Mari Buktikan Kematangan Demokrasi

Rabu, 19 April 2017 - 07:47 WIB
Mari Buktikan Kematangan Demokrasi
Mari Buktikan Kematangan Demokrasi
A A A
HARI ini 19 April 2017 adalah hari besar yang akan menjadi titik di putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Daerah Khusus Ibu Kota, bukan hanya nasib dua pasang kandidat yang akan dibuktikan, namun juga nasib demokrasi di negeri ini. Kita bukan hanya memilih antara Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat atau Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno, tapi juga meneguhkan pilihan kita akan sistem demokrasi.

Demokrasi merupakan cara terbaik dalam melakukan peralihan kekuasaan, karena demokrasi menawarkan jalan yang damai. Berbeda dengan sistem-sistem lain yang butuh jalan kekerasan untuk mencapai kekuasaan. Tentunya karena kita masih menjunjung tinggi demokrasi, pilkada hari ini dan tahapan-tahapan yang mengikutinya akan berjalan secara damai.

Warga Jakarta pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya yang juga tersedot energinya dalam Pilkada DKI Jakarta harus membuktikan bahwa demokrasi Indonesia kian matang dari hari ke hari.

Ada dua masalah besar yang jika terus ada akan mendegradasi kualitas demokrasi. Bahkan, bukan tidak mungkin jika terus menguat dan mewabah akan menjadi jalan masuk bagi para kaum antidemokrasi untuk menanggalkan sistem ini dari Indonesia.

Pertama, politik uang. Penyakit politik yang satu ini sudah menahun dan herannya tidak membaik dari waktu ke waktu. Kita harus menggalang suatu kemarahan kolektif terhadap politik uang. Apa pun alasannya, politik uang tidak dibenarkan.

Bahkan, politik uang yang digunakan untuk memenangkan calon yang menurut suatu pihak baik tetap saja merupakan kesalahan besar. Sangat mengherankan banyak dari masyarakat yang bukannya mempermasalahkan terjadinya politik uang yang memperolok demokrasi kita, justru saling serang bahwa kandidat lawan juga melakukannya.

Kita tentu harus berpikir visioner dalam menjaga demokrasi yang susah payah direbut dan dipertahankan ini. Politik uang dalam bentuk apa pun akan menghancurkan fondasi demokrasi. Jika kita memberi ruang untuk politik uang, bahkan cenderung membiarkan karena yang melakukan politik uang adalah kubu yang kita suka, maka politik uang akan menggerogoti demokrasi Indonesia.

Kedua, politik fitnah. Rasanya kita mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan terkait fitnah dan berita bohong (hoax) dalam politik negeri ini. Kebohongan seperti menjadi suatu keharusan dalam politik kita.

Padahal, kebohongan demi kebohongan yang dilemparkan pada suatu titik akan terbongkar. Ketika terbongkar nanti pada akhirnya publik mengalami krisis kepercayaan. Ketika krisis ini membesar, maka kepercayaan pada demokrasi sendirilah yang akan terkikis.

Pilkada adalah sebuah perayaan akan kebebasan kita sebagai warga negara untuk memilih. Ini adalah ruang kita untuk menentukan nasib bersama. Menggunakan hak pilih adalah salah satu hak yang esensial yang disediakan dalam demokrasi. Mari kita memilih sesuai pilihan hati kita yang riang gembira.

Kita boleh menggunakan hak pilih atas dasar pertimbangan apa pun, asalkan jangan atas dasar politik uang atau karena fitnah. Jangan takut untuk menentukan pilihan karena oleh banyak pihak dianggap tidak bagus.

Selama kita menilai itu bagus dan atas pandangan pribadi, maka itu bisa menjadi pilihan yang dijamin oleh demokrasi. Pemilu atau pilkada adalah momen ketika kita bisa berekspresi sebebas-bebasnya tanpa tekanan pihak lain.

Setelah memilih, maka kita harus mengembalikan semuanya ke mekanisme demokrasi. Mari kita awasi proses pemilihan, penghitungan suara, hingga penentuan pemenang dalam pilkada. Partisipasi politik pada proses ini akan menjaga agar kecurangan tidak terjadi.

Ketika nanti hasilnya keluar, maka kita harus menerimanya dengan lapang dada jika jago kita kalah dan harus merangkul serta tak jumawa ketika jago kita menang. Mari datang ke TPS, memilih dan bersukacita berdemokrasi.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7022 seconds (0.1#10.140)