Presiden Jokowi Disarankan Bahas Isu Perlindungan Pekerja Migran di KTT ASEAN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perlindungan pekerja migran harus menjadi isu utama dalam penyelenggaraan KTT ASEAN. Hal itu menyusul terjadinya perubahan geopolitik, demografi penduduk, dan climate change.
Hal itu terungkap dalam Side Event KTT ASEAN (ASEAN Summit) 2023 yang digelar secara hybrid oleh Migrant Care bersama lembaga swadaya masyarakat. Acara yang dipimpin executive director Wahyu Susilo ini dihadiri perwakilan pegiat perlindungan pekerja migran di kawasan, baik yang ada di Indonesia maupun di mancanegara.
Pertemuan ini bertujuan untuk merumuskan masukan dari sisi perlindungan pekerja migran untuk Indonesia dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku Ketua ASEAN dalam acara KTT ASEAN 2023 yang sedang berlangsung di Labuan Bajo.
Pengajar dan praktisi hubungan internasional sekaligus pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja yang menjadi keynote speech menyampaikan cara kerja ASEAN, signifikansi KTT ASEAN secara umum dan konteks dalam penanganan isu pekerja migran, update terkini mengenai geopolitik yang berkembang yang berdampak pada pekerja migran, serta merumuskan rekomendasi untuk KTT ASEAN.
“Hakekat ASEAN sejak dideklarasikannya Piagam ASEAN serta Visi ASEAN sebagai suatu komunitas bersama adalah untuk mengembangkan kerja sama yang sifatnya berpusat pada manusia atau masyarakat (people) untuk kemajuan di bidang pembangunan sosial, agar terjadi keadilan, martabat, dan kualitas hidup yang tinggi untuk masyarakat negara-negara ASEAN,” ujar Dinna yang pernah menjabat sebagai Wakil Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) 2016-2018.
“Sudah selayaknya, negara-negara ASEAN mengutamakan kerja-kerja masyarakat sipil khususnya terkait perlindungan pekerja migran karena adanya perubahan geopolitik, demografi penduduk dan climate change yang menghendaki negara bertumpu pada kerja sama dengan masyarakat sipil untuk memperkuat daya tawar dengan negara-negara eksternal,” katanya
Menurut Dinna, negara-negara ekonomi maju mengalami masalah akut terkait penuaan populasi dan kekurangan tenaga kerja. Meskipun negara-negara ini jelas-jelas membutuhkan pekerja migran untuk mengisi kekurangan tenaga kerja, kata Dinna, mereka justru bicara soal larangan migrasi dan penguatan aturan imigrasi, bahkan ada yang menolak melindungi hak-hak pekerja migran.
Di sisi lain mereka menyedot energi dunia sambil menciptakan teknologi untuk lagi-lagi dijual ke negara-negara berkembang. ASEAN harus menyadari bahwa inilah alasan mendesaknya penguatan kerja sama intra-ASEAN. ”Pertumbuhan ekonomi dunia sampai 2050 akan bertumpu pada manusia dan sumberdaya dari ASEAN, sehingga wajar bila dinegosiasikan termin-termin kerja sama yang lebih baik untuk masyarakat ASEAN, “ tegas Dinna.
Terkait harapan untuk KTT ASEAN, Dinna menyampaikan ada harapan bahwa Chairman Statement 2023 mencakup komponen ASEAN Social, yakni paragraf tentang sentralitas orang (people) dan masyarakat sipil sebagai inti (core) dan penggerak (movers) dari kegiatan membangun kerja sama di ASEAN.
Dalam ASEAN Social ini agar diteguhkan pelibatan masyarakat sipil meliputi LSM, akademisi, unsur-unsur non-pemerintah lain yang relevan dalam mengevaluasi capaian ASEAN bagi people dan agar disampaikan intensi penetapan standar perlakuan dan perlindungan terhadap penduduk negara ASEAN, baik selama berada di negara-negara ASEAN maupun ketika berada di negara-negara eksternal.
“Penanganan terhadap penduduk negara ASEAN, termasuk yang menjadi pekerja migran, agar diberikan keistimewaan demi percepatan mencapai komunitas ASEAN yang berkeadilan, bermartabat, dan berkualitas hidup tinggi,” katanya.
Terkait harapan untuk ASEAN Vision Post-2025, Dinna menyampaikan perlunya indikator-indikator capaian kerja yang baru, yang sifatnya lintas sektoral, lintas pilar ASEAN, dan konkrit untuk masyarakat ASEAN.
“Jangan lagi isu pekerja migran dititipkan di pilar sosial budaya saja sementara sektor lain kurang peduli, lalu pertemuan masyarakat sipil dianggap sampingan, tetapi justru dibangun kerja-kerja lintas sektoral yang difasilitasi ASEAN dan melibatkan kalangan masyarakat sipil secara luas. Saya yakin Presiden Joko Widodo berkenan menghayati pentingnya pendekatan lintas sektor untuk nasib pekerja migran yang lebih baik,” ucapnya.
Synergy Policies (oleh PT Cipta Inspirasi Nusantara) adalah sebuah think-tank independen dan perusahaan konsultan yang berbasis di Jakarta dengan hasrat dan rekam jejak untuk menghubungkan, mengatur, dan mensinergikan ide-ide untuk kebijakan publik yang lebih baik.
