Cinta Jenderal Kopassus Ini Tertambat di Atas Vespa Biru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tantangan sang komandan membuat perwira Kopassus ini memberanikan diri mengikuti gadis dengan Vespa biru yang melintas di depan mes tentara. Setelah berhasil berkenalan, hati prajurit asal Semarang itu malah tertawan.
"Jangan mengaku perwira saya kalau kau tidak kenal dengan gadis itu," kata Kolonel Dading, Komandan Grup 2 Kopassus/Sandi Yudha Magelang (sekarang di Solo) kepada Komandan Peleton Letnan Dua (Letda) Sutiyoso dikutip dari artikel berjudul Sutiyoso dan Setyorini, Romantisme di Atas Vespa Biru dalam buku Love Story: Kisah Cinta Tokoh-Tokoh Terkemuka terbitan Harian Seputar Indonesia (2009), Minggu (6/8/2023).
Kolonel Dading dan Letda Sutiyoso memang cukup dekat. Meski berstatus atasan dan bawahan, Sutiyoso yang masih bujangan sering menyambangi Dading yang tinggal sendiri di mes tanpa mengikutsertakan keluarganya untuk keperluan tugas militer atau sekadar berbincang dan bergurau. Keduanya sama-sama pecinta motor gede Harley Davidson.
"Itu, itu, ayo kejar, ayo kejar," kata Dading suatu sore di bawah pohon mahoni di halaman mes Dan Grup 2 Kopassus yang melihat gadis mengendarai Vespa biru melintas.
Tanpa pikir panjang, Sutiyoso langsung bergegas naik Harley milik Kolonel Dading dan mengejar gadis Vespa biru. Saat itu lalu lintas kendaraan tidak begitu padat sehingga mudah saja bagi Sutiyoso mengikuti sang gadis sampai rumahnya.
Sutiyoso turun dari motor Harley pinjaman tanpa mematikan mesinnya karena takut sulit dinyalakan lagi. Prajurit kelahiran 6 Desember 1944 itu lalu memberanikan diri memencet bel rumah untuk bertamu. Namun yang keluar ternyata seorang ibu. Dengan basa-basi, Sutiyoso memperkenalkan diri sebagai perwira Kopassus. Beruntung sebagian besar masyarakat Magelang sudah familier dengan taruna-tarunan Akademi Militer (Akmil) ataupun perwira Grup 2 Kopassus.
"Saya berusaha mengakrabkan diri. Bertanya-tanya mengenai keluarga dan anak-anak si ibu," kenang Sutiyoso yang kelak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (1997-2007).
Si ibu kemudian mengenalkan satu per satu anak-anaknya. Namun Sutiyoso kebingungan siapa yang baru naik Vespa biru tadi. Setelah mencocokan satu sama lain dengan foto yang terpampang di dinding rumah, ternyata masih ada gadis yang belum keluar ruangan. Lalu dipanggillah gadis itu keluar. Namanya Setyorini.
Setelah berhasil berkenalan, Sutiyoso pamit dan kembali ke mes Kolonel Dading. Ia pun menceritakan pengalamannya mengejar gadis Vespa biru. Tepukan bangga dari Komandan Grup 2 diterima Sutiyoso di bahunya.
Nyatanya perkenalan itu tak berhenti di situ. Sutiyoso kepincut gadis yang waktu itu masih kelas 3 SMP. Hatinya terus mengajaknya untuk kembali bertandang ke rumah Setyorini.
Sutiyoso setelah lulus dari AMN tahun 1968. FOTO/WIKIPEDIA
Hubungan keduanya semakin dekat. Meski jarak usia 10 tahun tapi keduanya merasa cocok. Apalagi Setyorini juga berasal dari keluarga militer. Sutiyoso kerap mengajak sang gadis berkeliling kota Magelang. "Kita naik Vespa karena Rini takut naik Harley," kata Sutiyoso yang mengakhiri karier militernya sebagai Pangdam Jaya pada 1997 silam.
Meski sering jalan bareng, Sutiyoso dan Setyorini belum resmi pacaran. Baru setahun kemudian, sang perwira berani menyatakan cintanya. Waktu itu, Sutiyoso mengajak Rini yang sudah duduk di bangku SMA berkeliling Kota Magelang. Saat tiba di perkampungan, tiba-tiba hujan deras turun, sehingga Sutiyoso menghentikan kendaraannya dan berteduh di dapur sebuah rumah anyaman bambu (gedek).
Pakaian keduanya basah kuyup. Sutiyoso kemudian menyalakan api di tungku yang ada di dapur untuk menghangatkan badan. Di momen itulah perwira yang kelak berpangkat Letnan Jenderal (Letjen) TNI atau bintang 3 itu mengungkapkan isi hatinya.
