Capres-Cawapres Berlatar Belakang Hukum Tata Negara Didorong Muncul di Pilpres 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemilu Presiden ( Pilpres) 2024 diharapkan memunculkan pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang memahami konstitusi dan menguasai ilmu tata negara. Hal ini penting agar nantinya pengelolaan negara dilakukan secara benar dan tepat.
"Aspek ini sangat elementer serta merupakan sebuah keniscayaan untuk hadirnya sosok yang memahami hakikat bernegara serta bagaimana mengelola sebuah negara," kata pakar hukum tata negara dan konstitusi, Fahri Bachmid kepada kepada wartawan, Rabu (3/5/2023).
Menurutnya, secara konstitusional, demokrasi dan nomokrasi adalah prasyarat mutlak. Demokrasi dari waktu ke waktu selalu mendapat atribut tambahan seperti welfare democracy, people democracy, social democracy, participatory democracy, dan lain-lain.
"Gagasan demokrasi yang paling ideal di zaman modern ini adalah gagasan demokrasi yang berdasar atas hukum constitutional democracy," kata Fahri Bachmid.
Secara teoritik, demokrasi berlandaskan atas hukum atau nomokrasi. Nomokrasi sebagai konsep mengakui bahwa yang berkuasa sebenarnya bukanlah orang, melainkan hukum atau sistem itu sendiri.
"The rule of law and not of man. Pemerintahan oleh hukum, bukan oleh manusia, jadi hakikatnya hukum sebagai benchmarking yang harus dijadikan rujukan oleh semua pihak, termasuk yang kebetulan menduduki jabatan kepemimpinan itu," ujarnya.
Untuk itu, kata Fahri Bachmid, setelah Reformasi dibutuhkan seorang teknokrat yang memahami sistem dengan kemampuan teknokratisnya. Konsep pemahaman ini agar nantinya dalam membentuk pemerintahan, secara derivatif, sang kepala negara atau wakilnya dapat memainkan peran-peran penting secara konstitusional dalam mewujudkan sistem pemerintahan presidensial secara proporsional.
"Untuk manageable konsep zaken kabinet yang menitikberatkan pada komposisi kabinet yang terdiri atas kalangan profesional, sehingga fokus pada program kerja yang ditargetkan dan mampu mencari solusi terhadap masalah-masalah pemerintahan yang fundamental," katanya.
Saat ini ada sejumlah nama pakar hukum tata negara yang wira-wiri menghiasi peta hukum Indonesia. Salah satunya Yusril Ihza Mahendra yang tampak bersama Prabowo Subianto selama dua hari di Batusangkar, Tanah Datar, Sumatera Barat, akhir bulan lalu.
Menurut Fahri Bachmid, Yusril Ihza Mahendra adalah sosok tepat menjadi capres/cawapres. Dari segi pengalaman, pengetahuan, pendidikan, dan bersentuhan dengan dunia politik dan pemerintahan sejak 1992, Yusril telah banyak memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara, khususnya dalam perkembangan hukum tata negara.
Yusril mengawali perjalanan karirnya di Istana Negara sebagai penulis pidato Presiden Soeharto dan Presiden BJ Habibie. Yusril juga menjadi bagian penting dalam perjalanan politik bangsa Indonesia.
"Saya memandang, Prof Yusril sebagai problem solver atas masalah kebangsaan kontemporer saat ini. Sekaligus sebagai reformer untuk menata dan memperbaiki sistem ketatanegaraan Indonesia ke arah yang lebih baik," katanya.
Di sisi lain, secara sosiologis dengan mendasarkan pada konfigurasi politik, serta kepentingan untuk menjaga stabilitas politik nasional, sangat penting untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara yang majemuk ini. Stabilitas nasional merupakan syarat mutlak untuk melakukan pembangunan ekonomi serta penataan negara di segala bidang.
Secara akademis, stabilitas politik itu hanya akan tercipta jika dua kekuatan politik nasional bersatu dan saling bekerja sama secara konstruktif, yakni golongan Nasionalis dan golongan Islam.
"Tidak mungkin serta mustahil jika hanya yang satu berkuasa, dan yang lain dipinggirkan, sampai kapan pun, dua golongan serta kekuatan ini akan tetap ada sebagai sebuah fakta sosial dan politik sembari menghormati dan menghargai keragaman etnik, adat dan budaya serta agama-agama yang hidup dan berkembang di Tanah Air," katanya.
