MK Tolak Gugatan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak pengujian Materiil Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) soal permintaan masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) jadi seumur hidup. Perkara nomor 42/PUU-XXI/2023 itu diputuskan pada sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Kamis (14/9/2023).
Ketua MK Anwar Usman mengatakan, berdasarkan atas fakta mahkamah menolak uji materiil tersebut dikarenakan tidak jelas.
"Pokok permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," jelas Anwar Usman dalam sidang.
Sebagai tambahan informasi, perkara pengujian UU LLAJ diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat. Arifin mengujikan Pasal 85 Ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan, "Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang."
Dalam persidangan yang digelar di MK pada Rabu (10/5/2023) Arifin mengatakan, setiap lima tahun sekali ia harus memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM). Arifin merasa dirugikan apabila harus memperpanjang SIM setelah masa berlakunya habis/mati yakni lima tahun.
"Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia," ungkapnya.
"Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak," tambah Arifin dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.
Dalam permohonannya, Arifin menyebut masa berlaku SIM yang hanya lima tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolok ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana. Kerugian lainnya, yakni Pemohon harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis/mati.
Sesuai dengan UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM. Bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki/mendapatkan SIM tentu bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktik. Di mana, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.
Selain itu, tolok ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut. Hal ini menurut Pemohon jelas bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 Ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang" tidak dimaknai "berlaku seumur hidup."
Ketua MK Anwar Usman mengatakan, berdasarkan atas fakta mahkamah menolak uji materiil tersebut dikarenakan tidak jelas.
"Pokok permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," jelas Anwar Usman dalam sidang.
Sebagai tambahan informasi, perkara pengujian UU LLAJ diajukan oleh Arifin Purwanto yang berprofesi sebagai advokat. Arifin mengujikan Pasal 85 Ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan, "Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang."
Dalam persidangan yang digelar di MK pada Rabu (10/5/2023) Arifin mengatakan, setiap lima tahun sekali ia harus memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM). Arifin merasa dirugikan apabila harus memperpanjang SIM setelah masa berlakunya habis/mati yakni lima tahun.
"Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia," ungkapnya.
"Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak," tambah Arifin dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.
Dalam permohonannya, Arifin menyebut masa berlaku SIM yang hanya lima tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolok ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana. Kerugian lainnya, yakni Pemohon harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis/mati.
Sesuai dengan UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM. Bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki/mendapatkan SIM tentu bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktik. Di mana, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.
Selain itu, tolok ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut. Hal ini menurut Pemohon jelas bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 Ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang" tidak dimaknai "berlaku seumur hidup."
(maf)