Achsanul Qosasi Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Pakar Hukum Amini Pernyataan Ahok

Rabu, 08 November 2023 - 01:02 WIB
loading...
Achsanul Qosasi Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Pakar Hukum Amini Pernyataan Ahok
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020-2022. Foto/MPI/Riana Rizkia
A A A
JAKARTA - Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020-2022. Ditetapkannya Achsanul Qosasi sebagai tersangka kasus itu menambah daftar auditor yang menjadi pesakitan.

Hal tersebut seolah mengonfirmasi pernyataan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beberapa tahun silam. Ahok kala itu menyampaikan bahwa BPK kerap mencari masalah agar bisa mendapatkan keuntungan pribadi dari para pejabat.

Sebab, memiliki kewenangan besar, seperti rekomendasi yang diberikan menjadi ketetapan tanpa bisa diutak-atik. Pernyataan Ahok itu pun dibenarkan oleh pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigid Riyanto. "Betul," katanya singkat saat dihubungi, Selasa (7/11/2023).





Diketahui, Achsanul Qosasi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena diduga menerima uang sekitar Rp40 miliar terkait jabatannya, utamanya pengamanan audit proyek Palapa Ring melalui orang kepercayaannya Sadikin Rusli. Duit itu diterima dari para terdakwa sesuai arahan bekas Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.

Sigid menuturkan, audit BPK riskan diperdagangkan menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016. Isinya, kebenaran tentang kerugian negara menjadi delik materil.

"Artinya, hasil audit menjadi bagian yang dapat membuktikan ada tidaknya tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan karena dengan hasil audit bisa menjadi ada tidaknya perbuatan korupsi," imbuhnya.

Faktor berikutnya, minimnya pengawasan membuat potensi penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) semakin besar terjadi. Apalagi, kekuasaan memberikan peluang besar pada ekses ekonomi yang tinggi.

"Memang selama ini susah untuk menjadikan manusia betul-betul klir kalau satu, memang tidak didukung moralitas yang tinggi; yang kedua, ketika masih ada kepentingan di balik itu; yang berikutnya, intinya, ketika pengawasan intern menjadi lemah, orang bebas seolah-olah tanpa pengawasan dari pihak luar," ungkapnya.

Sigid mengatakan, pengawasan BPK oleh DPR belum maksimal karena masih banyak auditor negara yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Eks Dekan Fakultas Hukum (FH) UGM itu menyarankan adanya pengawasan dari eksternal dan memperketat proses seleksi.

"Oleh karena itu, menjadi bagian yang penting [sekarang adalah] pertama, proses seleksi menjadi lebih ketat. (Kedua) mestinya ada pengawasan dari jajaran berkaitan dengan pelaksanaan tugas oleh pejabat publik," katanya.

"Ambil contoh seperti saat ini, adanya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Ini, kan, terlepas apa pun hasilnya, yang jelas putusan MK dikoreksi oleh lembaga independen yang orangnya betul-betul independen," pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4040 seconds (0.1#10.140)