Jangan Asal Ramping
loading...
A
A
A
Kapan pemangkasan sejumlah LNS ini, hingga kemarin Presiden Jokowi belum memberi kepastian. Pekan lalu Jokowi hanya memberi penegasan bahwa pemangkasan patut dilakukan demi menghemat anggaran. Selanjutnya, anggaran dari LNS itu bisa dikembalikan ke lembaga struktural yang ada. Begitu pun tugasnya, dikembalikan ke kementerian terkait. "Kalaupun bisa kembalikan ke kementerian, ke dirjen, direktorat, direktur, kenapa kita harus pakai badan-badan itu lagi, ke komisi-komisi itu lagi,” ucapnya.
Dengan organisasi yang lebih ramping, Jokowi meyakini pemerintahannya akan bergerak lebih cepat. “Bolak-balik saya sampaikan, negara cepat bisa mengalahkan negara yang lambat. Bukan negara gedhe mengalahkan negara yang kecil, enggak. Kita yakini,” katanya. (Baca juga: Stimulus Pemerintah Tidak Cukup Tahan Angka Kemiskinan)
Untuk mematangkan pemangkasan ini, Menpan-RB Tjahjo Kumolo juga mengaku sudah mengevaluasi 96 lembaga pemerintah, baik yang dibentuk berdasarkan keppres, peraturan pemerintah (PP) maupun undang-undang (UU). Tjahjo pun membantah perampingan lembaga ini karena adanya teguran keras dari Jokowi. Bahkan dia menyatakan kajian ini sudah dilakukan sebelum muncul wabah Covid-19.
Setali tiga uang, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko juga menjelaskan, pemangkasan dilakukan untuk menciptakan birokrasi yang lebih luwes dengan kebutuhan zaman. Bahkan dia menilai ada beberapa lembaga yang berpotensi untuk digabungkan dengan lembaga struktural. Mantan Panglima TNI ini mencontohkan, Komisi Nasional Lanjut Usia bisa dilebur dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). “Tapi, nanti juga akan dilihat. BRG (Badan Restorasi Gambut) itu dari sisi kebakaran, apakah cukup (kebakaran) ditangani BNPB, dari sisi optimalisasi gambut untuk pertanian apakah cukup oleh Kementerian Pertanian? Itu kira-kira yang sedang dikaji Kemenpan-RB,” ujarnya.
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono mengungkapkan bahwa PNS yang terdampak perampingan akan disalurkan ke instansi lain. Namun, hal tersebut tidak dilakukan secara asal-asalan. Jika ada PNS terdampak perampingan tidak bisa tersalurkan ke instansi lain, maka hal ini dikembalikan ke Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2017 tentang Manajemen PNS. “Ketika tidak ada instansi yang membutuhkan pegawai, kompetensi tidak dibutuhkan, dan ternyata kelebihan pegawai, kalau sudah masuk batas usia pensiun bisa dipensiunkan,” katanya kemarin. (Baca juga: Berpetualang Rasa dengan Sanpatan ala Brazilian)
Sejumlah kalangan dan akademisi juga banyak yang mendukung rencana kebijakan pemerintah ini. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyatakan, lembaga apa pun yang tidak efektif dan sedikit saja berkontribusi terhadap pembangunan memang harus dibubarkan. "Bahkan, tidak hanya lembaga, kementerian sekalipun mestinya ikut disasar untuk dibubarkan jika keberadaannya tidak signifikan dalam pembangunan," ujarnya.
Pakar hukum tata negara Bayu Dwi Anggono meyakini pembubaran lembaga-lembaga akan melahirkan efisiensi yang luar biasa besar. Apalagi tugas dan fungsi lembaga yang menjadi sasaran pembubaran itu overlap dengan kementerian. Bahkan programnya kadang tidak berkontribusi terhadap layanan publik sebagaimana yang diinginkan Presiden.
