Dihadiri 200 Penghafal Al-Qur’an, JQH NU Gelar Rakernas Satukan Langkah Bangun Peradaban
loading...
A
A
A
“Sampai saat ini, PQ dikelola dan dikembangkan secara swadaya oleh masyarakat. Guru-guru ngaji belum diberikan penghargaan yang sepadan dengan jerih payah dan kontribusi mereka dalam mencerdaskan anak bangsa,” tegasnya.
Secara regulatif, lanjut dia, peraturan perundang-undangan yang ada juga belum mengakomodir PQ secara berimbang. Dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, PP PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan dan segenap turunanya, hanya mencantumkan PQ menjadi bagian kecil dari sistem pendidikan nasional.
PQ ditempatkan sebagai suplemen dan pelengkap dari sistem pendidikan formal yang ada. Bahkan dalam Kurikulum Tigabelas, PQ hanya diberi waktu 2 jam per minggu.
“Tentu hal inilah yang perlu menjadi perhatian bersama agar PQ dan ahli Al-Qur’an ke depan benar-benar mendapat tempat yang layak di negeri ini,” urai politisi hafidz ini.
Sementara Ketua Panitia Rakernas Jahid Lukman mengatakan, selain seminar agenda inti Rakernas membahas tiga hal penting yang diformat dalam beberapa komisi.
Pertama, komisi organisasi yang akan membahas draf perubahan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga JQH NU.
Kedua, komisi program yang akan mengevaluasi program yang telah berjalan dan membahas rencana program kerja yang akan diusulkan untuk kepengurusan mendatang.
Ketiga, komisi tausyiyah yang membahas mengenai rekomendasi baik secara internal maupun eksternal, baik mengenai persoalan keagamaan dan kebangsaan, maupun persoalan ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan.
“Di samping itu, digelar pula rapat khusus tentang rencana pembentukan konsorsium dan/atau asosiasi Metode Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) yang ada di lingkungan NU,” katanya.
Ada sekitar 10 utusan pengurus Metode BTQ yang hadir dan rata-rata mereka adalah para penulis dan pemilik metode.
Secara regulatif, lanjut dia, peraturan perundang-undangan yang ada juga belum mengakomodir PQ secara berimbang. Dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, PP PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan dan segenap turunanya, hanya mencantumkan PQ menjadi bagian kecil dari sistem pendidikan nasional.
PQ ditempatkan sebagai suplemen dan pelengkap dari sistem pendidikan formal yang ada. Bahkan dalam Kurikulum Tigabelas, PQ hanya diberi waktu 2 jam per minggu.
“Tentu hal inilah yang perlu menjadi perhatian bersama agar PQ dan ahli Al-Qur’an ke depan benar-benar mendapat tempat yang layak di negeri ini,” urai politisi hafidz ini.
Sementara Ketua Panitia Rakernas Jahid Lukman mengatakan, selain seminar agenda inti Rakernas membahas tiga hal penting yang diformat dalam beberapa komisi.
Pertama, komisi organisasi yang akan membahas draf perubahan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga JQH NU.
Kedua, komisi program yang akan mengevaluasi program yang telah berjalan dan membahas rencana program kerja yang akan diusulkan untuk kepengurusan mendatang.
Ketiga, komisi tausyiyah yang membahas mengenai rekomendasi baik secara internal maupun eksternal, baik mengenai persoalan keagamaan dan kebangsaan, maupun persoalan ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan.
“Di samping itu, digelar pula rapat khusus tentang rencana pembentukan konsorsium dan/atau asosiasi Metode Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) yang ada di lingkungan NU,” katanya.
Ada sekitar 10 utusan pengurus Metode BTQ yang hadir dan rata-rata mereka adalah para penulis dan pemilik metode.