Dosen Fakultas Hukum Andalas: Putusan MK Berikan Karpet Merah untuk Gibran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari menjadi salah satu dari 16 pakar hukum yang melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi ( MK ) Anwar Usman ke Majelis Kehormatan MK (MKMK). Anwar Usman diduga telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Feri mengatakan, putusanMK atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan upaya melanggengkan dinasti keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui anaknya Gibran Rakabuming Raka. Melalui putusannya MK mengubah syarat calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dari semula minimal berusia 40 tahun menjadi telah berusia 40 tahun dan atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
"Ada upaya membuka jalan lebar-lebar untuk dinasti keluarga Jokowi untuk terus berkuasa," kata Feri kepada media, Sabtu (28/10/2023).
Dia menjelaskan, pada dasaranya secara konstitusional seseorang tidak dilarang berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada Pasal 6 Ayat 2 UUD 1945. Kemudian pada syarat menjadi presiden diatur lebih lanjut dengan UU, termasuk juga soal syarat calon presiden.
"Jadi kalau dilihat sudah ada delegasi dari UUD untuk diatur oleh pembentuk UU. Pembentuk UU sepakat. Siapa pembentuk UU, ya Gerindra, Golkar, dan partai lainnya, termasuk pemerintah Joko Widodo, Bapaknya Gibran," jelasnya.
Dalam kesepakatan tersebut disepakati oleh pembentuk UU, bahwa usia minimum seorang calon presiden maupun calon wakil presiden 40 tahun ke atas. MK dalam kebiasaannya jika sudah ada delegasi perintah dalam UUD untuk diatur lebih lanjut oleh pembentuk UU, maka tidak akan melakukan penafsiran.
"Tetapi apa yang terjadi kemarin MK melabrak berbagai keputusannya terdahulu soal open legal policy soal pendelegasian wewenang pembentukan UU pengaturan lebih lanjut itu hanya untuk memberikan karpet merah kepada anak presiden," katanya.
Feri menyebut putusan MK nomor 90/PUU/XXI/2023 telah terbukti hanya untuk kepentingan Gibran Rakabuming Raka. Dari banyaknya pemuda yang menjadi kepala daerah atau wali kota, hanya Gibran yang menggunakan hasil putusan tersebut.
"Tidak ada orang yang memanfaatkan putusan itu selain Gibran. Sementara yang memutusnya itu paman Gibran sendiri, pihak termohon dalam perkara itu ayahnya sendiri, pemohonnya ada adik Gibran, fans Gibran. Jadi nyata sekali ini konflik kepentingannya," katanya.
Sebelumnya Feri merupakan salah satu guru besar yang melaporkan Anwar Usman bersama koalisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) dengan didampingi oleh kuasa hukum dari YLBHI, PSHK, ICW, dan IM57.
Laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman ini bermula ketika, para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Tepatnya, soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres), dari 11 gugatan hanya 1 saja yang dikabulkan oleh MK. Yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Feri mengatakan, putusanMK atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan upaya melanggengkan dinasti keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui anaknya Gibran Rakabuming Raka. Melalui putusannya MK mengubah syarat calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dari semula minimal berusia 40 tahun menjadi telah berusia 40 tahun dan atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
"Ada upaya membuka jalan lebar-lebar untuk dinasti keluarga Jokowi untuk terus berkuasa," kata Feri kepada media, Sabtu (28/10/2023).
Dia menjelaskan, pada dasaranya secara konstitusional seseorang tidak dilarang berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada Pasal 6 Ayat 2 UUD 1945. Kemudian pada syarat menjadi presiden diatur lebih lanjut dengan UU, termasuk juga soal syarat calon presiden.
"Jadi kalau dilihat sudah ada delegasi dari UUD untuk diatur oleh pembentuk UU. Pembentuk UU sepakat. Siapa pembentuk UU, ya Gerindra, Golkar, dan partai lainnya, termasuk pemerintah Joko Widodo, Bapaknya Gibran," jelasnya.
Dalam kesepakatan tersebut disepakati oleh pembentuk UU, bahwa usia minimum seorang calon presiden maupun calon wakil presiden 40 tahun ke atas. MK dalam kebiasaannya jika sudah ada delegasi perintah dalam UUD untuk diatur lebih lanjut oleh pembentuk UU, maka tidak akan melakukan penafsiran.
"Tetapi apa yang terjadi kemarin MK melabrak berbagai keputusannya terdahulu soal open legal policy soal pendelegasian wewenang pembentukan UU pengaturan lebih lanjut itu hanya untuk memberikan karpet merah kepada anak presiden," katanya.
Baca Juga
Feri menyebut putusan MK nomor 90/PUU/XXI/2023 telah terbukti hanya untuk kepentingan Gibran Rakabuming Raka. Dari banyaknya pemuda yang menjadi kepala daerah atau wali kota, hanya Gibran yang menggunakan hasil putusan tersebut.
"Tidak ada orang yang memanfaatkan putusan itu selain Gibran. Sementara yang memutusnya itu paman Gibran sendiri, pihak termohon dalam perkara itu ayahnya sendiri, pemohonnya ada adik Gibran, fans Gibran. Jadi nyata sekali ini konflik kepentingannya," katanya.
Sebelumnya Feri merupakan salah satu guru besar yang melaporkan Anwar Usman bersama koalisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) dengan didampingi oleh kuasa hukum dari YLBHI, PSHK, ICW, dan IM57.
Laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman ini bermula ketika, para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Tepatnya, soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres), dari 11 gugatan hanya 1 saja yang dikabulkan oleh MK. Yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
(abd)