Hal itu terungkap dalam Side Event KTT ASEAN (ASEAN Summit) 2023 yang digelar secara hybrid oleh Migrant Care bersama lembaga swadaya masyarakat. Acara yang dipimpin executive director Wahyu Susilo ini dihadiri perwakilan pegiat perlindungan pekerja migran di kawasan, baik yang ada di Indonesia maupun di mancanegara.
Pertemuan ini bertujuan untuk merumuskan masukan dari sisi perlindungan pekerja migran untuk Indonesia dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku Ketua ASEAN dalam acara KTT ASEAN 2023 yang sedang berlangsung di Labuan Bajo.
Pengajar dan praktisi hubungan internasional sekaligus pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja yang menjadi keynote speech menyampaikan cara kerja ASEAN, signifikansi KTT ASEAN secara umum dan konteks dalam penanganan isu pekerja migran, update terkini mengenai geopolitik yang berkembang yang berdampak pada pekerja migran, serta merumuskan rekomendasi untuk KTT ASEAN.
“Hakekat ASEAN sejak dideklarasikannya Piagam ASEAN serta Visi ASEAN sebagai suatu komunitas bersama adalah untuk mengembangkan kerja sama yang sifatnya berpusat pada manusia atau masyarakat (people) untuk kemajuan di bidang pembangunan sosial, agar terjadi keadilan, martabat, dan kualitas hidup yang tinggi untuk masyarakat negara-negara ASEAN,” ujar Dinna yang pernah menjabat sebagai Wakil Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) 2016-2018.
“Sudah selayaknya, negara-negara ASEAN mengutamakan kerja-kerja masyarakat sipil khususnya terkait perlindungan pekerja migran karena adanya perubahan geopolitik, demografi penduduk dan climate change yang menghendaki negara bertumpu pada kerja sama dengan masyarakat sipil untuk memperkuat daya tawar dengan negara-negara eksternal,” katanya
Menurut Dinna, negara-negara ekonomi maju mengalami masalah akut terkait penuaan populasi dan kekurangan tenaga kerja. Meskipun negara-negara ini jelas-jelas membutuhkan pekerja migran untuk mengisi kekurangan tenaga kerja, kata Dinna, mereka justru bicara soal larangan migrasi dan penguatan aturan imigrasi, bahkan ada yang menolak melindungi hak-hak pekerja migran.
Di sisi lain mereka menyedot energi dunia sambil menciptakan teknologi untuk lagi-lagi dijual ke negara-negara berkembang. ASEAN harus menyadari bahwa inilah alasan mendesaknya penguatan kerja sama intra-ASEAN. ”Pertumbuhan ekonomi dunia sampai 2050 akan bertumpu pada manusia dan sumberdaya dari ASEAN, sehingga wajar bila dinegosiasikan termin-termin kerja sama yang lebih baik untuk masyarakat ASEAN, “ tegas Dinna.
Terkait harapan untuk KTT ASEAN, Dinna menyampaikan ada harapan bahwa Chairman Statement 2023 mencakup komponen ASEAN Social, yakni paragraf tentang sentralitas orang (people) dan masyarakat sipil sebagai inti (core) dan penggerak (movers) dari kegiatan membangun kerja sama di ASEAN.
Dalam ASEAN Social ini agar diteguhkan pelibatan masyarakat sipil meliputi LSM, akademisi, unsur-unsur non-pemerintah lain yang relevan dalam mengevaluasi capaian ASEAN bagi people dan agar disampaikan intensi penetapan standar perlakuan dan perlindungan terhadap penduduk negara ASEAN, baik selama berada di negara-negara ASEAN maupun ketika berada di negara-negara eksternal.
“Penanganan terhadap penduduk negara ASEAN, termasuk yang menjadi pekerja migran, agar diberikan keistimewaan demi percepatan mencapai komunitas ASEAN yang berkeadilan, bermartabat, dan berkualitas hidup tinggi,” katanya.
Terkait harapan untuk ASEAN Vision Post-2025, Dinna menyampaikan perlunya indikator-indikator capaian kerja yang baru, yang sifatnya lintas sektoral, lintas pilar ASEAN, dan konkrit untuk masyarakat ASEAN.
“Jangan lagi isu pekerja migran dititipkan di pilar sosial budaya saja sementara sektor lain kurang peduli, lalu pertemuan masyarakat sipil dianggap sampingan, tetapi justru dibangun kerja-kerja lintas sektoral yang difasilitasi ASEAN dan melibatkan kalangan masyarakat sipil secara luas. Saya yakin Presiden Joko Widodo berkenan menghayati pentingnya pendekatan lintas sektor untuk nasib pekerja migran yang lebih baik,” ucapnya.
Synergy Policies (oleh PT Cipta Inspirasi Nusantara) adalah sebuah think-tank independen dan perusahaan konsultan yang berbasis di Jakarta dengan hasrat dan rekam jejak untuk menghubungkan, mengatur, dan mensinergikan ide-ide untuk kebijakan publik yang lebih baik.
(cip)