UU Pemilu Butuh Perbaikan, Komisi II Akui Masih Banyak Kecurangan dalam Pileg
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ritual lima tahun di Indonesia salah satunya penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) . Seiring dengan itu, biasanya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi undang-undang (UU) pesta demokrasi itu.
Komisi II DPR sempat menggaungkan pembahasan dalam rangka revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahkan, sempat muncul perdebatan di publik tentang rencana peningkatan ambang batas parlemen dari 4% menjadi 7%. (Baca juga: Gugat Cerai ke Pengadilan, Ribuan Orang di Ciamis Bakal Menjanda-Menduda)
Namun, Anggota Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan belum ada pembicaraan baik selintas maupun mendalam. Dia menuturkan pernah mengungkapkan kepada teman-teman di Komisi II dengan setengah becanda 'penyusunan RUU Pemilu ini hanya bonggol-bonggol saja'.
Pembahasan revisi UU Pemilu ini seharusnya mendetail. Apalagi dalam evaluasi sebelumnya ditemukan kecurangan-kecurangan dan fungsi pengawasan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kurang begitu berjalan.
“Itu bisa jadi karena norma-normanya kurang tegas dan bertele-tele. Intinya, banyak persoalan dalam hal keadilan pemilu,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Memperkuat Keadilan Pemilu Melalui Penataan Sengketa Proses Dalam RUU Pemilu”, Minggu (26/7/2020).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengakui dalam pelaksanaan pemilihan legislatif (Pileg) masih banyak terjadi kecurangan-kecurangan. Kabar buruknya, tindakan curang itu ada yang tidak terbukti ketika diseret ke proses hukum.
“Persoalan itu belum menjadi pembicaraan teman-teman di Komisi II. Saya belum melihat ada fraksi mengusulkan bagaimana melakukan perbaikan untuk keadilan pemilu,” tuturnya. (Baca juga: Wow! Pemerintah Buru Harta Karun Batangan Emas di Dasar Laut)
Dia menambahkan penyusunan RUU Pemilu langsung dijalan cepat dan masuk ke Badan Legislasi (Baleg). Tujuannya, agar tidak berlarut-larut pembahasan di Komisi II. Nanti, DPR akan membahas dengan pemerintah. “Pada Pemilu 2019, penyusunan itu butuh waktu setahun,” katanya.
Komisi II DPR sempat menggaungkan pembahasan dalam rangka revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahkan, sempat muncul perdebatan di publik tentang rencana peningkatan ambang batas parlemen dari 4% menjadi 7%. (Baca juga: Gugat Cerai ke Pengadilan, Ribuan Orang di Ciamis Bakal Menjanda-Menduda)
Namun, Anggota Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan belum ada pembicaraan baik selintas maupun mendalam. Dia menuturkan pernah mengungkapkan kepada teman-teman di Komisi II dengan setengah becanda 'penyusunan RUU Pemilu ini hanya bonggol-bonggol saja'.
Pembahasan revisi UU Pemilu ini seharusnya mendetail. Apalagi dalam evaluasi sebelumnya ditemukan kecurangan-kecurangan dan fungsi pengawasan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kurang begitu berjalan.
“Itu bisa jadi karena norma-normanya kurang tegas dan bertele-tele. Intinya, banyak persoalan dalam hal keadilan pemilu,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Memperkuat Keadilan Pemilu Melalui Penataan Sengketa Proses Dalam RUU Pemilu”, Minggu (26/7/2020).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengakui dalam pelaksanaan pemilihan legislatif (Pileg) masih banyak terjadi kecurangan-kecurangan. Kabar buruknya, tindakan curang itu ada yang tidak terbukti ketika diseret ke proses hukum.
“Persoalan itu belum menjadi pembicaraan teman-teman di Komisi II. Saya belum melihat ada fraksi mengusulkan bagaimana melakukan perbaikan untuk keadilan pemilu,” tuturnya. (Baca juga: Wow! Pemerintah Buru Harta Karun Batangan Emas di Dasar Laut)
Dia menambahkan penyusunan RUU Pemilu langsung dijalan cepat dan masuk ke Badan Legislasi (Baleg). Tujuannya, agar tidak berlarut-larut pembahasan di Komisi II. Nanti, DPR akan membahas dengan pemerintah. “Pada Pemilu 2019, penyusunan itu butuh waktu setahun,” katanya.
(kri)