Aliansi Kebangsaan Sebut Perlu Ada Penguatan Sistem Inovasi Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo memandang Indonesia perlu melakukan penguatan Sistem Inovasi Nasional . Untuk itu, Aliansi Kebangsaan berharap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bisa lebih menguatkan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sumber daya, dan jaringan.
"Kebutuhan akan penguatan Sistem Inovasi Nasional ini sudah harus terpenuhi. Melalui undang-undang ini, telah coba diletakkan fondasi penting untuk penguatannya," ujar Pontjo Sutuwo saat Focus Group Discussion (FGD) virtual tentang Penguatan Sistem Inovasi Nasional dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (10/9/2023).
Menurut Pontjo, untuk menguatkan fondasi tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menyusun Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi dengan memberikan arah serta koridor untuk memastikan setiap elemen pendukung sistem dapat berkolaborasi dan saling mendukung untuk dapat berkontribusi secara optimal.
Merujuk cetak biru ini, kata Pontjo, ada beberapa elemen penting yang membentuk Sistem Inovasi Nasional yaitu Elemen, Regulasi, Kelembagaan, Mekanisme Akuntabilitas, Sumber Daya, Insentif, dan Pendanaan.
Saat ini, Pemerintah Indonesia telah memiliki setidaknya tiga dokumen yang digunakan sebagai landasan kebijakan iptek nasional. Masing-masing, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017-2045, dan Agenda Riset Nasional (ARN) yang disusun Dewan Riset Nasional.
Namun demikian, banyak pihak menengarai Sistem Inovasi Nasional belum bekerja secara optimal. Dalam pelaksanaannya masih menghadapi berbagai hambatan dan masalah.
Pontjo berpandangan dalam aspek kelembagaan, sinergi dan kolaborasi antarapemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset, dan industri/dunia usaha yang sering disebut dengan Triple Helix belum berjalan dengan baik.
Akibatnya proses hilirisasi hasil riset dan inovasi yang dihasilkan oleh lembaga riset/perguruan tinggi masih menghadapi berbagai masalah, terutama adanya jurang yang sangat lebar antara lembaga riset dan perguruan tinggi di satu sisi, dan dunia usaha atau industri di sisi lain.
"Lebarnya jurang ini menyebabkan proses hilirisasi menjadi fase yang sangat kritis sehingga sering disebut sebagai Lembah Kematian (Valley of Death) dari inovasi," tutup Pontjo.
"Kebutuhan akan penguatan Sistem Inovasi Nasional ini sudah harus terpenuhi. Melalui undang-undang ini, telah coba diletakkan fondasi penting untuk penguatannya," ujar Pontjo Sutuwo saat Focus Group Discussion (FGD) virtual tentang Penguatan Sistem Inovasi Nasional dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (10/9/2023).
Baca Juga
Menurut Pontjo, untuk menguatkan fondasi tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menyusun Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi dengan memberikan arah serta koridor untuk memastikan setiap elemen pendukung sistem dapat berkolaborasi dan saling mendukung untuk dapat berkontribusi secara optimal.
Merujuk cetak biru ini, kata Pontjo, ada beberapa elemen penting yang membentuk Sistem Inovasi Nasional yaitu Elemen, Regulasi, Kelembagaan, Mekanisme Akuntabilitas, Sumber Daya, Insentif, dan Pendanaan.
Saat ini, Pemerintah Indonesia telah memiliki setidaknya tiga dokumen yang digunakan sebagai landasan kebijakan iptek nasional. Masing-masing, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017-2045, dan Agenda Riset Nasional (ARN) yang disusun Dewan Riset Nasional.
Namun demikian, banyak pihak menengarai Sistem Inovasi Nasional belum bekerja secara optimal. Dalam pelaksanaannya masih menghadapi berbagai hambatan dan masalah.
Pontjo berpandangan dalam aspek kelembagaan, sinergi dan kolaborasi antarapemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset, dan industri/dunia usaha yang sering disebut dengan Triple Helix belum berjalan dengan baik.
Akibatnya proses hilirisasi hasil riset dan inovasi yang dihasilkan oleh lembaga riset/perguruan tinggi masih menghadapi berbagai masalah, terutama adanya jurang yang sangat lebar antara lembaga riset dan perguruan tinggi di satu sisi, dan dunia usaha atau industri di sisi lain.
"Lebarnya jurang ini menyebabkan proses hilirisasi menjadi fase yang sangat kritis sehingga sering disebut sebagai Lembah Kematian (Valley of Death) dari inovasi," tutup Pontjo.
(kri)