Profil Daan Jahja, Jenderal TNI yang Memimpin Pemuda Culik Moh Hatta ke Rengasdengklok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Brigjen TNI (Purn) Daan Jahja merupakan salah satu tokoh yang memainkan peranan penting dalam peristiwa Rengasdengklok. Bersama pemuda lainnya, mantan Gubernur (Militer) Jakarta Raya ini bahu membahu mewujudkan cita-cita rakyat Indonesia bebas dari penjajahan.
Lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat pada 5 Januari 1925, Daan Jahja merupakan putra dari pasangan Jahja Datoek Kajo dan Sjahrizan Jahja, asal Kotogadang, Agam, Sumatra Barat. Pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, Daan Jahja bergabung dengan kelompok Prapatan 10 yang merupakan pengikut Sutan Sjahrir dan bermarkas di Jalan Prapatan 10, Jakarta.
Saat peristiwa Rengasdengklok, Daan Jahja membawa Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Sedangkan kelompok Menteng 31 pimpinan Chaerul Saleh membawa Soekarno. Kedua kelompok ini menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Desakan itu dilakukan para pemuda menyusul kekalahan Jepang dari Sekutu pada Perang Dunia (PD) II. Namun Soekarno-Moh. Hatta menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara golongan pemuda menginginkan proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang.
Selain itu juga agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia menjadi seolah-olah pemberian dari Jepang.
Karena tidak mau memanfaatkan momentum tersebut, akhirnya pada Kamis, 16 Agustus 1945 sekitar pukul 03.00 WIB para pemuda menculik kedua tokoh nasional dan membawanya ke Rengasdengklok.
Tidak hanya itu, Daan Jahja juga terlibat aktif pada saat rapat raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta. Bersama Subianto yang merupakan paman dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Daan Jahja melaporkan situasi di Lapangan Ikada ke Kantor Kominte Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Sebab sebelum Subuh, seluruh rakyat Indonesia dari berbagai daerah sudah berkumpul di Lapangan Ikada untuk mendengarkan pidato Presiden Soekarno di Rapat Raksasa Lapangan Ikada sekarang bernama Monumen Nasional (Monas). Di sisi lain, tentara Jepang mengerahkan panser dan tank untuk berjaga-jaga.
Untuk menghindari kericuhan antara rakyat Indonesia dan tentara Jepang. Proklamasi akhirnya kumandangkan di rumah Soekarno yang berada di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Pada 16 Agustus tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta. Keesokan harinya, tepatnya 17 Agustus 1945 Proklamasi dikumandangkan oleh Presiden Soekarno-Moh. Hatta.
Daan Jahja wafat pada 20 Juni 1985 tepat saat Hari Raya Idul Fitri 1405H sepulang dari Masjid Sunda Kelapa, Jakarta setelah melaksanakan Salat Id.
Lihat Juga: Profil Mayjen TNI I Gusti Ngurah Wisnu Wardana, Asrena KSAD Teman Seangkatan Jenderal Agus Subiyanto
Lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat pada 5 Januari 1925, Daan Jahja merupakan putra dari pasangan Jahja Datoek Kajo dan Sjahrizan Jahja, asal Kotogadang, Agam, Sumatra Barat. Pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, Daan Jahja bergabung dengan kelompok Prapatan 10 yang merupakan pengikut Sutan Sjahrir dan bermarkas di Jalan Prapatan 10, Jakarta.
Saat peristiwa Rengasdengklok, Daan Jahja membawa Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Sedangkan kelompok Menteng 31 pimpinan Chaerul Saleh membawa Soekarno. Kedua kelompok ini menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Desakan itu dilakukan para pemuda menyusul kekalahan Jepang dari Sekutu pada Perang Dunia (PD) II. Namun Soekarno-Moh. Hatta menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara golongan pemuda menginginkan proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang.
Selain itu juga agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia menjadi seolah-olah pemberian dari Jepang.
Karena tidak mau memanfaatkan momentum tersebut, akhirnya pada Kamis, 16 Agustus 1945 sekitar pukul 03.00 WIB para pemuda menculik kedua tokoh nasional dan membawanya ke Rengasdengklok.
Tidak hanya itu, Daan Jahja juga terlibat aktif pada saat rapat raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta. Bersama Subianto yang merupakan paman dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Daan Jahja melaporkan situasi di Lapangan Ikada ke Kantor Kominte Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Sebab sebelum Subuh, seluruh rakyat Indonesia dari berbagai daerah sudah berkumpul di Lapangan Ikada untuk mendengarkan pidato Presiden Soekarno di Rapat Raksasa Lapangan Ikada sekarang bernama Monumen Nasional (Monas). Di sisi lain, tentara Jepang mengerahkan panser dan tank untuk berjaga-jaga.
Untuk menghindari kericuhan antara rakyat Indonesia dan tentara Jepang. Proklamasi akhirnya kumandangkan di rumah Soekarno yang berada di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Pada 16 Agustus tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta. Keesokan harinya, tepatnya 17 Agustus 1945 Proklamasi dikumandangkan oleh Presiden Soekarno-Moh. Hatta.
Daan Jahja wafat pada 20 Juni 1985 tepat saat Hari Raya Idul Fitri 1405H sepulang dari Masjid Sunda Kelapa, Jakarta setelah melaksanakan Salat Id.
Lihat Juga: Profil Mayjen TNI I Gusti Ngurah Wisnu Wardana, Asrena KSAD Teman Seangkatan Jenderal Agus Subiyanto
(cip)