Pakar: Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Tak Bisa Langsung Diterapkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara asal Universitas Andalas Feri Amsari menilai putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) dari 4 tahun menjadi 5 tahun tidak bisa langsung diterapkan di era Firli Bahuri Cs. Pasalnya, putusan MK tersebut tidak berlaku surut.
"Tidak bisa langsung diterapkan karena tidak boleh berlaku surut (asas non retroaktif). Harus untuk pimpinan KPK ke depannya,” kata Feri saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (26/5/2023).
Dia menegaskan, jika putusan MK dipaksakan tetap diterapkan pada kepemimpinan KPK saat ini, maka sarat dengan kepentingan politis. Dia berpendapat, KPK bisa dianggap jadi alat politik untuk menjegal calon presiden (capres) tertentu yang akan maju di Pilpres 2024.
"Kalau diterapkan saat ini juga sarat konflik kepentingan dimana terkesan putusan MK terkesan memperlancar proses penjegalan calon-calon presiden tertentu," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKo) tersebut.
Dia menjelaskan dasar bahwa putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK berlaku surut atau tidak dapat diterapkan pada era Firli Bahuri berdasar asas hukum universal. Tak hanya itu, kata dia, Undang-Undang Dasar 1945 juga menerangkan soal konsep pemberlakuan surut.
"Asas hukum itu sumber hukum juga. Konsep berlaku surut juga ada di UUD. Kedua, menentang Pasal 28D ayat (3) UUD karena akan menghambat kepentingan orang lain yang hendak berpartisipasi menjadi pimpinan KPK," tuturnya.
Diketahui, MK mengabulkan uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait Pasal 29 huruf e Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Ghufron juga menguji Pasal 34 UU KPK ke MK. Adapun, dua Pasal yang diuji Ghufron tersebut mengatur soal batas usia hingga masa jabatan pimpinan KPK.
"Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon. Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan aquo. Pokok permohonan Pemohon beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, Kamis (25/5/2023).
Dalam permohonannya, Ghufron meminta agar masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang menjadi lima tahun. Sebab, saat ini masa jabatan pimpinan KPK hanya empat tahun. Menurut Ghufron, masa jabatan pimpinan KPK lebih rendah satu tahun dibandingkan dengan lembaga negara lainnya.
Ghufron juga menguji soal Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Ia menggugat soal batasan usia untuk mencalonkan menjadi pimpinan KPK. Gugatan tersebut juga dikabulkan oleh MK.
Adapun, dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa calon pimpinan KPK wajib berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan. Sementara itu, Ghufron saat ini baru berusia 49 tahun.
Dengan demikian, Ghufron tidak bisa mencalonkan diri kembali menjadi pimpinan KPK pada tahun ini karena terganjal batasan umur sesuai dengan UU KPK. Diketahui, masa jabatan Ghufron bersama empat pimpinan KPK jilid V lainnya akan habis pada akhir tahun ini.
"Tidak bisa langsung diterapkan karena tidak boleh berlaku surut (asas non retroaktif). Harus untuk pimpinan KPK ke depannya,” kata Feri saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (26/5/2023).
Dia menegaskan, jika putusan MK dipaksakan tetap diterapkan pada kepemimpinan KPK saat ini, maka sarat dengan kepentingan politis. Dia berpendapat, KPK bisa dianggap jadi alat politik untuk menjegal calon presiden (capres) tertentu yang akan maju di Pilpres 2024.
"Kalau diterapkan saat ini juga sarat konflik kepentingan dimana terkesan putusan MK terkesan memperlancar proses penjegalan calon-calon presiden tertentu," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKo) tersebut.
Dia menjelaskan dasar bahwa putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK berlaku surut atau tidak dapat diterapkan pada era Firli Bahuri berdasar asas hukum universal. Tak hanya itu, kata dia, Undang-Undang Dasar 1945 juga menerangkan soal konsep pemberlakuan surut.
"Asas hukum itu sumber hukum juga. Konsep berlaku surut juga ada di UUD. Kedua, menentang Pasal 28D ayat (3) UUD karena akan menghambat kepentingan orang lain yang hendak berpartisipasi menjadi pimpinan KPK," tuturnya.
Diketahui, MK mengabulkan uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait Pasal 29 huruf e Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Ghufron juga menguji Pasal 34 UU KPK ke MK. Adapun, dua Pasal yang diuji Ghufron tersebut mengatur soal batas usia hingga masa jabatan pimpinan KPK.
"Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon. Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan aquo. Pokok permohonan Pemohon beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, Kamis (25/5/2023).
Dalam permohonannya, Ghufron meminta agar masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang menjadi lima tahun. Sebab, saat ini masa jabatan pimpinan KPK hanya empat tahun. Menurut Ghufron, masa jabatan pimpinan KPK lebih rendah satu tahun dibandingkan dengan lembaga negara lainnya.
Ghufron juga menguji soal Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Ia menggugat soal batasan usia untuk mencalonkan menjadi pimpinan KPK. Gugatan tersebut juga dikabulkan oleh MK.
Adapun, dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa calon pimpinan KPK wajib berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan. Sementara itu, Ghufron saat ini baru berusia 49 tahun.
Dengan demikian, Ghufron tidak bisa mencalonkan diri kembali menjadi pimpinan KPK pada tahun ini karena terganjal batasan umur sesuai dengan UU KPK. Diketahui, masa jabatan Ghufron bersama empat pimpinan KPK jilid V lainnya akan habis pada akhir tahun ini.
(rca)