Jenderal Polisi yang Mempunyai Gelar S3, Nomor Terakhir Dijuluki Bapak Satpam Indonesia
loading...
A
A
A
Selanjutnya ada nama Dibyo Widodo, jenderal polisi yang punya gelar S3. Dia merupakan Kapolri periode 15 Maret 1996–28 Juni 1998 di Zaman Presiden Soeharto dan BJ Habibie.
Dibyo Widodo merupakan alumni Akabri Bagian Kepolisian tahun 1968. Pada 1975, polisi kelahiran Purwokerto 26 Mei 1946 itu meraih gelar doktoral (S3) di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK).
Pertama kali Dibyo Widodo bertugas di Kepolisian sebagai Perwira Operasi 1012 Surabaya. Sebanyak 32 jabatan harus ia jalani untuk mencapai posisi puncak di Polri, mulai dari Kapolsek Medan Barum Kapolda Metro Jaya, hingga Kapolri.
Saat menjabat Kapolda Metro Jaya, Dibyo Widodo berhasil mengungkap misteri kasus-kasus besar di Ibu Kota Jakarta, antara lain kasus pembunuhan mahasiswa PTIK Lettu Budi Prasetyo, pembunuhan Kapolsek Pademangan Mayor Polisi Drs Noenang Kohar, perampokan disertai perkosaan keluarga Acan, dan pembantaian keluarga Rohadi.
Dibyo Widodo meninggal dunia di RS Gleneagles, Singapura pada 15 Maret 2012 karena menderita penyakit jantung dan komplikasi. Jenazah Dibyo langsung dibawa ke Indonesia dan di sholatkan di Masjid Daarul Ilmi. Dibyo Widodo kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta pada 16 Maret 2012. Dalam prosesi pemakamannya itu, ratusan orang pelayat hadir untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sang jenderal.
FOTO/DOK.MABES POLRI
Jenderal polisi yang juga punya gelar S3 adalah Awaloedin Djamin. Dia merupakan Kapolri periode 26 September 1978–3 Desember 1982 di Zaman Presiden Soeharto.
Awaloedin Djamin juga termasuk jenderal polisi yang gemar belajar. Setamat SMA, polisi kelahiran Padang, Sumatera Barat, 26 September 1927 ini kuliah di Fakultas Ekonomi (1949-1950). Setelah itu, Awaloedin memutuskan bergabung dengan Korps Bhayangkara dan bersekolah di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) dan lulus pada 1955.
Setelah bertugas di bagian Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1955) dan menjabat Kasi Umum Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1958), Awaloedin Djamin mengikuti program Graduate School of Public and International Affair di Universitas Pittsburg, Amerika Serikat. Ia lalu meraih gelar doktor (PhD) dari School of Public Administration, Universitas California Selatan pada 1963.
Pulang ke Tanah Air, Awaloedin Djamin menjadi lektor luar biasa di PTIK. Namun tak lama kemudian, ia malah ditarik ke pemerintahan, ditunjuk menjadi Menteri Tenaga Kerja (Menaker) (1966-1968). Kemudian pada 1970 dipindah menjadi Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) (1970-1976), dan Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat (1976-1978).
Pada 1978, Presiden Soeharto memanggil Awaloedin Djamin kembali ke Tanah Air. Ia ditunjuk menjadi Kapolri. Dalam situasi yang tidak menentu, Awaloedin Djamin mengarahkan Polri menjadi lembaga yang dinamis dan profesional. Ia juga mengeluarkan beragam kebijakan untuk meningkatkan keamanan masyarakat.
Dibyo Widodo merupakan alumni Akabri Bagian Kepolisian tahun 1968. Pada 1975, polisi kelahiran Purwokerto 26 Mei 1946 itu meraih gelar doktoral (S3) di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK).
Pertama kali Dibyo Widodo bertugas di Kepolisian sebagai Perwira Operasi 1012 Surabaya. Sebanyak 32 jabatan harus ia jalani untuk mencapai posisi puncak di Polri, mulai dari Kapolsek Medan Barum Kapolda Metro Jaya, hingga Kapolri.
Saat menjabat Kapolda Metro Jaya, Dibyo Widodo berhasil mengungkap misteri kasus-kasus besar di Ibu Kota Jakarta, antara lain kasus pembunuhan mahasiswa PTIK Lettu Budi Prasetyo, pembunuhan Kapolsek Pademangan Mayor Polisi Drs Noenang Kohar, perampokan disertai perkosaan keluarga Acan, dan pembantaian keluarga Rohadi.
Dibyo Widodo meninggal dunia di RS Gleneagles, Singapura pada 15 Maret 2012 karena menderita penyakit jantung dan komplikasi. Jenazah Dibyo langsung dibawa ke Indonesia dan di sholatkan di Masjid Daarul Ilmi. Dibyo Widodo kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta pada 16 Maret 2012. Dalam prosesi pemakamannya itu, ratusan orang pelayat hadir untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sang jenderal.
4. Jenderal Polisi (Purn) Prof Dr Drs Awaloedin Djamin, MPA
FOTO/DOK.MABES POLRI
Jenderal polisi yang juga punya gelar S3 adalah Awaloedin Djamin. Dia merupakan Kapolri periode 26 September 1978–3 Desember 1982 di Zaman Presiden Soeharto.
Awaloedin Djamin juga termasuk jenderal polisi yang gemar belajar. Setamat SMA, polisi kelahiran Padang, Sumatera Barat, 26 September 1927 ini kuliah di Fakultas Ekonomi (1949-1950). Setelah itu, Awaloedin memutuskan bergabung dengan Korps Bhayangkara dan bersekolah di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) dan lulus pada 1955.
Setelah bertugas di bagian Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1955) dan menjabat Kasi Umum Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1958), Awaloedin Djamin mengikuti program Graduate School of Public and International Affair di Universitas Pittsburg, Amerika Serikat. Ia lalu meraih gelar doktor (PhD) dari School of Public Administration, Universitas California Selatan pada 1963.
Pulang ke Tanah Air, Awaloedin Djamin menjadi lektor luar biasa di PTIK. Namun tak lama kemudian, ia malah ditarik ke pemerintahan, ditunjuk menjadi Menteri Tenaga Kerja (Menaker) (1966-1968). Kemudian pada 1970 dipindah menjadi Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) (1970-1976), dan Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat (1976-1978).
Pada 1978, Presiden Soeharto memanggil Awaloedin Djamin kembali ke Tanah Air. Ia ditunjuk menjadi Kapolri. Dalam situasi yang tidak menentu, Awaloedin Djamin mengarahkan Polri menjadi lembaga yang dinamis dan profesional. Ia juga mengeluarkan beragam kebijakan untuk meningkatkan keamanan masyarakat.