"Saya cinta kamu," ucap Sutiyoso yang disambut hangat Rini. Keduanya pun resmi berpacaran.
Karena Rini masih duduk di bangku SMA, hubungan dengan Sutiyoso belum bisa diteruskan ke arah yang lebih serius. Keluarga menginginkan Rini menyelesaikan pendidikannya, sehingga Sutiyoso harus sabar menanti.
Sikap Sutiyoso yang sangat perhatian membuat Rini semakin kesengsem. Ia merasa sang kekasih ngemong dirinya. Rasa cinta yang besar ini membuat Rini menjadi pencemburu.
"Dia tidak bisa melihat saya parkir di tempat yang banyak perempuannya," kata Bang Yos, sapaan akrab Sutiyoso.
Tak jarang Rini ngambek tapi Sutiyoso menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Jika sudah ngambek, Jenderal Kopassus itu langsung mengeluarkan rayuan maut. "Saya bilang, kamu kan tahu, cuma kamu di hatiku," ucapnya yang membuat Rini meleleh dan tidak ngambek lagi. "Nah ajak deh makan bakso," kata Sutiyoso mengenang kisah cintanya.
Pada 1974, Sutiyoso yang berpangkat Kapten dipercaya menjadi Komandan Kompi. Ia merasa sudah saatnya memiliki istri. Selain untuk mendampingi dirinya, pasangannya juga bertugas mengurus Persatuan Istri Tentara (Persit). Selama ini, komandan peleton dan wakilnya yang mengurus Persit.
Sutiyoso kemudian meminta Rini meninggalkan bangku kuliah di ABA Magelang dan menikah dengannya. Permintaan itu dipenuhi Rini yang dilanjutkan dengan lamaran. Lamaran Sutiyoso pun diterima keluarga Rini. Keduanya akhirnya menikah.
Ada momen lucu ketika Sutiyoso dan Setyorini menikah. Setelah resepsi pernikahan, Sutiyoso yang kelak menjabat Danrem 061/Suryakencana itu pulang sendiri ke mesnya. Rini sempat bingung dengan sikap suaminya itu. Dengan diantar sang ibu, Rini kemudian menyambangi Sutiyoso di mes.
"Dalam hati, saya bertanya kok dicari-cari," kata Sutiyoso hingga akhirnya sadar bahwa ia telah menikah. Sutiyoso pun boyongan ke rumah mertua.
Tak lama tinggal di rumah mertua, Sutiyoso akhirnya nekat mengontrak sebuah rumah karena tidak mendapatkan rumah dinas. Rini yang berasal dari keluarga berada rela meninggalkan kenyamanan hidup untuk bersama Sutiyoso. Dalam keprihatianan hidup, Rini membuat jamu atau kue untuk dijual demi membantu mencukupi kebutuhan keluarga.
Tak hanya itu, Rini juga rela ditinggal tugas hingga berbulan-bulan ketika Sutiyoso ditugaskan dalam operasi rahasia di Timor-Timur. Saat ditinggal, putri pertamanya, Yessy Riana Dilliyanti baru berusia sebulan. Rini pun hanya bisa mendoakan keselamatan sang suami sambil harap-harap cemas karena tidak bisa berkomunikasi sama sekali.
Suatu hari, Rini menghadiri pemakaman seorang perwira yang gugur. Di samping makam itu, terdapat satu lubang lagi yang tidak diketahui untuk siapa. Rini pun histeris.
Perasaan Rini semakin tidak keruan karena rangsel sang suami pulang ke rumah tanpa pemiliknya. Sutiyoso yang mendapat izin pulang ke Magelang untuk melanjutkan sekolah intelijen, dipanggil ke Jakarta untuk membuat laporan. Karena itu, ia mengirimkan barang bawaannya terlebih dahulu ke Magelang.
"Tahu pulang cuma rangsel, istri saya pingsan lagi," katanya.
Esok harinya, Sutiyoso pulang ke Magelang dari Jakarta. Begitu melihat sang suami, Rini kembali pingsan. "Dikiranya ia bertemu dengan mayat yang hidup lagi," tutur Sutiyoso sambil tersenyum mengenang peristiwa masa lalu.
Jalan panjang berliku dilalui Sutiyoso dan Setyorini. Kini pasangan yang dikaruniai dua putri, Yessy Riana Dilliyanti dan Renny Yosnita Ariyanti, tinggal menikmati manisnya hidup. Sutiyoso tak hanya sukses di militer tapi juga birokrasi setelah pensiun. Dia pernah menjabat Gubernur DKI Jakarta dua periode (1997-2002, 2002-2007). Selain itu, Sutiyoso juga sempat diberikan kepercayaan menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada 2015-2016.
