Tantangan Penyelenggaraan Haji Tahun 2023
loading...
A
A
A
Marzuki Wahid
Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan Mudir Ma'had Aly Kebon Jambu, Cirebon
IBADAH haji adalah ritualitas tahunan yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan (istitha'ah). Bagi umat Islam Indonesia, haji adalah hal yang biasa. Setiap tahun, umat Islam Indonesia selalu menyumbangkan jumlah jemaah haji terbanyak di Arab Saudi.
Sebetulnya karena saking rutinnya, sistem penyelenggaraan haji telah berjalan secara otomatis, sejak persiapan di Tanah Air maupun praksis ibadah di Makkah dan Madinah. Namun, musim haji tahun 2023 tampak lebih menantang. Kondisi jemaah haji Indonesia berbeda dengan tahun sebelumnya.
Jemaah haji Indonesia tahun ini memenuhi kuota 100 persen, berjumlah 221.000 orang, ditambah kuota tambahan sekitar 7.000-an, sehingga total sekitar 228.000 orang.
Rinciannya adalah jemaah haji yang berusia di atas 95 tahun berjumlah 555 orang (0,8%), yang berusia 85-94 tahun berjumlah 7.680 orang (11,5%), yang berusia 75-84 tahun berjumlah 12.912 orang (19,3%), dan yang berusia 65-74 tahun berjumlah 45.796 orang (68,4%).
Saya tidak memiliki data yang pasti, tetapi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, dari 26,82 juta lansia di Indonesia, sebanyak 52,95% berjenis kelamin perempuan. Sementara, lansia laki-laki 47,05%. Artinya, jumlah lansia perempuan mendominasi jemaah haji Indonesia tahun ini.
Penting juga diketahui bahwa lansia laki-laki pada umumnya masih berstatus menikah, sementara lansia perempuan rata-rata sudah menjanda, karena ditinggal mati suaminya atau bercerai sebelumnya.
Data BPS 2020 menyebutkan rata-rata lansia laki-laki maupun perempuan hanya bersekolah sampai kelas 5 SD atau sederajat. Dari jumlah total lansia, yang mengalami sakit mencapai seperempatnya (24,35%). Artinya 1 dari 4 lansia mengalami sakit dengan berbagai jenisnya.
Pertama, ada lansia yang mandiri. Meskipun lansia, tetapi jemaah haji ini masih bisa mengatur dirinya secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Panca indera dan fisiknya masih sehat dan berfungsi dengan baik untuk menjalankan seluruh rangkaian ibadah haji.
Kedua, ada lansia yang sakit. Data BPS 2020, sebanyak 24,35% lansia mengalami sakit dengan berbagai jenisnya, sehingga membutuhkan penanganan khusus.
Sakit di sini bisa sakit fisik atau mental. Sakit fisik, misalnya jantung, paru-paru, diabetes, dan sejenisnya. Sakit mental, misalnya demensia, depresi, kecemasan, bipolar, dan sejenisnya. Memperlakukan mereka harus disesuaikan dengan kondisi dan jenis penyakitnya.
Ketiga, lansia yang berkebutuhan khusus. Ada lansia yang tidak bisa berjalan sama sekali, ada juga yang bisa berjalan tetapi tidak kuat lama. Ada lansia yang tidak bisa melihat sama sekali, ada juga yang bisa melihat tapi kabur, dan banyak lansia yang tidak bisa dan sulit untuk mendengar.
Lansia pada jenis ini tidak hanya dibutuhkan alat-alat atau media khusus, tetapi juga perlu penanganan dan perlakuan yang khusus sesuai dengan disabilitasnya.
Terhadap jemaah haji lansia dua kategori yang terakhir ini ada dua peta. Pertama, ada keluarga yang mendampinginya, baik suami/istri atau anak atau anggota keluarga lain. Kedua, ada dan kebanyakan tidak memiliki pendamping selama menunaikan ibadah haji.
Dari sisi alat atau media yang dibutuhkan, para jemaah haji lansia ini juga terdapat dua peta. Ada yang membawa kursi roda sendiri dari Tanah Air, dan ada yang tidak memiliki kursi roda sama sekali. Sementara, seluruh aktivitas ibadah haji mereka membutuhkan kursi roda.
Selain karena efek pembatasan usia dan pengurangan kuota pada tahun yang lalu akibat pandemi Corona, juga daftar antrean panjang jemaah haji Indonesia menyebabkan kondisi ini terjadi.
Pada sisi yang lain, kebijakan pemerintah setempat tidak melebarkan dan memperluas tenda-tenda di Padang Arafah dan di Mina untuk mabit jemaah haji dengan jumlah yang begitu besar, tentu memperberat tantangan ini.
