Dinilai The King Maker Pencapresan Ganjar, Jokowi Miliki Dua Keranjang Telur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri telah menunjuk Ganjar Pranowo menjadi capres untuk diusung di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 . Diumumkannya nama Ganjar Pranowo bertepatan Hari Kartini di Istana Batutulis Bogor, Jumat (21/4/2023).
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro menilai deklarasi Ganjar Pranowo menjadi Capres PDIP terkesan mendadak dan mengagetkan banyak pihak karena selama ini teknisnya direncanakan pada bulan Juni 2023 atau bertepatan dengan Bulan Bung Karno.
"Apalagi fakta ini diperkuat karena Presiden Jokowi tiba lebih awal di Solo (20/4) untuk merayakan Lebaran, namun karena ada pengumuman Ganjar Pranowo (Ganjar) sebagai capres, ia mesti kembali ke Ibu Kota," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima SINDOnews, Sabtu (22/4/2023).
Menurutnya, di luar itu secara substantif agenda ini memiliki efek positif bagi partai karena gonjang-ganjing siapa Capres PDIP yang selama ini ‘membenturkan’ antara Ganjar dengan Puan Maharani otomatis menjadi tereleminasi. Selain itu, Prananda Prabowo yang selama ini ditempatkan di panggung belakang, kini tampil di depan layar kaca sebagai bentuk kaderisasi politik Megawati yang selama ini bertumpu pada Puan.
"Dari sini publik sedikit-banyak bisa menyimpulkan bahwa terdapat garis demarkasi politik yang jelas antaraurusan internal PDIP yang secara eksklusif menjadi domain Trah Sukarno, sementara urusan publik termasuk capres-koalisi adalah ranah bersama yang bisa didiskusikan secara terbuka," jelasnya.
Agung mengatakan dalam konteks eksternal, efek pencapresan Ganjar oleh PDIP menimbulkan kontraksi-kontraksi politik bagi partai atau koalisi lain yang selama ini telah mengerucut dalam koalisi prapilpres, sebut saja Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), Koalisi Perubahan untuk Perbaikan (KPP), maupun wacana Koalisi Besar yang arahannya meleburkan KIB dan KKIR bersama PDIP.
Setidaknya bagi koalisi pemerintah saat ini kecuali Partai Nasdem, kata dia, dengan dideklarasikannya Ganjar sebagai capres semakin jelas siapa yang diusung. Walaupun tak bisa dipungkiri akan mengemuka tarikan politik yang kuat soal capres yang akan didukung menimbang elektabilitas Prabowo dan Gerindra sedang dalam tren kenaikan pasca penolakan PDIP terhadap Timnas Israel U-20.
"Di titik inilah peran Presiden Jokowi begitu krusial. Karena tak bisa dipungkiri selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, kini beliau menempatkan diri sebagai penentu capres (The King Maker) untuk Pilpres 2024."
Dia melanjutkan peran The King Maker ini mengemuka bukan tanpa alasan. Karena ditopang atas tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi yang tinggi dan ditambah ekses dua Pilpres 2014 dan 2019 yang begitu tajam sehingga memunculkan pendukung laten Jokowi yang loyal.
"Kepiawaian Presiden Jokowi sebagai The King Maker begitu dituntut untuk memuluskan misi beliau menjaga warisan kebijakan (legacy) pemerintahan saat ini. Akhirnya bagaimana dinamika politik pasca pencapresan Ganjar oleh PDIP?" paparnya.
Pertama, jalan PDIP menang hattrick dalam pilpres dan pileg akan semakin mudah bila mampu berkolaborasi dengan Presiden Jokowi dalam mengkonsolidasikan KIB dan KKIR dalam Koalisi Besar. Walaupun ini bukan pekerjaan mudah, menimbang di setiap poros prapilpres sudah mengemuka nama capres-cawapres yang akan diusung.
"Misalnya di sisi KIB, bagaimana nasib Airlangga yang menginginkan tiket RI 2 untuk mengamankan kursi Ketum Golkar pasca gonjang-ganjing di internal? Sementara di sisi KKIR lebih kompleks lagi, karena baik Prabowo maupun Cak Imin sama-sama mengunci tiket capres-cawapres."
