RUU Cipta Kerja Dikebut, Demokrat Curiga Banyak Kepentingan Gelap
loading...
A
A
A
“Dengan dalih kepentingan apapun, pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa kepentingan masyarakat diatas segala-galanya,” tegasnya.
(Baca: Jadi Celah Tarif Naik, SP Ketenagalistrikan Minta RUU Ciptaker Distop)
Untuk menjawab kekawatiran publik, dia menambahkan, pemerintah dan DPR harus transparan dan melibatkan publik sebanyak mungkin. UU harus dibahas dalam dengan suasana yang tenang, tanpa harus diburu-buru oleh waktu, apalagi kepentingan. Karena, UU harus dipastikan menjadi payung hukum dan melindungi kepentingan masyarakat.
Terlebih, sambung Ketua Departemen Hukum dan HAM Partai Demokrat ini, untuk kepentingan yang sangat mendesak dengan kategori kegentingan yang memaksa, sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia sudah memberikan hak istimewa kepada presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Sehingga, tidak boleh DPR dan pemerintah dalam membahas UU mendasarkan kepada basis ukuran waktu dan kepentingan sebagaimana menjadi alasan Perppu.
“Hati-hati! UU yang dibahas secara tidak terbuka, terkesan tertutup dan diburu-buru waktu bisa melahirkan UU yang tidak pro kepentingan rakyat dan berakhir kepada penolakan. Lantas Presiden dan DPR yang dipilih oleh rakyat menjadi representasi kepentingan siapa? Kepentingan pemilik modal? Kepentingan asing? Mudah-mudahan pemerintah dan DPR tetap memegang teguh nuraninya,” pungkasnya.
(Baca: Jadi Celah Tarif Naik, SP Ketenagalistrikan Minta RUU Ciptaker Distop)
Untuk menjawab kekawatiran publik, dia menambahkan, pemerintah dan DPR harus transparan dan melibatkan publik sebanyak mungkin. UU harus dibahas dalam dengan suasana yang tenang, tanpa harus diburu-buru oleh waktu, apalagi kepentingan. Karena, UU harus dipastikan menjadi payung hukum dan melindungi kepentingan masyarakat.
Terlebih, sambung Ketua Departemen Hukum dan HAM Partai Demokrat ini, untuk kepentingan yang sangat mendesak dengan kategori kegentingan yang memaksa, sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia sudah memberikan hak istimewa kepada presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Sehingga, tidak boleh DPR dan pemerintah dalam membahas UU mendasarkan kepada basis ukuran waktu dan kepentingan sebagaimana menjadi alasan Perppu.
“Hati-hati! UU yang dibahas secara tidak terbuka, terkesan tertutup dan diburu-buru waktu bisa melahirkan UU yang tidak pro kepentingan rakyat dan berakhir kepada penolakan. Lantas Presiden dan DPR yang dipilih oleh rakyat menjadi representasi kepentingan siapa? Kepentingan pemilik modal? Kepentingan asing? Mudah-mudahan pemerintah dan DPR tetap memegang teguh nuraninya,” pungkasnya.
(muh)