflik terbuka antara China dan Amerika Serikat bisa jadi tinggal menghitung hari. Semua gesekan tersebut akan membuat dunia kita tak lagi sama, mungkin tidak sampai hitungan dekade ke depan.
"Dengan semangat Hari Pahlawan, semoga kita bisa sama-sama berjuang mempertahankan bangsa dan peradaban kita," katanya.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Fadli Zon mengatakan, dari pertempuran 10 November 1945 yang menjadi latar peringatan Hari Pahlawan, diketahui bahwa ketika kedaulatan Tanah Air tidak dihormati dan diinjak-injak, maka menjadi tanggung jawab seluruh pihak untuk turun membela.
"Dalam ungkapan Jawa dikenal istilah sadumuk bathuk sanyari bumi. Biarpun hanya sejengkal, jika tanah kita dirampas, maka harus dipertahankan dengan nyawa. Prinsip itulah yang mengilhami para pahlawan kita dulu untuk bertempur habis-habisan," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulis, JUmat (10/11/2023).
Dalam sebulan belakangan ini, masyarakat Indonesia bisa menyaksikan eskalasi militansi para pejuang Palestina dalam membela dan mempertahankan negerinya. Menurut Fadli Zon, perjuangan yang kurang lebih sama juga dilakukan arek-arek Suroboyo dan para pejuang Indonesia di masa lalu. Apa yang terjadi di Gaza hari ini, perjuangan, pengorbanan, serta totalitas perjuangan rakyat Palestina, adalah versi terkini dari semangat serupa yang digelorakan pada 10 November 1945 di Surabaya.
"Itu sebabnya sejak dulu kita selalu mendukung dan membela bangsa Palestina. Apa yang dialami bangsa Palestina kini, pernah kita alami dulu. Kita tak akan mengkhianati janji hak kemerdekaan untuk mereka sampai kapan pun," kata Anggota Komisi I DPR ini.
Di era sekarang, kata Fadli Zon, perlu disadari bahwa perampasan kedaulatan bukan lagi bersifat fisik seperti dulu, tapi kian berdimensi luas. Jika dulu perampasan kedaulatan hanya dilakukan dengan senjata, maka saat ini perampasan bisa dilakukan melalui berbagai kebijakan ekonomi politik, seperti jerat utang, monopoli modal asing dalam investasi, dan sejenisnya. Karena itu radar kewaspadaan masyarakat harus terus menyala dan awas. Apalagi, saat ini sedang menghadapi pergeseran orde di level global.
"Apa yang dimiliki hari ini bisa saja runtuh kapan saja, jika kita lengah menjaga dan mempertahankannya. Dari sejarah bisa dipelajari, sebuah bangsa dan peradaban bukan hanya bisa tumbuh, tapi juga bisa runtuh, termasuk peradaban Indonesia hari ini," ujarnya.
Celakanya, lanjut Fadli Zon, Indonesia adalah salah satu peradaban yang pernah diramalkan akan runtuh. Pada 2005, Jared Diamond pernah menyebut Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berada di tubir kehancuran, atau salah satu peradaban yang diperkirakan akan segera runtuh. Diamond adalah guru besar Geografi di University of California at Los Angeles (UCLA). Ia menulis buku tebal, Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed (2005), yang berisi riwayat kehancuran peradaban-peradaban besar dunia.
"Apakah kita akan selamat dari ramalan keruntuhan peradaban sebagaimana yang disampaikan Diamond?" tanya Fadli Zon.
Dalam tiga dekade terakhir, telah terjadi pasang surut politik global yang sangat mencolok. Sekitar 32 tahun Uni Soviet runtuh, tapi hari ini Rusia ternyata cukup tangguh menghadapi Amerika Serikat dan seluruh sekutunya di Eropa. Meski digempur oleh berbagai sanksi ekonomi yang sangat berat, Rusia sanggup bertahan, bahkan masih bisa mempertahankan dan meluaskan pengaruh politiknya.
Fadli Zon menjelaskan, dua dekade lalu sangat sulit membayangkan negara-negara Barat akan menghadapi senjakala kejayaannya sebagai pemenang Perang Dunia. Namun hari ini perkembangan dunia berubah. Politik global kini tak lagi bersifat unipolar, atau bipolar, melainkan bergeser menjadi multipolar. Artinya, telah terjadi dekonsentrasi kekuasaan di tingkat global. Penguasa lama kini telah melemah kekuatannya, sementara penguasa-penguasa baru terus bermunculan dan semakin kuat.
"Saya melihat, berbagai perubahan yang tengah terjadi sedang mengarah pada perubahan yang jauh lebih besar. Dunia sedang menuju perubahan orde atau tatanan baru," katanya.
Apa yang sedang berlangsung di Palestina, misalnya, tidak akan lagi sama dengan perang atau ketegangan yang pernah muncul sebelumnya. Perang kali ini bisa menarik dunia ke dalam konflik sangat luas, apalagi sebelumnya dunia sudah dibuat tegang oleh perang di Ukraina.
Di sisi lain, juga ada konflik besar yang siap meletus di Indo-Pasifik. Jika terus-menerus dibiarkan mengalami eskalasi, konflik terbuka antara China dan Amerika Serikat bisa jadi tinggal menghitung hari. Semua gesekan tersebut akan membuat dunia kita tak lagi sama, mungkin tidak sampai hitungan dekade ke depan.
"Dengan semangat Hari Pahlawan, semoga kita bisa sama-sama berjuang mempertahankan bangsa dan peradaban kita," katanya.
(abd)