Dilema Relokasi Infrastruktur Pertamina

Senin, 03 April 2023 - 13:14 WIB
loading...
Dilema Relokasi Infrastruktur Pertamina
Arif Minardi. FOTO/DOK KORAN SINDO
A A A
Arif Minardi
Sekjen KSPSI, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronika dan Mesin (FSP LEM SPSI ).

Kebakaran yang disertai dengan ledakan terjadi lagi di infrastruktur migas milik PT Pertamina (Persero). Kali ini terjadi di kilang minyak (Refinery Unit) II di Dumai, Riau, pada Sabtu (1/4) malam.

Sejumlah pekerja mengalami luka-luka akibat kecelakaan kerja yang terjadi di area kompresor gas. Padahal, Menteri BUMN Erick Thohir telah memperingatkan kepada jajarannya agar mengantisipasi terjadinya kebakaran di lingkungannya.

Kasus kebakaran yang terjadi beruntun di Pertamina perlu perhatian serius. Perlu pembenahan total terhadap sistem keselamatan dan kesehatan kerja serta ketelitian yang ekstra terhadap perawatan seluruh komponen dan peralatan yang ada di kilang atau depo.

Sebelumnya, kebakaran besar terjadi di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang yang hingga kini menyisakan dilema besar. Pemerintah mengambil dua alternatif yang bertolak belakang. Yakni melakukan relokasiinfrastrukturTBBM atau memindahkanpermukimanpenduduk sekitar.

Keputusan untuk relokasi infrastruktur terminal bahan bakar dinilai tidak tepat dan justru menjadi preseden buruk terhadap eksistensi obyek vital atau kawasan industri lainnya. Masih banyak kasus serupa yang belum ada solusinya dan bisa saja menjadi bom waktu.

Sekadar catatan, hinggi kini banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki aset properti dan tanah yang berubah menjadi permukiman dengan cara ilegal. Seperti yang terjadi di tanah milik PT KAI, PLN, Perhutani, dan lain-lain.

Buruknya manajemen aset BUMN dan tidak adanya ketegasan oleh manajemen BUMN dan Pemerintah Daerah, menyebabkan banyak aset tanah yang berpindah tangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kondisinya semakin runyam karena masalah sertifikasi tanah dibiarkan berlarut-larut sehingga semakin rumit.

Erick Thohir harus segera menuntaskan sertifikasi semua aset tanah dan properti seluruh BUMN. Serta mempercepat proses hukum terhadap status tanah yang diserobot pihak lain.

Kembali ke TBBM Plumpang, solusi yang tepat terkait masakah ini adalah mempertahankan lokasi yang ada sekarang dengan menambah kawasan penyangga atau buffer zone sebagai faktor keamanan jika terjadi musibah kebakaran atau bencana lainnya. Kemudian merelokasi pendudukan yang telah bermukim dengan cara yang manusiawi serta bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta.

Alternatif memindahkan TBBM Plumpang tidak rasional, sangat sulit dan amat mahal biayanya. Selain itu jika TBBM dipindahkan maka tidak ada kepastian hukum dan menjadi preseden buruk terhadap industri yang lain.

Mahal dalam hal ini karena infrastruktur TBBM sifatnya sudah permanen, seperti konstruksi tangki timbun, instalasi pipa dan lewat jalur darat distribusi pengaliran berbagai jenis BBM yang berasal dari Kilang Migas Balongan serta jalur pengaliran BBM dari laut dengan sistem Single Point Mooring (SPM).

Konstruksi SPM yang mirip dengan anjungan lepas pantai itu melayani kapal tanker untuk menyalurkan BBM ke TBBM Plumpang. Dengan kondisi tersebut, faktor jalur distribusi lewat pipa-pipa besar dengan jarak ratusan kilometer sangat sulit dipindahkan atau digeser jika TPPB direlokasi. Sejak tahun 70-an pemilihan lokasi Plumpang sudah tepat dan luas area juga bisa diekspansi jika ada penambahan tangki timbun yang baru.

Aktivitas industri dalam bentuk TBBM adalah menerima,menimbun, dan menyalurkan bermacam jenis BBM. Aktivitas tersebut mesti sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No 19 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Keadaan Darurat dalam Kegiatan Usaha Industri Kimia dan sejenisnya.

Permenperin ini mewajibkan industri kimia dan sejenisnya untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat bahan kimia melalui identifikasi risiko bahaya pada industri serta penyusunan dokumen-dokumen prosedur keadaan darurat.

Pengelolaan BBM dan bahan kimia berbahaya sebagai upaya keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan merupakan aspek yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian serius.

Menjaga keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja industri kilang BBM merupakan keniscayaan.Apalagi keselamatan kerja menjadi agenda penting organisasi buruh sedunia (ILO). Organisasi tersebut merekomendasikan agar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ditaati oleh semua pihak.

Relokasi pabrik atau infrastruktur industri sulit dilakukan. Untuk memindahkan pabrik dengan skala yang lebih kecil dibandingkan dengan TBBM Plumpang saja saat ini sangat sulit. Apalagi Kawasan Industri yang ada di Indonesia sebagian belum memiliki mitigasi atau upaya dalam mengurangi potensi bencana alam di wilayahnya. Mitigasi bencana di kawasan industri bisa mengatasi kerugian produksi.

Pemindahan pabrik sekelas pabrik manufaktur sangat melelahkan dan menghabiskan dana dan sumber daya. Perlu strategi yang tepat agar proses perpindahan perusahaan manufaktur bisa berjalan dengan lancar. Proses transisi tidak mudah dan harus memikirkan strategi yang tepat agar performa perusahaan nantinya tidak merosot.

Sebagai gambaran kompleksitas relokasi pabrik industri manufaktur mencakup hal-hal berikut. Ada beberapa aspek yang selama ini menjadi pertimbangan sebelum merelokasi pabrik manufaktur.

Pertama aspek perpindahan peralatan dengan aman. Pasalnya, selalu ada kemungkinan terjadinya kehilangan barang atau kerusakan pada peralatan. Perlu petugas yang mampu mengawasi relokasi pabrik untuk memastikan properti perusahaan dan properti klien serta vendor dapat dilacak keberadaannya pada saat proses perpindahan.

Biasanya untuk hal di atas dipastikan melalui pemberian tanda seperti label, tag barcode, RFID, dan NFC, agar bisa mengecek dan melacak aset perusahaan secara praktis. Hal ini sangat penting bukan hanya untuk proses perpindahan saja, tetapi juga akan bermanfaat pula dalam jangka panjang, khususnya ketika proses perpindahan sudah terjadi.

Kedua mengatur tata letak di lokasi yang baru. Beberapa perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatur tata letak pabrik di lokasi baru karena tidak memiliki konsep yang kuat dalam perencanaan konsep tata letak di lokasi baru. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu memiliki rencana desain yang matang di lokasi baru tersebut dari sejak sebelum proses perpindahan terjadi.

Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang memiliki banyak divisi. Setiap divisi memiliki serangkaian alur kerja sendiri yang perlu dipikirkan, termasuk pengaturan workstation fisik yang ada di lokasi baru untuk mendukung kinerja perusahaan manufaktur.

Ketiga adalah pengecekan atau quality control pada perusahaan manufaktur dengan kalibrasi alat yang cermat dan pengaturan operator yang baik sangat diperlukan agar proses relokasi bisa optimal.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2210 seconds (0.1#10.140)