Pemilu 2024, MUI Minta Masjid Tak Dijadikan Tempat Kampanye Politik Praktis

Selasa, 16 Mei 2023 - 16:51 WIB
loading...
Pemilu 2024, MUI Minta Masjid Tak Dijadikan Tempat Kampanye Politik Praktis
Komisi Dakwah MUI menggelar silaturahmi dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dan Dai se-Jabodetabek di Gedung MUI, Jalan Proklamasi 51, Jakarta, Selasa (16/5/2023). FOTO/DOK.MUI
A A A
JAKARTA - Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) menggelar silaturahmi dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dan Dai se-Jabodetabek di Gedung MUI, Jalan Proklamasi 51, Jakarta, Selasa (16/5/2023). Silaturrahim dan Halaqah ini mengangkat tema Urgensi Peran Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid dalam Menjaga Ukhuwwah di Tahun Politik.

Ketua Bidang dakwah dan Ukhuwwah MUI Cholil Nafis menjelaskan, tujuan digelarnya acara tersebut agar para pengurus masjid dan para dai menyadari pada tahun politik rawan terjadi perpecahan umat akibat preferensi politik yang berbeda. Karena itu, menurut Kiai Cholil, dai dan pengurus masjid harus menyamakan visi dalam menggunakan masjid sebagai tempat berdakwah yang mempersatukan umat.

"Kegiatan ini dimaksudkan untuk membangun kesamaan visi antar dai dan pengurus masjid untuk tidak menjadikan masjid sebagai arena kampanye politik praktis dan penyebaran politik yang dapat memecah-belah umat untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat, mengingat masjid adalah tempat ibadah semua golongan umat muslim. Tujuannya adalah untuk menciptakan terjalinnya ukhuwwah, Indonesia damai dan kokohnya NKRI," kata Kiai Cholil.



Tahun 2023–2024 disebut tahun politik, karena pada tahun tersebut tensi politik Indonesia meninggi sehubungan akan dilaksanakannya pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta anggota DPD.

Berdasar pengalaman, kata Kiai Cholil, Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019, terjadi kerawanan sosial akibat politik memecah-belah umat yang mengakibatkan polarisasi dari sisi agama, ras, suku, antargolongan dan lain-lain.

"Politik yang dapat memecah-belah umat sangat membahayakan persatuan dan kesatuan NKRI sebagai negara yang majemuk dan dapat merusak prinsip Bhinneka Tunggal Ika," katanya.

Penyebaran politik yang dapat memecah-belah umat, kata Kiai Cholil, biasanya disampaikan di tempat-tempat ibadah atau tempat tertentu yang dilarang KPU untuk kampanye. Menurutnya, para dai dan pengurus masjid harus dapat membendakan apa yang disebut politik identitas dan identitas politik.

"Kalau identitas politik itu boleh. Warga masyarakat boleh memilih pemimpin berdasarkan identitas yang melekat kepadanya, apakah karena satu daerah, satu agama atau satu kepentingan, yang terpenting tidak memandang orang di luar dirinya itu sebagai musuh atau sampai menghukumi dengan hukum tertentu, misal munafik, kafir dan lain sebagainya. Atau sikap-sikap yang merasa paling bener sendiri," katanya.

"Kalau politik identitas, ini yang dilarang, karena politik identitas itu sebuah terminolgi tentang aktivitas politik yang ekslusif, yaitu memilih preferensi politik berdasar suku, ras dan agama dengan memandang preferensi pilihan politik di luar itu salah dan ia cenderung memusuhinya," ujar Kiai Cholil.

Untuk mencegah penyebaran politik yang dapat memecah-belah umat, maka perlu upaya bersama pengelola tempat-tempat ibadah untuk berkomitmen tidak menjadikan tempat ibadah sebagai ajang kampanye politik praktis. Sebaliknya tempat ibadah dapat dijadikan sebagai arena pendidikan politik umat agar umat memiliki kedewasaan dalam menghadapi perbedaan preferensi politik menjalang pemilu.

Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi menjelaskan, peserta yang hadir pada acara tersebut terdiri dari 80 Pengurus DKM dan 40 dai di wilayah jabodetabek.

"Sebanyak 80 pengurus DKM dan Dai sebanyak 40 dai se-Jabodetabek hadir pada acara ini, untuk menyatukan visi dalam dakwah yang menyatukan dalam menghadapi pesta demokrasi 2024," kata Kiai Zubaidi.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1168 seconds (0.1#10.140)