PKB Dinilai Masih Ada Waktu Cari Koalisi Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dinilai masih ada waktu untuk mencari koalisi baru untuk Pilpres 2024 . Partai politik yang dipimpin Muhaimin Iskandar atau Cak Imin itu dianggap terancam setelah hadirnya dukungan Partai Golkar dan PAN kepada Prabowo Subianto.
Pengamat politik Yudha Kurniawan menilai kehadiran Golkar dan PAN mempengaruhi konsensus kerja sama politik yang dikenal dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Piagam KKIR diketahui menjadi pijakan awal bagi koalisi Gerindra dan PKB dalam menghadapi gelaran Pemilu 2024.
Salah satu konsensusnya adalah cawapres yang akan dipilih mendampingi Prabowo tentu harus disetujui oleh Cak Imin selaku Ketua Umum PKB. “Masuknya partai peserta baru dalam KKIR mulai memiliki pengaruh pada konsensus politik yang telah dicapai Gerindra-PKB,” ujar Yudha, Rabu (16/8/2023).
Yudha menuturkan pascadeklarasi Golkar dan PAN juga muncul narasi perdebatan nama baru koalisi, penegasan posisi PKB dalam penentuan cawapres, dan arah koalisi tenda besar tersebut ke depan.
“Bagi PKB, dengan masuknya partai-partai lain ke dalam koalisi, muncul kebutuhan untuk mempertegas Piagam KKIR sebagai pijakan awal koalisi. Hal ini menjadi bagian dari upaya untuk memastikan nilai tawar yang besar bagi posisi PKB di dalam koalisi dalam menentukan arah koalisi ke depan,” ujarnya.
Dia menuturkan, dukungan yang begitu cepat terhadap Prabowo tentunya sarat dengan berbagai kepentingan politik dari partai-partai pemilu mengingat waktu yang semakin mendekati pelaksanaan pemilu. “Pascadeklarasi dukungan, belum terlihat sikap partai-partai lain terkait dengan Piagam KKIR. Di sini peran Partai Gerindra juga sangat penting untuk mendorong partai-partai lain menghormati piagam KKIR,” ujar Yudha.
Selain itu, dalam dinamika politik, Yudha menilai tentu saja berbagai kemungkinan bisa terjadi, termasuk melakukan kalibrasi ulang terhadap konsensus koalisi politik. “Ada dua hal yang mungkin bisa ditempuh para partai koalisi pendukung Prabowo. Pertama, melakukan kalibrasi ulang atas Piagam KKIR tanpa menegasikan peran PKB sebagai koalisi awal, dan tentu saja yang kedua, belum terlambat bagi PKB untuk membangun konsensus baru dengan koalisi lama; PDI Perjuangan atau Demokrat,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan koalisi antara Gerindra-PKB merupakan sejarah baru bagi kedua partai. PKB sebetulnya memiliki sejarah panjang justru dengan dua partai lain yang kemungkinan besar akan menjadi kompetitor pada gelaran Pemilu 2024, yaitu PDIP dan Demokrat.
“Ada beberapa pandangan bahwa koalisi gemuk atau tenda besar ini akan menyulitkan distribusi kerja-kerja politik jika ke depan koalisi ini memenangkan pemilu. Belum lagi masalah lain yang mungkin muncul dalam proses perjalanan pemerintahan yaitu distribusi kekuasaan,” pungkasnya.
Pengamat politik Yudha Kurniawan menilai kehadiran Golkar dan PAN mempengaruhi konsensus kerja sama politik yang dikenal dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Piagam KKIR diketahui menjadi pijakan awal bagi koalisi Gerindra dan PKB dalam menghadapi gelaran Pemilu 2024.
Salah satu konsensusnya adalah cawapres yang akan dipilih mendampingi Prabowo tentu harus disetujui oleh Cak Imin selaku Ketua Umum PKB. “Masuknya partai peserta baru dalam KKIR mulai memiliki pengaruh pada konsensus politik yang telah dicapai Gerindra-PKB,” ujar Yudha, Rabu (16/8/2023).
Yudha menuturkan pascadeklarasi Golkar dan PAN juga muncul narasi perdebatan nama baru koalisi, penegasan posisi PKB dalam penentuan cawapres, dan arah koalisi tenda besar tersebut ke depan.
“Bagi PKB, dengan masuknya partai-partai lain ke dalam koalisi, muncul kebutuhan untuk mempertegas Piagam KKIR sebagai pijakan awal koalisi. Hal ini menjadi bagian dari upaya untuk memastikan nilai tawar yang besar bagi posisi PKB di dalam koalisi dalam menentukan arah koalisi ke depan,” ujarnya.
Dia menuturkan, dukungan yang begitu cepat terhadap Prabowo tentunya sarat dengan berbagai kepentingan politik dari partai-partai pemilu mengingat waktu yang semakin mendekati pelaksanaan pemilu. “Pascadeklarasi dukungan, belum terlihat sikap partai-partai lain terkait dengan Piagam KKIR. Di sini peran Partai Gerindra juga sangat penting untuk mendorong partai-partai lain menghormati piagam KKIR,” ujar Yudha.
Selain itu, dalam dinamika politik, Yudha menilai tentu saja berbagai kemungkinan bisa terjadi, termasuk melakukan kalibrasi ulang terhadap konsensus koalisi politik. “Ada dua hal yang mungkin bisa ditempuh para partai koalisi pendukung Prabowo. Pertama, melakukan kalibrasi ulang atas Piagam KKIR tanpa menegasikan peran PKB sebagai koalisi awal, dan tentu saja yang kedua, belum terlambat bagi PKB untuk membangun konsensus baru dengan koalisi lama; PDI Perjuangan atau Demokrat,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan koalisi antara Gerindra-PKB merupakan sejarah baru bagi kedua partai. PKB sebetulnya memiliki sejarah panjang justru dengan dua partai lain yang kemungkinan besar akan menjadi kompetitor pada gelaran Pemilu 2024, yaitu PDIP dan Demokrat.
“Ada beberapa pandangan bahwa koalisi gemuk atau tenda besar ini akan menyulitkan distribusi kerja-kerja politik jika ke depan koalisi ini memenangkan pemilu. Belum lagi masalah lain yang mungkin muncul dalam proses perjalanan pemerintahan yaitu distribusi kekuasaan,” pungkasnya.
(rca)