"Artinya bukan perkara mudah mempertemukan beragam kepentingan di atas dalam sebuah titik temu karena masing-masing kandidat juga merupakan ketua umum partai yang berharap pencalonan atas dirinya memiliki efek elektoral bagi partai yang dipimpinnya," sambungnya.
Kedua, bagi Presiden Jokowi dengan dicapreskannya Ganjar otomatis akan membuat dirinya memiliki ‘dua keranjang telur” melalui Prabowo dan Ganjar sebagai bentuk investasi politik walaupun ini berisiko bila tak dikelola dengan hati-hati ketika tak turut mendukung Anies. Menimbang elektabilitas antar capres sementara ini masih berlangsung kompetitif.
Menurutnya, di fase ini pengejawantahan peran Presiden Jokowi lainnya yakni sebagai negarawan mengemuka. Setidaknya demi menjaga citra publik Jokowi agar tetap memiliki keseimbangan politik sekaligus agar legacynya aman siapa pun presidennya.
"Pun bila akhirnya Presiden Jokowi memilih tak menyokong Anies, maka memastikan skenario memasangkan Prabowo-Ganjar menjadi keniscayaan di tengah tren penurunan elektabilitas Ganjar dan PDIP, untuk memastikan pilpres hanya dua calon (agar 1 putaran) dengan Anies sebagai lawannya. Namun pertanyaan mendasarnya mengemuka, rela kah PDIP memberikan kursi capresnya kepada Prabowo?" tuturnya.
Ketiga, tambah Agung, pencapresan Ganjar oleh PDIP memberi stimulus politik bagi KPP yang mengusung Anies untuk melangkah ke fase lanjutan perihal memilih cawapres ideal. Setidaknya KPP semakin solid, sementara bagi KIB dan KKIR, proposal Ganjar sebagai capres saat kelak melebur dalam Koalisi Besar menghadirkan dilema-dilema politik yang bila tak diatur secara optimal maka akan mengkristalkan poros prapilpres minimal dalam tiga kubu, yakni KIB-PDIP, KKIR, dan KPP.
"Kebersamaan KIB-PDIP menjadi mungkin, karena sampai saat ini KIB belum memilki capres-cawapres definitf sebagaimana KKIR dan KKP," tutupnya.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro menilai deklarasi Ganjar Pranowo menjadi Capres PDIP terkesan mendadak dan mengagetkan banyak pihak karena selama ini teknisnya direncanakan pada bulan Juni 2023 atau bertepatan dengan Bulan Bung Karno.
"Apalagi fakta ini diperkuat karena Presiden Jokowi tiba lebih awal di Solo (20/4) untuk merayakan Lebaran, namun karena ada pengumuman Ganjar Pranowo (Ganjar) sebagai capres, ia mesti kembali ke Ibu Kota," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima SINDOnews, Sabtu (22/4/2023).
Menurutnya, di luar itu secara substantif agenda ini memiliki efek positif bagi partai karena gonjang-ganjing siapa Capres PDIP yang selama ini ‘membenturkan’ antara Ganjar dengan Puan Maharani otomatis menjadi tereleminasi. Selain itu, Prananda Prabowo yang selama ini ditempatkan di panggung belakang, kini tampil di depan layar kaca sebagai bentuk kaderisasi politik Megawati yang selama ini bertumpu pada Puan.
"Dari sini publik sedikit-banyak bisa menyimpulkan bahwa terdapat garis demarkasi politik yang jelas antaraurusan internal PDIP yang secara eksklusif menjadi domain Trah Sukarno, sementara urusan publik termasuk capres-koalisi adalah ranah bersama yang bisa didiskusikan secara terbuka," jelasnya.
Agung mengatakan dalam konteks eksternal, efek pencapresan Ganjar oleh PDIP menimbulkan kontraksi-kontraksi politik bagi partai atau koalisi lain yang selama ini telah mengerucut dalam koalisi prapilpres, sebut saja Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), Koalisi Perubahan untuk Perbaikan (KPP), maupun wacana Koalisi Besar yang arahannya meleburkan KIB dan KKIR bersama PDIP.
