Kemenristek Sebut Sedang Uji Coba 903 Proposal Penelitian Obat COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN, Ali Ghufron Mukti menyebutkan pihaknya sedang melakukan ujicoba sebanyak 903 proposal penelitian untuk menemukan obat COVID-19.
Ali mengatakan bahwa Kemenristek akan terus memfasilitasi penelitian untuk menemukan obat COVID-19. “Jadi Kementerian Riset dan BRIN ya, ini memberikan kesempatan bahkan kita memberikan fasilitasi. Termasuk untuk dananya tentang COVID-19 ini udah dua kali ya. Paling tidak terakhir itu ada 903 proposal ya,” ujarnya dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (6/8/2020). (Baca juga: Doni Monardo: COVID-19 Ibarat Malaikat Pencabut Nyawa bagi Kelompok Rentan)
Bahkan, saat ini proposal yang masuk telah masuk dalam proses uji coba di beberapa universitas diantaranya di Universitas Gajah Mada dan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS). “Kalau orang bilang lah, ‘Pak, kami punya ini bagus ini’ ya kemudian silahkan, kami fasilitasi untuk diuji, bikin proposal tapi. Ini seperti apa harus jelas gitu. Nah itu sekarang bisa diujicobakan di UGM, di UNS demikian juga di Manado ya, sedang diujicobakan dan kita fasilitasi ya,” jelasnya.
Ali juga mengatakan tidak menutup kemungkinan akan terus mengembangkan tumbuhan yang akan menjadi obat herbal dalam rangka menemukan obat COVID-19. “Kalau herbal yang kita itu memiliki tumbuhan lebih kurang lebih dari 17 ribu tumbuhan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai herbal.”
Namun, kata Ali dalam proses tumbuhan menjadi obat herbal diklasifikasikan menjadi tiga. “Nah tetapi paling tidak itu diklasifikasikan menjadi 3. Satu sebagai jamu, nah itu tidak perlu uji klinis gitu. Yang dua sebagai obat herbal terstandar. Yang ketiga sebagai fitofarmaka,” katanya. (Baca juga: Bertambah 12 Kasus, Total 1.276 WNI di Luar Negeri Terkonfirmasi COVID-19)
Setelah itu, dalam proses peredarannya harus ada izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Nah kalau dia jamu tentu nanti ada proses untuk izin edarnya, daftar di BPOM. Nanti kalau dia mengaku bahwa dia katakan ini sebagai obat herbal terstandar maka harus ada uji paling tidak in vitro dan uji lab, bener tidak kayak gitu,” papar Ali.
Ali mengatakan bahwa Kemenristek akan terus memfasilitasi penelitian untuk menemukan obat COVID-19. “Jadi Kementerian Riset dan BRIN ya, ini memberikan kesempatan bahkan kita memberikan fasilitasi. Termasuk untuk dananya tentang COVID-19 ini udah dua kali ya. Paling tidak terakhir itu ada 903 proposal ya,” ujarnya dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (6/8/2020). (Baca juga: Doni Monardo: COVID-19 Ibarat Malaikat Pencabut Nyawa bagi Kelompok Rentan)
Bahkan, saat ini proposal yang masuk telah masuk dalam proses uji coba di beberapa universitas diantaranya di Universitas Gajah Mada dan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS). “Kalau orang bilang lah, ‘Pak, kami punya ini bagus ini’ ya kemudian silahkan, kami fasilitasi untuk diuji, bikin proposal tapi. Ini seperti apa harus jelas gitu. Nah itu sekarang bisa diujicobakan di UGM, di UNS demikian juga di Manado ya, sedang diujicobakan dan kita fasilitasi ya,” jelasnya.
Ali juga mengatakan tidak menutup kemungkinan akan terus mengembangkan tumbuhan yang akan menjadi obat herbal dalam rangka menemukan obat COVID-19. “Kalau herbal yang kita itu memiliki tumbuhan lebih kurang lebih dari 17 ribu tumbuhan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai herbal.”
Namun, kata Ali dalam proses tumbuhan menjadi obat herbal diklasifikasikan menjadi tiga. “Nah tetapi paling tidak itu diklasifikasikan menjadi 3. Satu sebagai jamu, nah itu tidak perlu uji klinis gitu. Yang dua sebagai obat herbal terstandar. Yang ketiga sebagai fitofarmaka,” katanya. (Baca juga: Bertambah 12 Kasus, Total 1.276 WNI di Luar Negeri Terkonfirmasi COVID-19)
Setelah itu, dalam proses peredarannya harus ada izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Nah kalau dia jamu tentu nanti ada proses untuk izin edarnya, daftar di BPOM. Nanti kalau dia mengaku bahwa dia katakan ini sebagai obat herbal terstandar maka harus ada uji paling tidak in vitro dan uji lab, bener tidak kayak gitu,” papar Ali.
(kri)