Muhammadiyah: Larangan Haji Lebih dari Sekali Tak Langgar Ajaran Islam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan wacana pemerintah larang masyarakat Indonesia naik haji lebih dari satu kali tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Jika dilihat dari sudut fikih, para ulama sepakat bagi umat Islam yang mampu kewajiban haji hanya sekali seumur hidup.
"Haji yang kedua dan berikutnya hukumnya sunnah. Jadi kalau pemerintah membatasi haji hanya sekali, tidak bertentangan dengan ajaran Islam," kata Abdul, Selasa (29/8/2023).
Kemudian dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 29/2015, kata Abdul, juga disebutkan seseorang dapat menunaikan ibadah haji yang kedua minimal sepuluh tahun setelah haji yang pertama. Namun dia menyebut gagasan Menko PMK sangat sulit diberlakukan jika tidak memiliki kebijakan yang moderat. "Meskipun gagasan Menko PMK sangat logis, akan tetapi kemungkinan sangat sulit diberlakukan. Karena itu diperlukan kebijakan yang lebih moderat,"ujar dia.
Untuk itu, dia menyampaikan diperlukan landasan Fikih, undang-undang, dan hak asasi manusia agar tidak terjadi penolakan oleh umat Islam. Serta memastikan pemerintah tidak membatasi kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
"Ketentuan jeda waktu sepuluh tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 29/2015 dirubah. Jeda waktu haji pertama dan berikutnya diperpanjang dari sepuluh tahun menjadi 20 tahun. Agar lebih kuat, peraturan tentang jeda waktu ditingkatkan dasar hukumnya dari Peraturan Menteri Agama menjadi Undang-undang. Diperlukan perubahan Undang-undang haji," ucapnya.
Selain itu, peraturan tentang jeda waktu dikecualikan untuk tim kesehatan haji Indonesia (TKHI), pembimbing ibadah haji dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan Pemerintah. TKHI dan pembimbing ibadah dapat menunaikan ibadah haji yang kedua setelah sepuluh tahun.
"Pemerintah, khususnya Kementerian Agama, perlu segera membahas masalah haji dengan para ulama, ormas Islam, dan DPR untuk menindaklanjuti wacana yang disampaikan Menko PMK," tuturnya.
"Haji yang kedua dan berikutnya hukumnya sunnah. Jadi kalau pemerintah membatasi haji hanya sekali, tidak bertentangan dengan ajaran Islam," kata Abdul, Selasa (29/8/2023).
Kemudian dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 29/2015, kata Abdul, juga disebutkan seseorang dapat menunaikan ibadah haji yang kedua minimal sepuluh tahun setelah haji yang pertama. Namun dia menyebut gagasan Menko PMK sangat sulit diberlakukan jika tidak memiliki kebijakan yang moderat. "Meskipun gagasan Menko PMK sangat logis, akan tetapi kemungkinan sangat sulit diberlakukan. Karena itu diperlukan kebijakan yang lebih moderat,"ujar dia.
Untuk itu, dia menyampaikan diperlukan landasan Fikih, undang-undang, dan hak asasi manusia agar tidak terjadi penolakan oleh umat Islam. Serta memastikan pemerintah tidak membatasi kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
"Ketentuan jeda waktu sepuluh tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 29/2015 dirubah. Jeda waktu haji pertama dan berikutnya diperpanjang dari sepuluh tahun menjadi 20 tahun. Agar lebih kuat, peraturan tentang jeda waktu ditingkatkan dasar hukumnya dari Peraturan Menteri Agama menjadi Undang-undang. Diperlukan perubahan Undang-undang haji," ucapnya.
Selain itu, peraturan tentang jeda waktu dikecualikan untuk tim kesehatan haji Indonesia (TKHI), pembimbing ibadah haji dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan Pemerintah. TKHI dan pembimbing ibadah dapat menunaikan ibadah haji yang kedua setelah sepuluh tahun.
"Pemerintah, khususnya Kementerian Agama, perlu segera membahas masalah haji dengan para ulama, ormas Islam, dan DPR untuk menindaklanjuti wacana yang disampaikan Menko PMK," tuturnya.
(cip)