Denny JA Dorong Kaum Perempuan Aktif Merebut Tafsir Agama

Sabtu, 29 Juli 2023 - 17:18 WIB
loading...
A A A
"Itulah makna dari rumusannya bahwa agama adalah warisan kultural milik bersama umat manusia. Dengan rumusan ini, maka agama muncul dengan wajah yang humanis," ungkap Gaus.

Menurut Gaus, jika agama semata-mata hanya diperlakukan sebagai wahyu, maka ia hanya hanya akan berada di ruang kesadaran ilahiah dan individual. Tapi, dengan menjadikan agama sebagai warisan kultural atau produk budaya, atau bahasa sosiologinya fakta sosial, maka ia dapat diihat perkembangannya di tengah masyarakat melalui riset empiris dan penelitian kuantitatif.

Karena itu, kata Gaus, di sinilah kontribusi penting Denny JA sebagai ilmuwan sosial yang melihat agama sebagai fenomena sosial yang dapat diteliti, bukan sebuah nubuwat tentang perkara-perkara gaib.

Terkait perebutan tafsir agama, Gaus mengutip pandangan Weber tentang tindakan sosial. Budaya patriarki tidak lain ialah tindakan sosial tradisional yang terus diulang-ulang, padahal merugikan kelompok gender perempuan.

"Dasar dari tindakan sosial tersebut ialah tafsir. Nah, yang harus direbut ialah tafsir yang berpihak pada kebebasan perempuan untuk menentukan diri mereka sendiri, bukan ditentukan oleh orang lain. Lelaki. Tafsir itu harus diwujudkan dalam tindakan sosial yang baru, sehingga terbentuk budaya baru sebagai tandingan dari budaya patriarki," ujar Gaus.

Dalam sesi tanggapan, Suster Ruvina Sitorus menegaskan tentang pentingnya memupuk kerja sama di antara keragaman agama di tingkat akar rumput. "Keragaman itu indah. Ketika kita melebur ke dalam keragaman, maka kita akan bahagia," tegasnya.

Sembilan Pemikiran Denny JA

Adapun buku Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA Soal Agama di Era Google” diterbitkan oleh Cerah Budaya Indonesia (CBI) pada Maret 2023. Di dalamnya terdapat sembilan bab yang masing-masing membahas mengenai aspek-aspek pemikiran Denny JA seputar femomena agama mutakhir dan spiritualitas.

Ada Sembilan bab dalam buku tersebut. Bab 1, Iman Berbasis Riset. Bab 2, Manusia: Dengan atau Tanpa Agama. Bab 3, Kitab Suci di Abad 21. Bab 4, Moderasi Beragama dan Kesetaraan Warga. Bab 5, Hijrah Menuju Demokrasi. Bab 6, Perebutan Tafsir Agama. Bab 7, Menggandeng Sains dan Jalaluddin Rumi. Bab 8, Spiritualitas Baru Abad 21. Bab 9, Agama: Warisan Kultural Milik Bersama Umat Manusia.

Gaus juga meringkas pemikiran Denny JA seputar agama di era Google dalam sembilan butir. Pertama, pentingnya pendekatan kuantitatif untuk membuat perbandingan soal peran agama di masyarakat. Kedua, para arkeolog berjasa mengkonstruksi ulang kisah agama. Ketiga, setelah Nabi tiada, tiada pula tafsir tunggal agama, yang tersisa adalah perebutan tafsir. Sehingga, penting kita memilih tafsir yang sesuai dengan prinsip HAM.

Keempat, Muslim Eropa memgembangkan tafsir Islamnya sendiri yang sesuai dengan kultur Eropa. Kita pun di Indonesia tak perlu terikat dengan tafsir kultur Timur Tengah. Kelima, bagi yang tak meyakini agama, maka dapat menikmatinya sebagai sastra. Apa yang terjadi pada kitab suci La Galigo dapat juga terjadi pada agama lain.

Keenam, pentingnya mencari intisari semua agama berdasarkan the science of happiness dan neuro science. Denny JA mengembangkan spirituality of happiness. Ketujuh, mendekati agama sebagai kekayaan kultural milik bersama. Merayakan hari besar agama lain sebagai social gathering lintas agama.

Kedelapan, LGBT sebagai isu HAM masa kini. Pentingnya mengembangkan tafsir agama yang tidak mendiskriminasi kaum LGBT. Kesembilan, perlunya menggandeng Science dan Jalaluddin Rumi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1739 seconds (0.1#10.140)