Kudatuli, Gus Dur dan Megawati Jadi Simbol Perlawanan Saat Itu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 atau disebut Kudatuli tercatat menjadi salah satu tragedi kelam di era Orde Baru. Kala itu, terjadi serangan terhadap Kantor DPP PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri di Jakarta yang memicu serangan balasan terhadap kekuatan pendukung Soeharto di berbagai daerah.
(Baca juga: Refleksi Kudatuli, Milenial Harus Belajar dari Sejarah)
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim memiliki memori sejarah terkait peristiwa Kudatuli. Ia menilai, peristiwa berdarah ini menjadi bagian dari kristalisasi perlawanan rakyat di berbagai daerah terhadap rezim otoriter Orde Baru.
"Jauh sebelumnya, kelompok-kelompok kecil mahasiswa dan rakyat sudah bergerak sporadis di berbagai daerah dengan berbagi isu terkait penindasan rakyat oleh rezim. Sasaran utamanya, menjatuhkan rezim otoriter Orde Baru," kata Luqman, Senin (27/7/2020).
(Baca juga: Refleksi Peristiwa Kudatuli, PDIP Surabaya Ajak Anak Muda Melek Sejarah)
Luqman yang juga Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan PP GP Ansor ini mengatakan, simbol perlawanan terhadap Orde Baru tidak luput dari dua tokoh bangsa yakni KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri.
Kedua tokoh ini menjadi kunci perlawanan rakyat terhadap kesewenang-wenangan penguasa Orde Baru. Hingga akhirnya demokratisasi bisa dimulai di Indonesia.
"Gus Dur dan Megawati, kedua tokoh ini menjadi simbol perlawanan terhadap orde baru. Selama Orba berkuasa, kaum Nahdliyin dan Marhaenis adalah elemen paling ditindas. Puncaknya, 21 Mei 1998, Soeharto dipaksa mundur oleh gerakan rakyat dan mahsiswa. Dimulailah era demokrasi di negeri ini," kata Luqman.
Lihat Juga: Tanggapan Berbagai Partai Politik soal Jokowi Dipecat PDIP, Ada yang Siap Menerimanya Bergabung?
(Baca juga: Refleksi Kudatuli, Milenial Harus Belajar dari Sejarah)
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim memiliki memori sejarah terkait peristiwa Kudatuli. Ia menilai, peristiwa berdarah ini menjadi bagian dari kristalisasi perlawanan rakyat di berbagai daerah terhadap rezim otoriter Orde Baru.
"Jauh sebelumnya, kelompok-kelompok kecil mahasiswa dan rakyat sudah bergerak sporadis di berbagai daerah dengan berbagi isu terkait penindasan rakyat oleh rezim. Sasaran utamanya, menjatuhkan rezim otoriter Orde Baru," kata Luqman, Senin (27/7/2020).
(Baca juga: Refleksi Peristiwa Kudatuli, PDIP Surabaya Ajak Anak Muda Melek Sejarah)
Luqman yang juga Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan PP GP Ansor ini mengatakan, simbol perlawanan terhadap Orde Baru tidak luput dari dua tokoh bangsa yakni KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri.
Kedua tokoh ini menjadi kunci perlawanan rakyat terhadap kesewenang-wenangan penguasa Orde Baru. Hingga akhirnya demokratisasi bisa dimulai di Indonesia.
"Gus Dur dan Megawati, kedua tokoh ini menjadi simbol perlawanan terhadap orde baru. Selama Orba berkuasa, kaum Nahdliyin dan Marhaenis adalah elemen paling ditindas. Puncaknya, 21 Mei 1998, Soeharto dipaksa mundur oleh gerakan rakyat dan mahsiswa. Dimulailah era demokrasi di negeri ini," kata Luqman.
Lihat Juga: Tanggapan Berbagai Partai Politik soal Jokowi Dipecat PDIP, Ada yang Siap Menerimanya Bergabung?
(maf)