"Jangan mengaku perwira saya kalau kau tidak kenal dengan gadis itu," kata Kolonel Dading, Komandan Grup 2 Kopassus/Sandi Yudha Magelang (sekarang di Solo) kepada Komandan Peleton Letnan Dua (Letda) Sutiyoso dikutip dari artikel berjudul Sutiyoso dan Setyorini, Romantisme di Atas Vespa Biru dalam buku Love Story: Kisah Cinta Tokoh-Tokoh Terkemuka terbitan Harian Seputar Indonesia (2009), Minggu (6/8/2023).
Kolonel Dading dan Letda Sutiyoso memang cukup dekat. Meski berstatus atasan dan bawahan, Sutiyoso yang masih bujangan sering menyambangi Dading yang tinggal sendiri di mes tanpa mengikutsertakan keluarganya untuk keperluan tugas militer atau sekadar berbincang dan bergurau. Keduanya sama-sama pecinta motor gede Harley Davidson.
"Itu, itu, ayo kejar, ayo kejar," kata Dading suatu sore di bawah pohon mahoni di halaman mes Dan Grup 2 Kopassus yang melihat gadis mengendarai Vespa biru melintas.
Tanpa pikir panjang, Sutiyoso langsung bergegas naik Harley milik Kolonel Dading dan mengejar gadis Vespa biru. Saat itu lalu lintas kendaraan tidak begitu padat sehingga mudah saja bagi Sutiyoso mengikuti sang gadis sampai rumahnya.
Sutiyoso turun dari motor Harley pinjaman tanpa mematikan mesinnya karena takut sulit dinyalakan lagi. Prajurit kelahiran 6 Desember 1944 itu lalu memberanikan diri memencet bel rumah untuk bertamu. Namun yang keluar ternyata seorang ibu. Dengan basa-basi, Sutiyoso memperkenalkan diri sebagai perwira Kopassus. Beruntung sebagian besar masyarakat Magelang sudah familier dengan taruna-tarunan Akademi Militer (Akmil) ataupun perwira Grup 2 Kopassus.
"Saya berusaha mengakrabkan diri. Bertanya-tanya mengenai keluarga dan anak-anak si ibu," kenang Sutiyoso yang kelak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (1997-2007).
Si ibu kemudian mengenalkan satu per satu anak-anaknya. Namun Sutiyoso kebingungan siapa yang baru naik Vespa biru tadi. Setelah mencocokan satu sama lain dengan foto yang terpampang di dinding rumah, ternyata masih ada gadis yang belum keluar ruangan. Lalu dipanggillah gadis itu keluar. Namanya Setyorini.
Setelah berhasil berkenalan, Sutiyoso pamit dan kembali ke mes Kolonel Dading. Ia pun menceritakan pengalamannya mengejar gadis Vespa biru. Tepukan bangga dari Komandan Grup 2 diterima Sutiyoso di bahunya.
Nyatanya perkenalan itu tak berhenti di situ. Sutiyoso kepincut gadis yang waktu itu masih kelas 3 SMP. Hatinya terus mengajaknya untuk kembali bertandang ke rumah Setyorini.
Sutiyoso setelah lulus dari AMN tahun 1968. FOTO/WIKIPEDIA
Hubungan keduanya semakin dekat. Meski jarak usia 10 tahun tapi keduanya merasa cocok. Apalagi Setyorini juga berasal dari keluarga militer. Sutiyoso kerap mengajak sang gadis berkeliling kota Magelang. "Kita naik Vespa karena Rini takut naik Harley," kata Sutiyoso yang mengakhiri karier militernya sebagai Pangdam Jaya pada 1997 silam.
Meski sering jalan bareng, Sutiyoso dan Setyorini belum resmi pacaran. Baru setahun kemudian, sang perwira berani menyatakan cintanya. Waktu itu, Sutiyoso mengajak Rini yang sudah duduk di bangku SMA berkeliling Kota Magelang. Saat tiba di perkampungan, tiba-tiba hujan deras turun, sehingga Sutiyoso menghentikan kendaraannya dan berteduh di dapur sebuah rumah anyaman bambu (gedek).
Pakaian keduanya basah kuyup. Sutiyoso kemudian menyalakan api di tungku yang ada di dapur untuk menghangatkan badan. Di momen itulah perwira yang kelak berpangkat Letnan Jenderal (Letjen) TNI atau bintang 3 itu mengungkapkan isi hatinya.
"Saya cinta kamu," ucap Sutiyoso yang disambut hangat Rini. Keduanya pun resmi berpacaran.
