Cerita Pengalaman, Wakil Ketua KPK Ungkap Praktik Pungutan Pelantikan

Rabu, 05 Agustus 2020 - 14:58 WIB
loading...
Cerita Pengalaman, Wakil...
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung Mahkamah Agung (MA) atas penerbitan SEMA Nomor: 7 Tahun 2020 yang melarang pungutan kegiatan-kegiatan dinas di lembaga peradilan.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyatakan, setiap kebijakan yang antikorupsi harus diapresiasi dan disambut baik. Dia mencontohkan pengalamannya sebagai mantan hakim tinggi maupun ketua pengadilan negeri.

Seingat Nawawi, ada mata anggaran biaya pelantikan di setiap pengadilan. Hanya, nominalnya dipandang relatif kecil, tidak sebanding dengan jumlah undangan.

(Baca: Terbitkan Surat Edaran, MA Larang Pungutan Kegiatan Dinas di Pengadilan)

"Didasari itu, kemudian biasanya pejabat yang akan dilantik harus ikut merogoh kocek untuk 'membiayai' konsumsi dan segala tetek bengek yang berkaitan giat (kegiatan) tersebut. Nah besaran rogohan kocek untuk 'membiayai' konsumsi dan lain-lain itulah yang kemudian dilihat sebagai pungutan," tegas Nawawi kepada SINDO Media di Jakarta, Rabu (5/8/2029).

Berkaca dari pengalamannya itu, mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengatakan seluruh jajaran peradilan di Indonesia harus membangun semangat untuk mengikis praktik kebiasaan membuat acara pelantikan itu menjadi sesuatu yang wah. ”Buatlah acara pelantikan itu, capailah program yang dicanangkan, sesuai budget yang ada," ujar Nawawi.

(Baca: PK Kasus Syafruddin Arsjad Temenggung Ditolak, Ini Tanggapan KPK)

Dia menambahkan, aparatur lembaga peradilan tidak perlu kebablasan dalam upaya mencapai suatu program. Menurut Nawawi, semua program dan kegiatan yang dilaksanakan mesti tetap mengacu pada anggaran yang telah tersedia.

"Dan ada yang sangat penting juga, sebaik apapun capaian suatu program tapi kalau dijalankan tidak mengacu pada 'anggaran yang tersedia', itu juga kebablasan. Tidak salah kalau banyak kalangan menyebut, jika giat program semacam itu adalah kebijakan yang koruptif," ucapnya.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1141 seconds (0.1#10.140)