Sementara kita tahu bahwa ibadah haji itu adalah ibadah yang holistik dan total. Yakni, menyatunya antara kemampuan fisik, finansial, mental, dan spiritual. Sinergi antara jemaah haji, petugas haji, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah
(KBIHU), dan pemerintah menjadi keniscayaan. Tanpa sinergi, kolaborasi, dan integrasi multistakeholders, penyelenggaraan haji yang ramah bagi lansia sulit terwujud.
Sebetulnya yang lebih penting dari semua itu adalah pergeseran paradigma petugas haji. Jika dahulu petugas haji hanya menyediakan infrastruktur, fasilitas, konsumsi, logistik, kesehatan, dan semua yang dibutuhkan jemaah haji, tahun ini harus dibarengi dengan ruh yang sensitif, peduli, dan ramah terhadap lansia. Di sini, tentu saja petugas haji harus memiliki pendekatan, strategi, dan cara-cara spesifik yang ramah pada jemaah haji lansia.
Lansia adalah manusia yang melekat padanya hak asasi manusia. Dan, karena usianya tidak hanya harus dimuliakan tetapi juga harus dihormati secara lebih. Karena kerentanannya, lansia harus diperlakukan secara khusus dan melekat padanya implementasi UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Tanpa mengurangi tujuan utama jemaah lansia untuk menjalankan ibadah haji dan umrah dengan sempurna dan memperoleh haji yang mabrur, perlakuan dan pelayanan yang ramah lansia dalam keseluruhan tahapan pelaksanaan ibadah haji dan umrah sejak dari Tanah Air hingga ke Makkah menjadi ukuran utama keberhasilan penyelenggaraan haji tahun 2023 ini.
Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan Mudir Ma'had Aly Kebon Jambu, Cirebon
IBADAH haji adalah ritualitas tahunan yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan (istitha'ah). Bagi umat Islam Indonesia, haji adalah hal yang biasa. Setiap tahun, umat Islam Indonesia selalu menyumbangkan jumlah jemaah haji terbanyak di Arab Saudi.
Sebetulnya karena saking rutinnya, sistem penyelenggaraan haji telah berjalan secara otomatis, sejak persiapan di Tanah Air maupun praksis ibadah di Makkah dan Madinah. Namun, musim haji tahun 2023 tampak lebih menantang. Kondisi jemaah haji Indonesia berbeda dengan tahun sebelumnya.
Jemaah haji Indonesia tahun ini memenuhi kuota 100 persen, berjumlah 221.000 orang, ditambah kuota tambahan sekitar 7.000-an, sehingga total sekitar 228.000 orang.
Arus Lansia
Berdasarkan data Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu) per 23 Maret 2023, terdapat 66.943 jemaah haji Indonesia lanjut usia (lansia) dengan usia 65 tahun ke atas. Artinya, sekitar 30% dari total jemaah haji tahun 2023 adalah lansia. Atau, 1 dari 3 jamaah haji Indonesia tahun 2023 adalah lansia.Rinciannya adalah jemaah haji yang berusia di atas 95 tahun berjumlah 555 orang (0,8%), yang berusia 85-94 tahun berjumlah 7.680 orang (11,5%), yang berusia 75-84 tahun berjumlah 12.912 orang (19,3%), dan yang berusia 65-74 tahun berjumlah 45.796 orang (68,4%).
Saya tidak memiliki data yang pasti, tetapi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, dari 26,82 juta lansia di Indonesia, sebanyak 52,95% berjenis kelamin perempuan. Sementara, lansia laki-laki 47,05%. Artinya, jumlah lansia perempuan mendominasi jemaah haji Indonesia tahun ini.
Penting juga diketahui bahwa lansia laki-laki pada umumnya masih berstatus menikah, sementara lansia perempuan rata-rata sudah menjanda, karena ditinggal mati suaminya atau bercerai sebelumnya.
Data BPS 2020 menyebutkan rata-rata lansia laki-laki maupun perempuan hanya bersekolah sampai kelas 5 SD atau sederajat. Dari jumlah total lansia, yang mengalami sakit mencapai seperempatnya (24,35%). Artinya 1 dari 4 lansia mengalami sakit dengan berbagai jenisnya.
Peta Lansia
Penting dijelaskan peta jemaah haji lansia tahun ini. Lansia memang hitungan usia. Namun, kondisi lansia beragam.Pertama, ada lansia yang mandiri. Meskipun lansia, tetapi jemaah haji ini masih bisa mengatur dirinya secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Panca indera dan fisiknya masih sehat dan berfungsi dengan baik untuk menjalankan seluruh rangkaian ibadah haji.
