Hidup Mewah Rasa Korupsi

Sabtu, 08 April 2023 - 23:13 WIB
loading...
Hidup Mewah Rasa Korupsi
Rio Christiawan. FOTO/KORAN SINDO
A A A
Rio Christiawan
Associate Professor bidang Hukum, Pengajar Filsafat Hukum dan Pluralisme

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) . Kali ini giliran bupati kabupaten Meranti dan beberapa pejabat strategis lain yang dicokok lembaga atirasuah itu. Sebelumnya KPK juga menetapkan mantan pegawai kementerian keuangan Rafael Alun Trisambodo sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi.

Belakangan ini terjadi beberapa fenomena menarik yang terjadi di tengah masyarakat, seperti kecenderungan untuk menonjolkan gaya hidup mewah di media sosial, menunjukkan kekuasaan secara berlebihan dengan melekatkan diri pada profil penguasa.

Melihat fenomena yang terjadi dan menjadi kecenderungan masyarakat saat ini, teringat istilah ‘Simulacra’ yang digagas oleh Jean Baudrillard (1985). Istilah itu kurang lebih artinya adalah kehidupan suatu komunitas atau masyarakat yang selalu diganggu dengan absurditas kode, tanda dan simbol sehingga manusia hidup dalam dunia imajiner.

Ini menyebabkan tiadanya batas kebenaran dan kepalsuan yang menyebabkan keadaan masyarakat serba semu dan berakibat pada hubungan interaksi di tengah masyarakat yang bersifatpseudo(semu).

38 tahun berlalu sejak Jean Baudrillard mempublikasikan fenomena masyarakat Simulacra melalui bukunya ‘Simulacra and Simulations’, saat ini justru persis terjadi dengan fenomena perilaku masyarakat di tanah air. Perilaku ‘simulacra’ ini telah menjadi perhatian dan kritik di Eropa dan banyak negara lainnya yang pada akhirnya mengubah perilaku dan persepsi masyarakat itu sendiri. Akibat dari perilaku simulacra adalah perilaku-perilaku di tengah masyarakat yang di luar akal sehat, logika dan nalar.

Dalam relasi sebab-akibat, perilaku itu berdampak pada model interaksi di masyarakat. Misalnya perilaku gaya hidup mewah pihak yang memiliki kewenangan selalu erat kaitannya dengan perilaku koruptif dan manipulatif.

Fenomena eratnya perilaku hedonisme dan korupsi tergambar melalui sosok Marie Antoinette (1755–1793). Marie Antoinette atau sering dikenal dengan Madamme Antoinette adalah ratu Prancis terakhir sebelum pecah revolusi Prancis.

Madamme Antoinette yang selanjutnya dikenal sebagaimadame deficitdi Perancis dihukum mati oleh masyarakat di guillotine (alat penjagalan hewan ternak), pada saat revolusi Prancis karena masyarakat sudah muak dengan gaya hidup mewah, arogan dan korupsi yang dilakukan oleh pimpinannya di tengah kesengsaraan masyarakat.

Perilaku Simulacra dan Korupsi
Jika menelusuri sejarah yang ada, jelas terdapat korelasi antara perilaku simulacra dan gerakan perubahan yang mendasar. Misalnya perilaku Simulacramadame deficitdengan revolusi Prancis yang menghasilkan perlakuan kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan (liberte, egalite dan fraternite) pada masyarakat luas.

Kini, banyak terungkapnya perilaku Simulacra di tengah masyarakat sekurang-kurangnya telah menghasilkan perilaku positif masyarakat dalam bentuk pengawasan atas kewajaran berperilaku masyarat lainnya.

Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan gaya hidup mewah yang tidak wajar serta arogansi yang melibatkan kekuasaan tetapi juga berkaitan dengan fanatisme terhadap penolakan atau penggunaan simbol-simbol tertentu di dalam masyarakat.

Perilaku simulacra digambarkan secara filosofis oleh Aristoteles sebagai bentuk eksploitasi masyarakat oleh masyarakat lain yang cenderung memiliki kekuasaan sehingga apa yang dicita-citakan oleh masyarakat simulacra adalah bentuk subordinatif di dalam masyarakat itu sendiri.