Untuk itu, kehadiran Yusril Ihza Mahendra dalam poros koalisi apa pun merupakan sebuah sintesa dalam memaknai kepemimpinan nasional. Dia merupakan representasi dari kelompok Islam yang sangat signifikan untuk menentukan arah perjalanan bangsa dan negara ini ke depan.
"Aspek ini sangat elementer serta merupakan sebuah keniscayaan untuk hadirnya sosok yang memahami hakikat bernegara serta bagaimana mengelola sebuah negara," kata pakar hukum tata negara dan konstitusi, Fahri Bachmid kepada kepada wartawan, Rabu (3/5/2023).
Menurutnya, secara konstitusional, demokrasi dan nomokrasi adalah prasyarat mutlak. Demokrasi dari waktu ke waktu selalu mendapat atribut tambahan seperti welfare democracy, people democracy, social democracy, participatory democracy, dan lain-lain.
"Gagasan demokrasi yang paling ideal di zaman modern ini adalah gagasan demokrasi yang berdasar atas hukum constitutional democracy," kata Fahri Bachmid.
Secara teoritik, demokrasi berlandaskan atas hukum atau nomokrasi. Nomokrasi sebagai konsep mengakui bahwa yang berkuasa sebenarnya bukanlah orang, melainkan hukum atau sistem itu sendiri.
"The rule of law and not of man. Pemerintahan oleh hukum, bukan oleh manusia, jadi hakikatnya hukum sebagai benchmarking yang harus dijadikan rujukan oleh semua pihak, termasuk yang kebetulan menduduki jabatan kepemimpinan itu," ujarnya.
Untuk itu, kata Fahri Bachmid, setelah Reformasi dibutuhkan seorang teknokrat yang memahami sistem dengan kemampuan teknokratisnya. Konsep pemahaman ini agar nantinya dalam membentuk pemerintahan, secara derivatif, sang kepala negara atau wakilnya dapat memainkan peran-peran penting secara konstitusional dalam mewujudkan sistem pemerintahan presidensial secara proporsional.
"Untuk manageable konsep zaken kabinet yang menitikberatkan pada komposisi kabinet yang terdiri atas kalangan profesional, sehingga fokus pada program kerja yang ditargetkan dan mampu mencari solusi terhadap masalah-masalah pemerintahan yang fundamental," katanya.
Saat ini ada sejumlah nama pakar hukum tata negara yang wira-wiri menghiasi peta hukum Indonesia. Salah satunya Yusril Ihza Mahendra yang tampak bersama Prabowo Subianto selama dua hari di Batusangkar, Tanah Datar, Sumatera Barat, akhir bulan lalu.
Menurut Fahri Bachmid, Yusril Ihza Mahendra adalah sosok tepat menjadi capres/cawapres. Dari segi pengalaman, pengetahuan, pendidikan, dan bersentuhan dengan dunia politik dan pemerintahan sejak 1992, Yusril telah banyak memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara, khususnya dalam perkembangan hukum tata negara.
Yusril mengawali perjalanan karirnya di Istana Negara sebagai penulis pidato Presiden Soeharto dan Presiden BJ Habibie. Yusril juga menjadi bagian penting dalam perjalanan politik bangsa Indonesia.
"Saya memandang, Prof Yusril sebagai problem solver atas masalah kebangsaan kontemporer saat ini. Sekaligus sebagai reformer untuk menata dan memperbaiki sistem ketatanegaraan Indonesia ke arah yang lebih baik," katanya.
Di sisi lain, secara sosiologis dengan mendasarkan pada konfigurasi politik, serta kepentingan untuk menjaga stabilitas politik nasional, sangat penting untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara yang majemuk ini. Stabilitas nasional merupakan syarat mutlak untuk melakukan pembangunan ekonomi serta penataan negara di segala bidang.
Secara akademis, stabilitas politik itu hanya akan tercipta jika dua kekuatan politik nasional bersatu dan saling bekerja sama secara konstruktif, yakni golongan Nasionalis dan golongan Islam.
"Tidak mungkin serta mustahil jika hanya yang satu berkuasa, dan yang lain dipinggirkan, sampai kapan pun, dua golongan serta kekuatan ini akan tetap ada sebagai sebuah fakta sosial dan politik sembari menghormati dan menghargai keragaman etnik, adat dan budaya serta agama-agama yang hidup dan berkembang di Tanah Air," katanya.
Untuk itu, kehadiran Yusril Ihza Mahendra dalam poros koalisi apa pun merupakan sebuah sintesa dalam memaknai kepemimpinan nasional. Dia merupakan representasi dari kelompok Islam yang sangat signifikan untuk menentukan arah perjalanan bangsa dan negara ini ke depan.
(abd)