Kedua, ada lansia yang sakit. Data BPS 2020, sebanyak 24,35% lansia mengalami sakit dengan berbagai jenisnya, sehingga membutuhkan penanganan khusus.
Sakit di sini bisa sakit fisik atau mental. Sakit fisik, misalnya jantung, paru-paru, diabetes, dan sejenisnya. Sakit mental, misalnya demensia, depresi, kecemasan, bipolar, dan sejenisnya. Memperlakukan mereka harus disesuaikan dengan kondisi dan jenis penyakitnya.
Ketiga, lansia yang berkebutuhan khusus. Ada lansia yang tidak bisa berjalan sama sekali, ada juga yang bisa berjalan tetapi tidak kuat lama. Ada lansia yang tidak bisa melihat sama sekali, ada juga yang bisa melihat tapi kabur, dan banyak lansia yang tidak bisa dan sulit untuk mendengar.
Lansia pada jenis ini tidak hanya dibutuhkan alat-alat atau media khusus, tetapi juga perlu penanganan dan perlakuan yang khusus sesuai dengan disabilitasnya.
Terhadap jemaah haji lansia dua kategori yang terakhir ini ada dua peta. Pertama, ada keluarga yang mendampinginya, baik suami/istri atau anak atau anggota keluarga lain. Kedua, ada dan kebanyakan tidak memiliki pendamping selama menunaikan ibadah haji.
Dari sisi alat atau media yang dibutuhkan, para jemaah haji lansia ini juga terdapat dua peta. Ada yang membawa kursi roda sendiri dari Tanah Air, dan ada yang tidak memiliki kursi roda sama sekali. Sementara, seluruh aktivitas ibadah haji mereka membutuhkan kursi roda.
Tantangan Lain
Suhu di Makkah dan Madinah pada musim haji tahun ini diperkirakan antara 40-45 derajat celsius. Inilah kondisi nyata dan tantangan hebat jemaah haji Indonesia tahun 2023. Sungguh sangat distingtif dibandingkan dengan tahun sebelumnya.Selain karena efek pembatasan usia dan pengurangan kuota pada tahun yang lalu akibat pandemi Corona, juga daftar antrean panjang jemaah haji Indonesia menyebabkan kondisi ini terjadi.
Pada sisi yang lain, kebijakan pemerintah setempat tidak melebarkan dan memperluas tenda-tenda di Padang Arafah dan di Mina untuk mabit jemaah haji dengan jumlah yang begitu besar, tentu memperberat tantangan ini.
Sementara kita tahu bahwa ibadah haji itu adalah ibadah yang holistik dan total. Yakni, menyatunya antara kemampuan fisik, finansial, mental, dan spiritual. Sinergi antara jemaah haji, petugas haji, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah
(KBIHU), dan pemerintah menjadi keniscayaan. Tanpa sinergi, kolaborasi, dan integrasi multistakeholders, penyelenggaraan haji yang ramah bagi lansia sulit terwujud.
Ramah Lansia
Atas pertimbangan ini, Kementerian Agama menetapkan semangat haji tahun ini adalah layanan Haji Ramah Lansia. Ratusan petugas khusus layanan jemaah Lansia dikirim ke Arab Saudi, disebar ke berbagai titik krusial untuk melayani jemaah lansia, baik petugas Kloter maupun non-Kloter.Sebetulnya yang lebih penting dari semua itu adalah pergeseran paradigma petugas haji. Jika dahulu petugas haji hanya menyediakan infrastruktur, fasilitas, konsumsi, logistik, kesehatan, dan semua yang dibutuhkan jemaah haji, tahun ini harus dibarengi dengan ruh yang sensitif, peduli, dan ramah terhadap lansia. Di sini, tentu saja petugas haji harus memiliki pendekatan, strategi, dan cara-cara spesifik yang ramah pada jemaah haji lansia.
Etika Kemanusiaan
Realitas haji tahun ini adalah ujian nyata bagi Kementerian Agama dan stakeholders penyelenggara haji lainnya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dalam memperlakukan lansia secara manusiawi dalam prinsip hak asasi manusia.Lansia adalah manusia yang melekat padanya hak asasi manusia. Dan, karena usianya tidak hanya harus dimuliakan tetapi juga harus dihormati secara lebih. Karena kerentanannya, lansia harus diperlakukan secara khusus dan melekat padanya implementasi UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Tanpa mengurangi tujuan utama jemaah lansia untuk menjalankan ibadah haji dan umrah dengan sempurna dan memperoleh haji yang mabrur, perlakuan dan pelayanan yang ramah lansia dalam keseluruhan tahapan pelaksanaan ibadah haji dan umrah sejak dari Tanah Air hingga ke Makkah menjadi ukuran utama keberhasilan penyelenggaraan haji tahun 2023 ini.
(zik)