Setidaknya bagi koalisi pemerintah saat ini kecuali Partai Nasdem, kata dia, dengan dideklarasikannya Ganjar sebagai capres semakin jelas siapa yang diusung. Walaupun tak bisa dipungkiri akan mengemuka tarikan politik yang kuat soal capres yang akan didukung menimbang elektabilitas Prabowo dan Gerindra sedang dalam tren kenaikan pasca penolakan PDIP terhadap Timnas Israel U-20.
"Di titik inilah peran Presiden Jokowi begitu krusial. Karena tak bisa dipungkiri selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, kini beliau menempatkan diri sebagai penentu capres (The King Maker) untuk Pilpres 2024."
Dia melanjutkan peran The King Maker ini mengemuka bukan tanpa alasan. Karena ditopang atas tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi yang tinggi dan ditambah ekses dua Pilpres 2014 dan 2019 yang begitu tajam sehingga memunculkan pendukung laten Jokowi yang loyal.
"Kepiawaian Presiden Jokowi sebagai The King Maker begitu dituntut untuk memuluskan misi beliau menjaga warisan kebijakan (legacy) pemerintahan saat ini. Akhirnya bagaimana dinamika politik pasca pencapresan Ganjar oleh PDIP?" paparnya.
Pertama, jalan PDIP menang hattrick dalam pilpres dan pileg akan semakin mudah bila mampu berkolaborasi dengan Presiden Jokowi dalam mengkonsolidasikan KIB dan KKIR dalam Koalisi Besar. Walaupun ini bukan pekerjaan mudah, menimbang di setiap poros prapilpres sudah mengemuka nama capres-cawapres yang akan diusung.
"Misalnya di sisi KIB, bagaimana nasib Airlangga yang menginginkan tiket RI 2 untuk mengamankan kursi Ketum Golkar pasca gonjang-ganjing di internal? Sementara di sisi KKIR lebih kompleks lagi, karena baik Prabowo maupun Cak Imin sama-sama mengunci tiket capres-cawapres."
"Artinya bukan perkara mudah mempertemukan beragam kepentingan di atas dalam sebuah titik temu karena masing-masing kandidat juga merupakan ketua umum partai yang berharap pencalonan atas dirinya memiliki efek elektoral bagi partai yang dipimpinnya," sambungnya.
Kedua, bagi Presiden Jokowi dengan dicapreskannya Ganjar otomatis akan membuat dirinya memiliki ‘dua keranjang telur” melalui Prabowo dan Ganjar sebagai bentuk investasi politik walaupun ini berisiko bila tak dikelola dengan hati-hati ketika tak turut mendukung Anies. Menimbang elektabilitas antar capres sementara ini masih berlangsung kompetitif.
Menurutnya, di fase ini pengejawantahan peran Presiden Jokowi lainnya yakni sebagai negarawan mengemuka. Setidaknya demi menjaga citra publik Jokowi agar tetap memiliki keseimbangan politik sekaligus agar legacynya aman siapa pun presidennya.
"Pun bila akhirnya Presiden Jokowi memilih tak menyokong Anies, maka memastikan skenario memasangkan Prabowo-Ganjar menjadi keniscayaan di tengah tren penurunan elektabilitas Ganjar dan PDIP, untuk memastikan pilpres hanya dua calon (agar 1 putaran) dengan Anies sebagai lawannya. Namun pertanyaan mendasarnya mengemuka, rela kah PDIP memberikan kursi capresnya kepada Prabowo?" tuturnya.
Ketiga, tambah Agung, pencapresan Ganjar oleh PDIP memberi stimulus politik bagi KPP yang mengusung Anies untuk melangkah ke fase lanjutan perihal memilih cawapres ideal. Setidaknya KPP semakin solid, sementara bagi KIB dan KKIR, proposal Ganjar sebagai capres saat kelak melebur dalam Koalisi Besar menghadirkan dilema-dilema politik yang bila tak diatur secara optimal maka akan mengkristalkan poros prapilpres minimal dalam tiga kubu, yakni KIB-PDIP, KKIR, dan KPP.
"Kebersamaan KIB-PDIP menjadi mungkin, karena sampai saat ini KIB belum memilki capres-cawapres definitf sebagaimana KKIR dan KKP," tutupnya.
(kri)