Karena Rini masih duduk di bangku SMA, hubungan dengan Sutiyoso belum bisa diteruskan ke arah yang lebih serius. Keluarga menginginkan Rini menyelesaikan pendidikannya, sehingga Sutiyoso harus sabar menanti.
Sikap Sutiyoso yang sangat perhatian membuat Rini semakin kesengsem. Ia merasa sang kekasih ngemong dirinya. Rasa cinta yang besar ini membuat Rini menjadi pencemburu.
"Dia tidak bisa melihat saya parkir di tempat yang banyak perempuannya," kata Bang Yos, sapaan akrab Sutiyoso.
Tak jarang Rini ngambek tapi Sutiyoso menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Jika sudah ngambek, Jenderal Kopassus itu langsung mengeluarkan rayuan maut. "Saya bilang, kamu kan tahu, cuma kamu di hatiku," ucapnya yang membuat Rini meleleh dan tidak ngambek lagi. "Nah ajak deh makan bakso," kata Sutiyoso mengenang kisah cintanya.
Pada 1974, Sutiyoso yang berpangkat Kapten dipercaya menjadi Komandan Kompi. Ia merasa sudah saatnya memiliki istri. Selain untuk mendampingi dirinya, pasangannya juga bertugas mengurus Persatuan Istri Tentara (Persit). Selama ini, komandan peleton dan wakilnya yang mengurus Persit.
Sutiyoso kemudian meminta Rini meninggalkan bangku kuliah di ABA Magelang dan menikah dengannya. Permintaan itu dipenuhi Rini yang dilanjutkan dengan lamaran. Lamaran Sutiyoso pun diterima keluarga Rini. Keduanya akhirnya menikah.
Ada momen lucu ketika Sutiyoso dan Setyorini menikah. Setelah resepsi pernikahan, Sutiyoso yang kelak menjabat Danrem 061/Suryakencana itu pulang sendiri ke mesnya. Rini sempat bingung dengan sikap suaminya itu. Dengan diantar sang ibu, Rini kemudian menyambangi Sutiyoso di mes.
"Dalam hati, saya bertanya kok dicari-cari," kata Sutiyoso hingga akhirnya sadar bahwa ia telah menikah. Sutiyoso pun boyongan ke rumah mertua.
Tak lama tinggal di rumah mertua, Sutiyoso akhirnya nekat mengontrak sebuah rumah karena tidak mendapatkan rumah dinas. Rini yang berasal dari keluarga berada rela meninggalkan kenyamanan hidup untuk bersama Sutiyoso. Dalam keprihatianan hidup, Rini membuat jamu atau kue untuk dijual demi membantu mencukupi kebutuhan keluarga.
Tak hanya itu, Rini juga rela ditinggal tugas hingga berbulan-bulan ketika Sutiyoso ditugaskan dalam operasi rahasia di Timor-Timur. Saat ditinggal, putri pertamanya, Yessy Riana Dilliyanti baru berusia sebulan. Rini pun hanya bisa mendoakan keselamatan sang suami sambil harap-harap cemas karena tidak bisa berkomunikasi sama sekali.
Suatu hari, Rini menghadiri pemakaman seorang perwira yang gugur. Di samping makam itu, terdapat satu lubang lagi yang tidak diketahui untuk siapa. Rini pun histeris.
Perasaan Rini semakin tidak keruan karena rangsel sang suami pulang ke rumah tanpa pemiliknya. Sutiyoso yang mendapat izin pulang ke Magelang untuk melanjutkan sekolah intelijen, dipanggil ke Jakarta untuk membuat laporan. Karena itu, ia mengirimkan barang bawaannya terlebih dahulu ke Magelang.
"Tahu pulang cuma rangsel, istri saya pingsan lagi," katanya.
Esok harinya, Sutiyoso pulang ke Magelang dari Jakarta. Begitu melihat sang suami, Rini kembali pingsan. "Dikiranya ia bertemu dengan mayat yang hidup lagi," tutur Sutiyoso sambil tersenyum mengenang peristiwa masa lalu.
Jalan panjang berliku dilalui Sutiyoso dan Setyorini. Kini pasangan yang dikaruniai dua putri, Yessy Riana Dilliyanti dan Renny Yosnita Ariyanti, tinggal menikmati manisnya hidup. Sutiyoso tak hanya sukses di militer tapi juga birokrasi setelah pensiun. Dia pernah menjabat Gubernur DKI Jakarta dua periode (1997-2002, 2002-2007). Selain itu, Sutiyoso juga sempat diberikan kepercayaan menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada 2015-2016.
(abd)