Digugat ke MK, Putusan Batas Usia Capres-Cawapres Dianggap Tidak Sah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gugatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terus berdatangan. Terbaru, gugatan diajukan ke MK oleh Tim Advokasi Penjaga Demokrasi dan Konstitusi (TAPDK).
Untuk diketahui, MK mengabulkan perkara yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru yang meminta perubahan batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) di bawah 40 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah. Putusan tersebut anggap cacat karena Ketua MK Anwar Usman diduga terlibat konflik kepentingan dengan pihak yang berkaitan dengan perkara tersebut yakni Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Anwar Usman merupakan paman Gibran. Putusan tersebut ditengarai memuluskan Gibran menjadi cawapres Prabowo Subianto. Pasangan Prabowo-Gibran pun telah mendaftar ke KPU.
"Itu jelas ada kepentingan, seharusnya putusan ini tanpa ada kehadiran Anwar Usman. Kami minta MK memeriksa dan memutus kembali Putusan ini tanpa Ketua MK," kata kuasa hukum TAPDK, Jenses Sihaloho dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).
TAPDK meminta agar KPU mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres tersebut. Sebab, pendaftaran keduanya dianggap tidak sah. "Kami minta agar MK tidak memberlakukan putusan itu. Kami juga minta MK memanggil KPU agar mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres yang diduga mendapat manfaat dari putusan ini," katanya.
Anggota TAPDK, Risma Situmorang juga akan melaporkan hal tersebut kepada Ombudsman dan Kompolnas. Sebab, Anwar Usman sudah menginjak-injak Konstitusi.
"Kita semua akan ke Ombudsman, pelanggaran ini jangan dibiarkan, ini ada kepentingan, conflict of interest. Ketua MK sudah injak-injak aturan hukum, kita juga akan mengadukan ke Kompolnas yang bawahi hukum dan politik," katanya.
Hal senada disampaikan oleh pemohon, Lamria Siagian Ridwan Darmawan. Dia mengakui Putusan MK memang harus dihormati, sehingga bisa dibatalkan oleh MK itu sendiri.
"MK punya kewenangan untuk menunda Putusan itu. Pasang capres-cawapres yang mendapat keuntungan dari Putusan itu juga tidak sah. Maka kami minta agar KPU mendiskualifikasikannya," katanya.
Akibat konflik kepentingan tersebut, Anwar Usman dan 8 hakim MK lainnya dilaporkan oleh sejumlah orang atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait putusan perkara tersebut. MKMK telah memeriksa 20 pelapor, 1 ahli, 1 saksi, dan 9 hakim MK.
Hasilnya, MKMK menemukan banyak masalah dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru tersebut. Dijadwalkan, MKMK akan membacakan putusannya pada Selasa (7/11/2023).
Berikut permohonan provisi TAPDK:
1. Agar Para Hakim Mahkamah Konstitusi tidak melibatkan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., dalam melakukan pemeriksaan dan mengadili perkara a quo, karena terdapat konflik kepentingan.
2. Menunda pemberlakuan ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sebagaimana dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.
3. Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum untuk tidak memberlakukan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sebagaimana dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, pada konstestasi Pemilihan Capres Dan Cawapres 2024.
4. Komisi Pemilihan Umum untuk mendiskualifikasi Pasangan Capres dan Cawapres yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Untuk diketahui, MK mengabulkan perkara yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru yang meminta perubahan batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) di bawah 40 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah. Putusan tersebut anggap cacat karena Ketua MK Anwar Usman diduga terlibat konflik kepentingan dengan pihak yang berkaitan dengan perkara tersebut yakni Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Anwar Usman merupakan paman Gibran. Putusan tersebut ditengarai memuluskan Gibran menjadi cawapres Prabowo Subianto. Pasangan Prabowo-Gibran pun telah mendaftar ke KPU.
"Itu jelas ada kepentingan, seharusnya putusan ini tanpa ada kehadiran Anwar Usman. Kami minta MK memeriksa dan memutus kembali Putusan ini tanpa Ketua MK," kata kuasa hukum TAPDK, Jenses Sihaloho dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).
TAPDK meminta agar KPU mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres tersebut. Sebab, pendaftaran keduanya dianggap tidak sah. "Kami minta agar MK tidak memberlakukan putusan itu. Kami juga minta MK memanggil KPU agar mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres yang diduga mendapat manfaat dari putusan ini," katanya.
Anggota TAPDK, Risma Situmorang juga akan melaporkan hal tersebut kepada Ombudsman dan Kompolnas. Sebab, Anwar Usman sudah menginjak-injak Konstitusi.
"Kita semua akan ke Ombudsman, pelanggaran ini jangan dibiarkan, ini ada kepentingan, conflict of interest. Ketua MK sudah injak-injak aturan hukum, kita juga akan mengadukan ke Kompolnas yang bawahi hukum dan politik," katanya.
Hal senada disampaikan oleh pemohon, Lamria Siagian Ridwan Darmawan. Dia mengakui Putusan MK memang harus dihormati, sehingga bisa dibatalkan oleh MK itu sendiri.
"MK punya kewenangan untuk menunda Putusan itu. Pasang capres-cawapres yang mendapat keuntungan dari Putusan itu juga tidak sah. Maka kami minta agar KPU mendiskualifikasikannya," katanya.
Akibat konflik kepentingan tersebut, Anwar Usman dan 8 hakim MK lainnya dilaporkan oleh sejumlah orang atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait putusan perkara tersebut. MKMK telah memeriksa 20 pelapor, 1 ahli, 1 saksi, dan 9 hakim MK.
Hasilnya, MKMK menemukan banyak masalah dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru tersebut. Dijadwalkan, MKMK akan membacakan putusannya pada Selasa (7/11/2023).
Berikut permohonan provisi TAPDK:
1. Agar Para Hakim Mahkamah Konstitusi tidak melibatkan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., dalam melakukan pemeriksaan dan mengadili perkara a quo, karena terdapat konflik kepentingan.
2. Menunda pemberlakuan ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sebagaimana dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.
3. Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum untuk tidak memberlakukan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sebagaimana dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, pada konstestasi Pemilihan Capres Dan Cawapres 2024.
4. Komisi Pemilihan Umum untuk mendiskualifikasi Pasangan Capres dan Cawapres yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
(abd)