Tak Cukup Hanya Putusan MKMK, Ini Saran Pakar Benahi Krisis Demokrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ( MKMK ) resmi memberhentikan Anwar Usman sebagai ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. Pemberhentian ini membuktikan telah terjadi intervensi terhadap proses kandidasi di Pilpres 2024 .
“Meski Anwar diberhentikan, namun krisis konstitusi belum bisa dipulihkan sepenuhnya,” kata pengamat Politik dari UPN Veteran Jakarta Danis TS Wahidin kepada wartawan, Rabu (8/11/2023).
Menurut Danis, untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap jalannya pemilu yang fair dan bermartabat dibutuhkan sejumlah langkah korektif. Pertama, Anwar Usman harus mundur sebagai hakim MK.
“Secara struktur MK beliau masih hakim. Dan upaya-upaya yang mendorong Anwar Usman untuk mundur sangat beralasan. Karena beliau melakukan konflik kepentingan dan mencoreng nama MK,” lanjutnya.
Selain itu, untuk memperbaiki kepercayaan publik kepada lembaga negara, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Mulai dari para elite koalisi pendukung capres-cawapres, DPR, MK, dan masyarakat sendiri.
Dani berharap MK mereviu pasal tentang syarat umur capres-cawapres yang memuat di dalamnya umur dan kelayakan kepala daerah. Namun hasil reviu ini berjalan pada Pemilu 2029.
Bagi Koalisi Indonesia Maju, Danis menyarankan Prabowo Subianto mengganti wakilnya. Karena pascaputusan MK itu, tidak hanya menggerus demokrasi, tetapi juga pasti elektabilitas Prabowo. ”Dan yang tidak kalah penting, butuh peran DPR untuk menghentikan intervensi dan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam proses Pemilu 2024 ,” jelasnya.
Di tengah cacat demokrasi saat ini, Danis meminta semua pihak bersikap sebagai negarawan. “Bukan demi kepentingan sesaat, tetapi demi kepentingan bangsa dan negara,” tegasnya.
Direktur Eksekutif Indodata ini menjelaskan, demokrasi mengajarkan tentang proses, nilai hukum, kepercayaan, dan regenerasi. “Kepercayaan publik pada lembaga-lembaga negara sudah hancur. Dan pemilu ini momentumnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar,” tandasnya. Kemudian untuk masyarakat diharapkan tidak memilih kandidat yang menyalahi etika dan nilai-nilai kepatutan demokrasi.
Menurut Danis, Anwar Usman bisa dijerat pasal pidana. Adik ipar Presiden Jokowi ini bisa dijerat UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 17 ayat 6. Lalu UU No 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN pasal 21 dan 22.
“Jika Pak Anwar Usman mundur maka upaya pidana bisa dihentikan. Namun jika masih menjadi hakim, pihak-pihak yang masih tidak puas dapat mempidanakannya ke Mahkamah Agung. Tetapi ini masih butuh proses yang sangat panjang,“ sebutnya.
Hal senada diungkapkan analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto. "Saya kira kalau dalam situasi sekarang kita mengandaikan kebesaran hati Anwar Usman. Kalau Anwar Usman mau berbesar hati, akan baik kalau dia mundur," terangnya.
Selain itu, mundurnya Anwar Usman juga akan memperbaiki citra MK dan mengembalikan kepercayaan publik. "Kedua, itu akan menjaga muruah lembaga peradilan dan MK yang sejauh ini babak belur," ujarnya.
“Meski Anwar diberhentikan, namun krisis konstitusi belum bisa dipulihkan sepenuhnya,” kata pengamat Politik dari UPN Veteran Jakarta Danis TS Wahidin kepada wartawan, Rabu (8/11/2023).
Menurut Danis, untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap jalannya pemilu yang fair dan bermartabat dibutuhkan sejumlah langkah korektif. Pertama, Anwar Usman harus mundur sebagai hakim MK.
“Secara struktur MK beliau masih hakim. Dan upaya-upaya yang mendorong Anwar Usman untuk mundur sangat beralasan. Karena beliau melakukan konflik kepentingan dan mencoreng nama MK,” lanjutnya.
Selain itu, untuk memperbaiki kepercayaan publik kepada lembaga negara, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Mulai dari para elite koalisi pendukung capres-cawapres, DPR, MK, dan masyarakat sendiri.
Dani berharap MK mereviu pasal tentang syarat umur capres-cawapres yang memuat di dalamnya umur dan kelayakan kepala daerah. Namun hasil reviu ini berjalan pada Pemilu 2029.
Bagi Koalisi Indonesia Maju, Danis menyarankan Prabowo Subianto mengganti wakilnya. Karena pascaputusan MK itu, tidak hanya menggerus demokrasi, tetapi juga pasti elektabilitas Prabowo. ”Dan yang tidak kalah penting, butuh peran DPR untuk menghentikan intervensi dan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam proses Pemilu 2024 ,” jelasnya.
Di tengah cacat demokrasi saat ini, Danis meminta semua pihak bersikap sebagai negarawan. “Bukan demi kepentingan sesaat, tetapi demi kepentingan bangsa dan negara,” tegasnya.
Direktur Eksekutif Indodata ini menjelaskan, demokrasi mengajarkan tentang proses, nilai hukum, kepercayaan, dan regenerasi. “Kepercayaan publik pada lembaga-lembaga negara sudah hancur. Dan pemilu ini momentumnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar,” tandasnya. Kemudian untuk masyarakat diharapkan tidak memilih kandidat yang menyalahi etika dan nilai-nilai kepatutan demokrasi.
Menurut Danis, Anwar Usman bisa dijerat pasal pidana. Adik ipar Presiden Jokowi ini bisa dijerat UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 17 ayat 6. Lalu UU No 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN pasal 21 dan 22.
“Jika Pak Anwar Usman mundur maka upaya pidana bisa dihentikan. Namun jika masih menjadi hakim, pihak-pihak yang masih tidak puas dapat mempidanakannya ke Mahkamah Agung. Tetapi ini masih butuh proses yang sangat panjang,“ sebutnya.
Hal senada diungkapkan analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto. "Saya kira kalau dalam situasi sekarang kita mengandaikan kebesaran hati Anwar Usman. Kalau Anwar Usman mau berbesar hati, akan baik kalau dia mundur," terangnya.
Selain itu, mundurnya Anwar Usman juga akan memperbaiki citra MK dan mengembalikan kepercayaan publik. "Kedua, itu akan menjaga muruah lembaga peradilan dan MK yang sejauh ini babak belur," ujarnya.
(poe)