RDP Soal Djoko Tjandra Tak Diizinkan, PKS: Pimpinan DPR Standar Ganda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sikap Wakil Ketua DPR Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Aziz Syamsuddin yang tak mengizinkan Komisi III menggelar rapat dengar pendapat (RDP) gabungan membahas kasus buronan Djoko Sugiarto Tjandra disoroti Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ketua Departemen Politik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS, Pipin Sopian menilai, pimpinan DPR melakukan standar ganda. (Baca juga: Soal RDP Djoko Tjandra, Pimpinan DPR dan Komisi III Tak Mau Dipecah Belah)
Dia menilai, Pimpinan DPR tidak konsisten dalam menerapkan Tata Tertib DPR Nomor 1 Tahun 2020 terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang dipaksakan dibahas pada saat Reses.
Sedangkan RDP Pengawasan oleh Komisi III terkait skandal kasus Djoko Tjandra pada masa reses ditolak oleh Pimpinan DPR Aziz Syamsuddin.
"Saya kira ini standar ganda. Pimpinan DPR tidak konsisten, memaksakan pembahasan RUU Cipta Kerja saat reses oleh Panja di Baleg DPR tapi menolak RDP Pengawasan Komisi III terkait Djoko Tjandra. Wajar jika kita semua, masyarakat mempertanyakan sikap tersebut," ujar Pipin Sopian dalam keterangan tertulis, Rabu (22/7/2020).
(Baca juga: Usut Tindak Pidana, Kasus Brigjen Prasetijo Utomo Naik ke Penyidikan)
Alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menilai, RUU yang mengubah, menambah, dan menghapus terkait dengan sekitar 80 Undang-Undang ini sebaiknya jangan dikejar-tayang selama dua kali masa sidang, apalagi di masa Pandemi virus Corona (Covid-19) yang sarat keterbatasan ini.
"Seharusnya Pimpinan DPR konsisten, pada saat reses ini Panja RUU Cipta Kerja DPR lebih banyak mendengar aspirasi masyarakat. Bukan malah memaksakan pembahasan RUU. Apalagi, DIM (Daftar Inventaris Masalah) fraksi-fraksi saja belum masuk semua," ujarnya.
Dirinya menjelaskan, dalam Pasal 1 angka 13 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 menerangkan, Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang.
"Inilah saatnya Anggota DPR mendengarkan masukan dari masyarakat di daerah pemilihannya apakah RUU Cipta Kerja memang layak dilanjutkan atau tidak. Apakah benar RUU Cipta Kerja ini untuk kepentingan masyarakat atau hanya untuk kepentingan segelintir orang saja," pungkasnya.
Ketua Departemen Politik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS, Pipin Sopian menilai, pimpinan DPR melakukan standar ganda. (Baca juga: Soal RDP Djoko Tjandra, Pimpinan DPR dan Komisi III Tak Mau Dipecah Belah)
Dia menilai, Pimpinan DPR tidak konsisten dalam menerapkan Tata Tertib DPR Nomor 1 Tahun 2020 terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang dipaksakan dibahas pada saat Reses.
Sedangkan RDP Pengawasan oleh Komisi III terkait skandal kasus Djoko Tjandra pada masa reses ditolak oleh Pimpinan DPR Aziz Syamsuddin.
"Saya kira ini standar ganda. Pimpinan DPR tidak konsisten, memaksakan pembahasan RUU Cipta Kerja saat reses oleh Panja di Baleg DPR tapi menolak RDP Pengawasan Komisi III terkait Djoko Tjandra. Wajar jika kita semua, masyarakat mempertanyakan sikap tersebut," ujar Pipin Sopian dalam keterangan tertulis, Rabu (22/7/2020).
(Baca juga: Usut Tindak Pidana, Kasus Brigjen Prasetijo Utomo Naik ke Penyidikan)
Alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menilai, RUU yang mengubah, menambah, dan menghapus terkait dengan sekitar 80 Undang-Undang ini sebaiknya jangan dikejar-tayang selama dua kali masa sidang, apalagi di masa Pandemi virus Corona (Covid-19) yang sarat keterbatasan ini.
"Seharusnya Pimpinan DPR konsisten, pada saat reses ini Panja RUU Cipta Kerja DPR lebih banyak mendengar aspirasi masyarakat. Bukan malah memaksakan pembahasan RUU. Apalagi, DIM (Daftar Inventaris Masalah) fraksi-fraksi saja belum masuk semua," ujarnya.
Dirinya menjelaskan, dalam Pasal 1 angka 13 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 menerangkan, Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang.
"Inilah saatnya Anggota DPR mendengarkan masukan dari masyarakat di daerah pemilihannya apakah RUU Cipta Kerja memang layak dilanjutkan atau tidak. Apakah benar RUU Cipta Kerja ini untuk kepentingan masyarakat atau hanya untuk kepentingan segelintir orang saja," pungkasnya.
(maf)