Dinamika dalam masyarakat simulacra selalu menonjolkan dan memunculkan eksploitasi pada pola hubungan subordinatif, seperti kaya dan miskin, mayoritas dan minoritas yang pada hakekatnya hanyalah bersifat semu tanpa nilai dan makna.

Saat ini jika dicermati baik di media massa maupun media sosial banyaknya masyarakat yang melakukan pengawasan dengan mengungkap serta melakukan koreksi perilaku tersebut menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya banyak di antara masyarakat yang sadar akan interaksi simulacra yang bersifat semu tersebut.

Pengungkapan model masyarakat simulacra tersebut dapat dipandang secara positif sebagai bagian dari perubahan masyarakat itu sendiri dari dunia semu (pseudo) menuju pada dunia yang riil dan tidak semu.

Sebagaimana berbagai polemik yang terjadi di masyarakat adalah bagian dari perubahan dari masyarakat itu sendiri guna mengikis interaksi simulacra yang telah mengakar dalam masyarakat.

Nicholas Abercombie (1994), menguraikan bahwa polemik yang terjadi di dalam masyarakat adalah bagian dari diskurus yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri untuk sebuah transformasi menuju kehidupan yang lebih baik. Dalam hal ini ditandai dengan adanya gugatan atau perubahan pandangan terhadap tatanan kode, nilai dan simbol yang selama ini dianggap benar oleh masyarakat simulacra.

Titik Balik
Saat ini pengungkapan berbagai fakta dan peristiwa yang mengejutkan oleh masyarakat utamanya melalui media sosial dapat dipandang sebagai bagian dari titik balik perilaku masyarakat simulacra tersebut. Dapat dipandang sebagai titik balik dalam pengertian tatanan kode, nilai dan simbol yang pada awalnya diterima serta dikagumi dan dianggap sebagai tujuan di dalam masyarakat selanjutnya dalam perkembangannya dipandang sebagai hal yang semu, tidak ideal bahkan negatif.

Seperti contohnya tindakan pamer hidup mewah dan hedonis yang tadinya dianggap sebagai ‘role model’. Kini, setelah berbagai pengungkapan oleh masyarakat dan ditemukan fakta relasi hidup mewah yang berlebihan dan perilaku menyimpang seperti korupsi atau perbuatan melanggar hukum lainnya maka perilaku tersebut sudah bukan menjadi ‘role model’ dalam masyarakat itu sendiri.

Esensinya, tujuan dari perilaku masyarakat simulacra dengan berbagai tatanan kode, atribut , nilai dan simbol yang secara semu adalah untuk mendapat pengakuan secara cepat (instan) di masyarakat. Namun, setelah adanya perubahan ‘role model’ ideal dalam masyarakat maka akan terjadi dua fase yang diharapkan mampu mengubah kehidupan masyarakat simulacra sehingga tidak terjadi perlawanan mendasar dalam masyarakat (baca: ekstremnya revolusi atau tindakan ekstrem lainnya, semisal berhenti membayar pajak karena perasaan kecewa pada oknum petugas pajak).

Dua fase evolusi pada masyarakat yang menggunakan perilaku simulacra sebagai basis interaksi setelah adanya pengungkapan dari masyarakat lain adalah, pertama fase kekhawatiran, ketakutan maupun penyangkalan. Pada fase ini masyarakat simulacra akan mulai mengurangi dan berhenti menunjukkan berbagai tatanan kode, atribut , nilai dan simbol yang pada awalnya secara semu dipergunakan untuk mendapatkan pengakuan.

Lebih lanjut ketika perilaku simulacra tersebut banyak ditentang oleh masyarakat maka mereka yang pada awalnya berperilaku dengan dasar simulacra menjadi berubah mengikuti kecenderungan ideal yang ada pada masyarakat.

Fase kedua adalah adanya kesadaran bersama pada seluruh lapisan masyarakat bahwa model perilaku simulacra adalah perilaku yang semu dan harus ditanggalkan serta ditinggalkan guna menuju pola interaksi yang lebih baik dalam masyarakat.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1891 seconds (0.1#10.140)