MUI Kecam Aksi Perobekan Al-Qur'an di Depan KBRI Belanda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam aksi perobekan Al-Qur'an di depan kedutaan besar negara-negara Islam di Den Hag beberapa waktu lalu. Hal itu dinilai benar-benar menunjukkan penghinaan dan kebencian terhadap Islam sekaligus terhadap umat Islam.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan aksi itu juga mengesankan kuat adanya kesengajaan Pegida untuk menyatakan kebenciannya kepada umat Islam Indonesia, Pakistan, Turki, dan umat Islam dari manapun.
"Seperti yang dilakukan kelompok nasionalis ekstremis Paludan dan Salwan Momika di Swedia, Pegida ini juga menunjukkan sikap anti mereka kepada imigran Muslim dan juga Islam sekaligus,” ujar Sudarnoto dikutip dalam laman resmi MUI Digital, Selasa (26/9/2023).
Karena itu, Sudarnoto meminta agar para tokoh maupun aktivis HAM melakukan langkah taktis untuk menghentikan Islamofobia.
“Saya ingin menyerukan kepada para tokoh lintas agama dan aktivis HAM di Eropa khususnya untuk saling bahu-membahu, bekerja sama, meneguhkan semangat, dan langkah bersama melakukan langkah taktis dan beradab meyakinkan pemerintah dan semua pihak untuk menghentikan Islamofobia,” jelas dia.
Adapun aksi ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM yang diadopsi PBB. Membiarkan dan apalagi memberikan ruang dan sekaligus melindungi kelompok ekstremis seperti ini merupakan pengkhianatan terhadap keputusan PBB dan tentu merusak kemanusiaan.
“Karena itu sangat diharapkan pihak aparat dan pemerintah setempat benar-benar menunjukkan niat tulus mereka untuk bersikap adil dengan cara memberikan sanksi terhadap siapa saja yang telah merendahkan ajaran agama dan menyakiti umat beragama termasuk umat Islam,” jelas Sudarnoto.
Tak lupa dia menegaskan agar pemerintah setempat memberikan perhatian khusus terhadap aksi tersebut. Adapun Pemerintah Belanda dan pemerintah manapun di Eropa, kata dia, seharusnya memiliki kepekaan atau sensitifitas terhadap hal tersebut.
“Jangan berdalih kepada upaya menghormati prinsip freedom of expression lalu membiarkan kelompok yang ternyata justru merusak kehormatan dan kedaulatan individu, komunitas dan kepercayaan kepada agama. Ini dua hal yang sangat bertentangan,” paparnya.
Melalui kejadian ini, dia juga menyampaikan bahwa Duta Besar Belanda di Jakarta seharusnya memberikan keterangan terbuka dan meyakinkan kita semua bahwa Pemerintah Belanda akan menghentikan aksi-aksi yang tidak terhormat dan tidak beradab kelompok ekstremis tersebut.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan aksi itu juga mengesankan kuat adanya kesengajaan Pegida untuk menyatakan kebenciannya kepada umat Islam Indonesia, Pakistan, Turki, dan umat Islam dari manapun.
"Seperti yang dilakukan kelompok nasionalis ekstremis Paludan dan Salwan Momika di Swedia, Pegida ini juga menunjukkan sikap anti mereka kepada imigran Muslim dan juga Islam sekaligus,” ujar Sudarnoto dikutip dalam laman resmi MUI Digital, Selasa (26/9/2023).
Karena itu, Sudarnoto meminta agar para tokoh maupun aktivis HAM melakukan langkah taktis untuk menghentikan Islamofobia.
“Saya ingin menyerukan kepada para tokoh lintas agama dan aktivis HAM di Eropa khususnya untuk saling bahu-membahu, bekerja sama, meneguhkan semangat, dan langkah bersama melakukan langkah taktis dan beradab meyakinkan pemerintah dan semua pihak untuk menghentikan Islamofobia,” jelas dia.
Adapun aksi ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM yang diadopsi PBB. Membiarkan dan apalagi memberikan ruang dan sekaligus melindungi kelompok ekstremis seperti ini merupakan pengkhianatan terhadap keputusan PBB dan tentu merusak kemanusiaan.
“Karena itu sangat diharapkan pihak aparat dan pemerintah setempat benar-benar menunjukkan niat tulus mereka untuk bersikap adil dengan cara memberikan sanksi terhadap siapa saja yang telah merendahkan ajaran agama dan menyakiti umat beragama termasuk umat Islam,” jelas Sudarnoto.
Tak lupa dia menegaskan agar pemerintah setempat memberikan perhatian khusus terhadap aksi tersebut. Adapun Pemerintah Belanda dan pemerintah manapun di Eropa, kata dia, seharusnya memiliki kepekaan atau sensitifitas terhadap hal tersebut.
“Jangan berdalih kepada upaya menghormati prinsip freedom of expression lalu membiarkan kelompok yang ternyata justru merusak kehormatan dan kedaulatan individu, komunitas dan kepercayaan kepada agama. Ini dua hal yang sangat bertentangan,” paparnya.
Melalui kejadian ini, dia juga menyampaikan bahwa Duta Besar Belanda di Jakarta seharusnya memberikan keterangan terbuka dan meyakinkan kita semua bahwa Pemerintah Belanda akan menghentikan aksi-aksi yang tidak terhormat dan tidak beradab kelompok ekstremis tersebut.
(kri)