BPOM Tingkatkan Pengawasan Implementasi Farmakovigilans melalui RMP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meningkatkan pengawasan implementasi farmakovigilans melalui Risk Management Plan (RMP) atau Perencanaan Manajemen Risiko (PMR). Hal ini sejalan dengan terbitnya Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerapan Farmakovigilans.
Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan RMP merupakan dokumen yang dirancang untuk mengidentifikasi, menentukan karakteristik, mencegah atau meminimalkan risiko obat sebelum diedarkan sehingga farmakovigilans dapat diimplementasikan dengan efektif saat obat beredar.
“Industri farmasi memiliki kewajiban menyusun dokumen RMP secara holistik yang mencakup proses pengembangan hingga distribusi produk. Dokumen ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen registrasi produk,” ujarnya saat membuka Workshop Perkuatan Kapasitas BPOM dalam Pengawasan Pre-Market melalui Evaluasi RMP/PMR di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Penerapan kewajiban penyusunan dokumen RMP dilakukan secara bertahap. Berdasarkan data periode Januari-Agustus 2023, persentase penyerahan dokumen RMP baru mencapai 30 persen dari seluruh permohonan registrasi obat baru yang diterima BPOM.
Selain membantu industri farmasi dalam penyusunan dokumen RMP sebagai bagian dari dokumen registrasi, workshop ini juga bertujuan memperkuat kapasitas BPOM dan industri farmasi dalam penerapan RMP, termasuk environmental risk assessment (ERA) di tahap registrasi obat sekaligus memperkuat pengetahuan dan kapasitas evaluator BPOM dalam mengevaluasi dokumen RMP.
Secara garis besar, penyusunan dokumen RMP untuk mengidentifikasi dini risiko produk dan area yang memerlukan evaluasi lebih lanjut. RMP juga dibutuhkan untuk melakukan perencanaan penelitian/studi baru untuk mengidentifikasi dan mengenali risiko.
Selain mengidentifikasi risiko obat pada pasien, RMP dapat mengidentifikasi risiko agar tidak memberikan efek atau dampak buruk pada lingkungan.
“Satu persyaratan registrasi yang mensyaratkan adalah dokumen RMP yang di dalamnya terdapat satu aspek yaitu ERA. Mengidentifikasi dari awal kira-kira risiko/dampaknya pada lingkungan serta plan of actionnya agar risiko tidak terjadi,” kata Penny.
Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group Ani Rahardjo dan Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Elfiano Rizaldi menyambut baik dan mendukung penuh upaya BPOM terkait penerapan RMP.
“Ke depan kita memang harus lebih meningkatkan kapasitas karena industri farmasi selain memproduksi obat untuk masyarakat, tetapi juga mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan obat dan dampak lingkungan. Efek dari limbah industri farmasi akan berdampak pada lingkungan baik bahan kimianya, bahan tambahan, maupun kemasannya,” katanya.
Workshop RMP diselenggarakan selama 3 hari mulai Selasa-Kamis, 19-21 September 2023. Selain pemaparan materi dari para pakar terkait teknik penyusunan RMP, review dan evaluasi RMP, serta penilaian risiko lingkungan untuk sektor farmasi, para peserta juga diminta menyusun dokumen untuk kemudian dipresentasikan secara berkelompok.
Kegiatan workshop juga diramaikan side event berupa pameran standing poster terkait RMP dan ERA yang diisi dengan poster ilmiah dari industri farmasi. Workshop diikuti lebih dari 350 peserta yang terdiri pegawai BPOM, industri farmasi, dan peserta lain yang hadir secara luring maupun daring.
Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan RMP merupakan dokumen yang dirancang untuk mengidentifikasi, menentukan karakteristik, mencegah atau meminimalkan risiko obat sebelum diedarkan sehingga farmakovigilans dapat diimplementasikan dengan efektif saat obat beredar.
“Industri farmasi memiliki kewajiban menyusun dokumen RMP secara holistik yang mencakup proses pengembangan hingga distribusi produk. Dokumen ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen registrasi produk,” ujarnya saat membuka Workshop Perkuatan Kapasitas BPOM dalam Pengawasan Pre-Market melalui Evaluasi RMP/PMR di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Penerapan kewajiban penyusunan dokumen RMP dilakukan secara bertahap. Berdasarkan data periode Januari-Agustus 2023, persentase penyerahan dokumen RMP baru mencapai 30 persen dari seluruh permohonan registrasi obat baru yang diterima BPOM.
Selain membantu industri farmasi dalam penyusunan dokumen RMP sebagai bagian dari dokumen registrasi, workshop ini juga bertujuan memperkuat kapasitas BPOM dan industri farmasi dalam penerapan RMP, termasuk environmental risk assessment (ERA) di tahap registrasi obat sekaligus memperkuat pengetahuan dan kapasitas evaluator BPOM dalam mengevaluasi dokumen RMP.
Secara garis besar, penyusunan dokumen RMP untuk mengidentifikasi dini risiko produk dan area yang memerlukan evaluasi lebih lanjut. RMP juga dibutuhkan untuk melakukan perencanaan penelitian/studi baru untuk mengidentifikasi dan mengenali risiko.
Selain mengidentifikasi risiko obat pada pasien, RMP dapat mengidentifikasi risiko agar tidak memberikan efek atau dampak buruk pada lingkungan.
“Satu persyaratan registrasi yang mensyaratkan adalah dokumen RMP yang di dalamnya terdapat satu aspek yaitu ERA. Mengidentifikasi dari awal kira-kira risiko/dampaknya pada lingkungan serta plan of actionnya agar risiko tidak terjadi,” kata Penny.
Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group Ani Rahardjo dan Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Elfiano Rizaldi menyambut baik dan mendukung penuh upaya BPOM terkait penerapan RMP.
“Ke depan kita memang harus lebih meningkatkan kapasitas karena industri farmasi selain memproduksi obat untuk masyarakat, tetapi juga mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan obat dan dampak lingkungan. Efek dari limbah industri farmasi akan berdampak pada lingkungan baik bahan kimianya, bahan tambahan, maupun kemasannya,” katanya.
Workshop RMP diselenggarakan selama 3 hari mulai Selasa-Kamis, 19-21 September 2023. Selain pemaparan materi dari para pakar terkait teknik penyusunan RMP, review dan evaluasi RMP, serta penilaian risiko lingkungan untuk sektor farmasi, para peserta juga diminta menyusun dokumen untuk kemudian dipresentasikan secara berkelompok.
Kegiatan workshop juga diramaikan side event berupa pameran standing poster terkait RMP dan ERA yang diisi dengan poster ilmiah dari industri farmasi. Workshop diikuti lebih dari 350 peserta yang terdiri pegawai BPOM, industri farmasi, dan peserta lain yang hadir secara luring maupun daring.
(jon)