Kisah Jenderal TB Simatupang Tidak Akur dengan Presiden Soekarno
loading...
A
A
A
JAKARTA - TB Simatupang merupakan pahlawan nasional . Dirinya sempat menduduki pemimpin tertinggi di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia setelah Jenderal Soedirman meninggal dunia.
Karier militer Tahi Bonar Simatupang dimulai ketika bergabung dengan Koninklijke Militaire Academie (KMA) Bandung pada tahun 1940.
TB Simatupang baru bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah Kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Ketika masa perang kemerdekaan, Simatupang ikut bergerilya dengan mengisi posisi Kepala Organisasi Staf Umum Markas Besar Tentara oleh Kepala Staf TNI Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo.
Simatupang juga jadi satu-satunya perwira yang terlibat perundingan dengan Belanda sejak tahun 1946 sampai akhir 1949.
Selain kisah heroiknya dalam mempertahankan kesatuan Tanah Air, salah satu hal yang paling populer tentang TB Simatupang adalah ketidak akurannya dengan Presiden Soekarno.
Ketidakakuran ini bermula dari keputusan Soekarno untuk tetap bertahan di Yogyakarta ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948.
Padahal sebelumnya Presiden Pertama Indonesia itu sempat mengatakan akan ikut bergerilya. Untuk itu, Simatupang sempat menyiapkan satu batalyon yang siap mengawal Soekarno. Namun yang terjadi, Soekarno justru lebih memilih ditangkap Belanda.
Selain itu, Simatupang juga menyarankan Soekarno untuk tidak mengenakan seragam militer dalam berbagai kegiatan. Hal itu supaya dapat memberikan teladan dengan tetap mengenakan pakaian sipil.
Namun peringatan tersebut tak diindahkan oleh Soekarno yang justru mengenakan seragam militer dalam berbagai hajatan negara.
Perseteruan dua tokoh penting Indonesia ini semakin terlihat ketika penentuan visi angkatan perang.
Pada tahun 1952, Soekarno memberikan dukungannya pada Kolonel Bambang Soepeno untuk menggantikan Nasution dari kedudukan Kepala Staf Angkatan Darat.
Keputusan tersebut rupanya tanpa sepengetahuan Simatupang selaku KSAP (Kepala Staf Angkatan Perang).
Dalam suatu pertemuan, TB Simatupang bahkan sempat menggebrak pintu di depan Soekarno, lantaran kecewa akan keikutcampurannya dalam urusan internal ABRI. Hal tersebut tentulah membuat sang pemimpin negara itu marah besar.
Buntut dari konflik TB Simatupang dan Soekarno ini terjadi pada 17 Oktober 1952. Simatupang akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai KSAP. Dia dibiarkan bekerja tanpa jabatan dan hanya berkedudukan sebagai penasihat Menteri Pertahanan hingga dipensiunkan dini.
Meski sempat berkonflik dengan Soekarno, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap memberikan gelar pahlawan nasional pada TB Simatupang pada tahun 2013 lalu.
Karier militer Tahi Bonar Simatupang dimulai ketika bergabung dengan Koninklijke Militaire Academie (KMA) Bandung pada tahun 1940.
TB Simatupang baru bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah Kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Ketika masa perang kemerdekaan, Simatupang ikut bergerilya dengan mengisi posisi Kepala Organisasi Staf Umum Markas Besar Tentara oleh Kepala Staf TNI Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo.
Simatupang juga jadi satu-satunya perwira yang terlibat perundingan dengan Belanda sejak tahun 1946 sampai akhir 1949.
Selain kisah heroiknya dalam mempertahankan kesatuan Tanah Air, salah satu hal yang paling populer tentang TB Simatupang adalah ketidak akurannya dengan Presiden Soekarno.
Ketidakakuran ini bermula dari keputusan Soekarno untuk tetap bertahan di Yogyakarta ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948.
Padahal sebelumnya Presiden Pertama Indonesia itu sempat mengatakan akan ikut bergerilya. Untuk itu, Simatupang sempat menyiapkan satu batalyon yang siap mengawal Soekarno. Namun yang terjadi, Soekarno justru lebih memilih ditangkap Belanda.
Selain itu, Simatupang juga menyarankan Soekarno untuk tidak mengenakan seragam militer dalam berbagai kegiatan. Hal itu supaya dapat memberikan teladan dengan tetap mengenakan pakaian sipil.
Namun peringatan tersebut tak diindahkan oleh Soekarno yang justru mengenakan seragam militer dalam berbagai hajatan negara.
Perseteruan dua tokoh penting Indonesia ini semakin terlihat ketika penentuan visi angkatan perang.
Pada tahun 1952, Soekarno memberikan dukungannya pada Kolonel Bambang Soepeno untuk menggantikan Nasution dari kedudukan Kepala Staf Angkatan Darat.
Keputusan tersebut rupanya tanpa sepengetahuan Simatupang selaku KSAP (Kepala Staf Angkatan Perang).
Dalam suatu pertemuan, TB Simatupang bahkan sempat menggebrak pintu di depan Soekarno, lantaran kecewa akan keikutcampurannya dalam urusan internal ABRI. Hal tersebut tentulah membuat sang pemimpin negara itu marah besar.
Buntut dari konflik TB Simatupang dan Soekarno ini terjadi pada 17 Oktober 1952. Simatupang akhirnya dicopot dari jabatannya sebagai KSAP. Dia dibiarkan bekerja tanpa jabatan dan hanya berkedudukan sebagai penasihat Menteri Pertahanan hingga dipensiunkan dini.
Meski sempat berkonflik dengan Soekarno, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap memberikan gelar pahlawan nasional pada TB Simatupang pada tahun 2013 lalu.
(bim)