Hilangnya lembaga-lembaga itu juga akan memotong rantai layanan dan duplikasi birokrasi. Dia mencontohkan tugas BRG dan Badan Promosi Pariwisata Indonesia bisa dijalankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (Lihat videonya: Seorang Nenek Renta di Banyuasin, Digugat Anak Sendiri Perihal Warisan)
Dosen Universitas Negeri Jember itu mengungkapkan, banyaknya lembaga ad hoc itu karena euforia era reformasi sebagai respons ketidakpercayaan terhadap birokrasi kementerian. Ternyata dalam praktiknya keberadaan lembaga serta tugas pokok dan fungsinya itu duplikatif dengan kementerian yang sudah ada sehingga tidak efektif.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengakui bahwa masih ada lembaga negara yang berkinerja lambat dan tidak berfungsi secara maksimal. (Dita Angga/FW Bachtiar/Kiswondari)
Dengan organisasi yang lebih ramping, Jokowi meyakini pemerintahannya akan bergerak lebih cepat. “Bolak-balik saya sampaikan, negara cepat bisa mengalahkan negara yang lambat. Bukan negara gedhe mengalahkan negara yang kecil, enggak. Kita yakini,” katanya. (Baca juga: Stimulus Pemerintah Tidak Cukup Tahan Angka Kemiskinan)
Untuk mematangkan pemangkasan ini, Menpan-RB Tjahjo Kumolo juga mengaku sudah mengevaluasi 96 lembaga pemerintah, baik yang dibentuk berdasarkan keppres, peraturan pemerintah (PP) maupun undang-undang (UU). Tjahjo pun membantah perampingan lembaga ini karena adanya teguran keras dari Jokowi. Bahkan dia menyatakan kajian ini sudah dilakukan sebelum muncul wabah Covid-19.
Setali tiga uang, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko juga menjelaskan, pemangkasan dilakukan untuk menciptakan birokrasi yang lebih luwes dengan kebutuhan zaman. Bahkan dia menilai ada beberapa lembaga yang berpotensi untuk digabungkan dengan lembaga struktural. Mantan Panglima TNI ini mencontohkan, Komisi Nasional Lanjut Usia bisa dilebur dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). “Tapi, nanti juga akan dilihat. BRG (Badan Restorasi Gambut) itu dari sisi kebakaran, apakah cukup (kebakaran) ditangani BNPB, dari sisi optimalisasi gambut untuk pertanian apakah cukup oleh Kementerian Pertanian? Itu kira-kira yang sedang dikaji Kemenpan-RB,” ujarnya.
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono mengungkapkan bahwa PNS yang terdampak perampingan akan disalurkan ke instansi lain. Namun, hal tersebut tidak dilakukan secara asal-asalan. Jika ada PNS terdampak perampingan tidak bisa tersalurkan ke instansi lain, maka hal ini dikembalikan ke Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2017 tentang Manajemen PNS. “Ketika tidak ada instansi yang membutuhkan pegawai, kompetensi tidak dibutuhkan, dan ternyata kelebihan pegawai, kalau sudah masuk batas usia pensiun bisa dipensiunkan,” katanya kemarin. (Baca juga: Berpetualang Rasa dengan Sanpatan ala Brazilian)
Sejumlah kalangan dan akademisi juga banyak yang mendukung rencana kebijakan pemerintah ini. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyatakan, lembaga apa pun yang tidak efektif dan sedikit saja berkontribusi terhadap pembangunan memang harus dibubarkan. "Bahkan, tidak hanya lembaga, kementerian sekalipun mestinya ikut disasar untuk dibubarkan jika keberadaannya tidak signifikan dalam pembangunan," ujarnya.
Pakar hukum tata negara Bayu Dwi Anggono meyakini pembubaran lembaga-lembaga akan melahirkan efisiensi yang luar biasa besar. Apalagi tugas dan fungsi lembaga yang menjadi sasaran pembubaran itu overlap dengan kementerian. Bahkan programnya kadang tidak berkontribusi terhadap layanan publik sebagaimana yang diinginkan Presiden.
Hilangnya lembaga-lembaga itu juga akan memotong rantai layanan dan duplikasi birokrasi. Dia mencontohkan tugas BRG dan Badan Promosi Pariwisata Indonesia bisa dijalankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (Lihat videonya: Seorang Nenek Renta di Banyuasin, Digugat Anak Sendiri Perihal Warisan)
Dosen Universitas Negeri Jember itu mengungkapkan, banyaknya lembaga ad hoc itu karena euforia era reformasi sebagai respons ketidakpercayaan terhadap birokrasi kementerian. Ternyata dalam praktiknya keberadaan lembaga serta tugas pokok dan fungsinya itu duplikatif dengan kementerian yang sudah ada sehingga tidak efektif.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengakui bahwa masih ada lembaga negara yang berkinerja lambat dan tidak berfungsi secara maksimal. (Dita Angga/FW Bachtiar/Kiswondari)