Kebebasan Berdemokrasi Harus Sesuai dengan Norma Bangsa Indonesia

Sabtu, 12 Agustus 2023 - 19:42 WIB
loading...
Kebebasan Berdemokrasi Harus Sesuai dengan Norma Bangsa Indonesia
Pengamat politik, Prof Sri Yunanto menilai kebebasan berdemokrasi sepatutnya dilakukan sesuai dengan norma, nilai, dan hukum yang berlaku di Indonesia. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Kritikan tajam Rocky Gerung ke pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sebagian pihak tidak sesuai dengan nilai kesantunan bangsa Indonesia. Kebebasan berdemokrasi sepatutnya dilakukan sesuai dengan norma, nilai, dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Pengamat politik, Prof Sri Yunanto menilai, seorang figur publik yang bicara di depan umum, seharusnya menyadari punya tanggung jawab lebih besar dalam memilih diksi dalam menyampaikan pikirannya. Norma dan nilai yang berlaku di masyarakat selayaknya menjadi acuan moralitas siapa pun dalam bersikap, apalagi jika ia menjadi panutan banyak orang.

"Jika dalam menyampaikan pendapat dilakukan tidak dengan beretika, bukan hanya bangsa ini nanti tidak menjadi bangsa yang beradab dan bermoral, tapi juga akan berpotensi menimbulkan konflik. Ungkapan-ungkapan tidak etis bisa saja menyulut emosi seseorang. Mungkin orang yang menjadi sasaran pembicaraan bisa saja terima dengan lapang dada, tapi apakah pengikutnya punya kemampuan yang sama?" kata Sri Yunanto di Jakarta, Sabtu (12/8/2023).



Akademisi ini mengkhawatirkan jika tindakan tidak beretika itu tidak diproses melalui jalur hukum, bisa menjadi preseden buruk di kemudian hari. Siapa pun bisa saja mengatakan kalimat yang yang penuh diksi penghinaan, baik pada presiden saat ini, calon presiden, ataupun presiden selanjutnya, berdasarkan ketidaksukaannya, kemudian dibiarkan begitu saja.

"Jadi jangan sampai apa yang disampaikan jadi preseden, kemudian ada anggapan bahwa menyampaikan kritik bisa menggunakan kata-kata yang begitu jorok dan kasar. Rocky Gerung saja tidak diproses hukum, berarti saya juga boleh dong berbuat demikian. Anggapan seperti ini kan bahaya sekali," kata Sri Yunanto.

Menurutnya, perspektif hukum itu tidak boleh ditafsirkan menurut kemauan sendiri. Misalnya, jika ada benda yang disebut dengan gelas, itu berarti persepsi masyarakat memang menyebutnya sebagai gelas.



"Lalu dengan menafsirkan sendiri, kemudian ada orang yang mengatakan bahwa ini bukan gelas, Ini adalah bola. Bersikukuh memiliki persepsi yang sangat jauh dari pandangan umum. Pada proses hukum, nantinya akan diuji persepsi tersebut. Menurut orang lain, jaksa, pengacara, dan saksi ahli akan diminta pendapatnya. Akhirnya, hakim lah yang berhak memutuskan bahwa barang ini adalah gelas, bukan bola," katanya.

Apakah sebuah ungkapan dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau tidak, kata Sri Yunanto, nanti hukum yang menentukan. Mulai dari tahap yang paling awal, misalnya verifikasi, penyelidikan, penyidikan, kemudian dilaporkan menjadi BAP (Berita Acara Pemeriksaan) hingga persidangan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1370 seconds (0.1#10.140)