Sembilan Megatrend Politik Versi PPP

Sabtu, 16 September 2017 - 19:47 WIB
Sembilan Megatrend Politik Versi PPP
Sembilan Megatrend Politik Versi PPP
A A A
JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai, ada sembilan megatrend atau proyeksi kecenderungan politik nasional sepanjang lima pemilu ke depan. Pertama, menguatnya konservatisme yang ditandai dengan terpilihnya Donald Trump, keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), dan aksi demo 212 yang berlanjut pada penghadap-hadapan pemerintah terhadap kepentingan umat Islam.

Kedua, partisipasi politik semakin turun yang ditandai terus menurunnya partisipasi pemilih dalam pemilu dari 92,7% (1999) menjadi 75,11% (2014).

Ketiga, demokrasi prosedural yang semakin terkonsolidasi, ditandai makin berkurangnya jumlah parpol penghuni parlemen hasil pemilu dari 20 parpol (1999) menjadi 10 parpol (2014). Diferensiasi dan konsolidasi politik dinilai bisa terjadi masa mendatang.

"Bisa saja pengelompokannya semakin sosiologis, saya singkat 4M: Muslim yang terdiri atas PPP, PKB, PAN, PKS, PBB. Marhaen adalah PDIP. Modal yaitu Partai Golkar, Nasdem, dan Hanura, serta militer yang hari ini adalah Partai Demokrat, Gerindra, dan PKPI," kata Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romi) dalam keterangannya, Sabtu (16/9/2017).

Namun, kata dia, bisa juga pengelompokannya semakin ideologis. "Katakanlah menjadi muslim tradisionalis yaitu PPP dan PKB, muslim modernis adalah PAN, PKS, dan PBB, nasionalis kanan terdiri atas Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PD, PKPI, serta nasionalis kiri yang berisi PDIP," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, megatrend kelima yakni kecenderungan pertarungan politik yang semakin pragmatis alih-alih ideologis. Dikatakannya, politik uang atau money politics semakin menentukan kemenangan pertarungan politik.

"Akibatnya, megatrend keenam adalah terjadinya korupsi politik yang semakin massif," paparnya.

Lalu, Megatrend ketujuh adalah politik yang semakin berbasis citra diri dan propaganda, bukan gagasan atau kerja nyata.

"Kedelapan, dengan semakin politik berbasis citra dan berbiaya tinggi sesuai tingkatannya, maka semakin banyak lahir pemimpin dadakan yang tidak meniti karir politik dari bawah, atau pemimpin yang meniti karir secara non partisan," tuturnya.

Dia menambahkan, akibat semuanya itu maka megatrend kesembilan adalah loyalitas politik semakin dominan kepada pribadi pemimpin, bukan kepada institusi partai. Yang terjadi adalah personalisasi dan sekaligus deinstitusionalisasi kepemimpinan.

"Lihat saja hasil exit poll Pemilu 2014, contrengan kepada caleg lebih tinggi dibanding contrengan partai," pungkasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1007 seconds (0.1#10.140)