Diversifikasi Pangan Lokal Solusi Pengentasan Stunting
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan diversifikasi pangan atau modifikasi pangan lokal sangat diperlukan untuk mengurangi stunting yang saat ini masih menjadi masalah di Indonesia.
Pasalnya, menurut perempuan yang akrab disapa Rerie tersebut, pola hidup sehat salah satunya dengan asupan bergizi dengan stunting memang sangat berhubungan.
"Kita paham betul stunting jadi masalah kita semua. Sampai hari ini angka masih tinggi. Ada masalah mendasar yakni gizi yang berdampak pada SDM di Indonesia. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan bisa diselesaikan apabila bisa dioptimalkan penggunaan pangan lokal," ungkapnya dalam Diskusi Diversifikasi Pangan DPP Garnita Malahayati NasDem, Sabtu (18/7/2020).
Permasalahan stunting di samping kurang akses dari makanan bergizi juga didasari oleh kurang pengetahuan para ibu mengenai jenis sumber pangan lokal yang terjangkau, mudah didapat dan memiliki gizi tinggi. (Baca juga: Ketahanan Pangan: Emak-emak Panen Sayur Mayur dan Ikan Dibagi Gratis untuk Warga)
Menurutnya, pada 2019 berdasarkan data terdapat 27,6% anak Indonesia mengalami stunting dengan catatan beberapa daerah dengan kondisi tinggi. "100 kabupaten butuh intervensi pangan untuk tingkatkan gizi anak di bawah 2 tahun dan agar 1000 hari kehidupan anak terjaga," sambung Rerie.
Dia menyampaikan dari hasil penelitian Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, terdapat banyak pangan lokal yang memiliki gizi luar biasa.Beberapa pangan lokal tersebut antara lain singkong, ubi jalar dan daun kelor yang dikatakan sangat mudah ditanam, didapatkan dan bukan menjadi tumbuhan yang asing.
"Singkong bisa ditemukan dimana-mana dan sangat mudah ditanam dan bukan aneh. Ubi jalar juga punya banyak vitamin yang dibututhkan dan ini bukan aneh dan sangat mudah didapatkan oleh kita. Di Nusa Tenggara dan beberapa daerah lain, daun kelor juga bisa ditemukan di mana-mana dan apabila diproses bahan pangan bisa diubah jadi tepung, dan bisa jadi suplemen bagi ibu hamil. Masih ada lagi berbagai macam data mengenai bahan pangan lokal kita. Kuncinya bagaimana ini tersosialisasi baik kepada publik," paparnya. (Baca juga: Jokowi: Cadangan Strategis Pangan Diurus Menhan)
Atas hal tersebut, inovasi merupakan hal yang sangat penting untuk mengelola pangan lokal agar menjadi produk yang diterima dan menarik perhatian masyarakat sehingga mereka tidak ragu untuk mengonsumsi pangan lokal.
Selain itu, keterlibatan stakeholder juga dibutuhkan dalam program diversifikasi pangan sesuai dengan kearifan lokal dan memanfaatkan beberapa peluang untuk mengurangi prevalensi stunting secara holistik.
"Selain itu, literasi masyarakat tentang sumber pangan lokal tinggi gizi juga perlu ditingkatkan sehingga pemanfaatan pangan lokal lebih optimal. Petani harus didorong untuk menanam produk pangan lokal melalui mekanisme subsidi dan pemerintah kepada petani, dan menumbuhkan permintaan dengan sosialisasi yang baik," ujar Rerie.
Di forum yang sama, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa sebuah negara akan kuat kalau ketahanan pangannya kuat, dan negara akan hancur jika ketahanan pangannya terganggu.
Atas hal tersebut, problematika stunting memang perlu segera diintervensi dan dia mengatakan bahwa Kementan siap untuk mengatasi permasalahan ini.
"Ada 88 kabupaten dan kota yang harus diintervensi. Saya siap intervensi itu. Tahun depan saya yakini dan kalau perlu besok kita tandatangani MoU untuk mengatasi permasalahan stunting ini," kata Syahrul.
"Saya siapkan bibit pangan lokal besok untuk stunting, itu bukan bibit biasa. Ini hasil temuan Litbang terbaru. 88 kabupaten dan kota dari 300 lebih kecamatan dan 28 ribu kepala desa yang harus dibagikan bibit ini," tambahnya.
Syahrul mengatakan, intervensi permasalahan stunting merupakan hal yang penting dan hal ini memiliki arti sangat besar bagi Indonesia khususnya masa depan anak bangsa. "Kita secara tidak langsung menghancurkan negara kalau nggak bisa menindaklanjuti stunting," ucapnya.
Pasalnya, menurut perempuan yang akrab disapa Rerie tersebut, pola hidup sehat salah satunya dengan asupan bergizi dengan stunting memang sangat berhubungan.
"Kita paham betul stunting jadi masalah kita semua. Sampai hari ini angka masih tinggi. Ada masalah mendasar yakni gizi yang berdampak pada SDM di Indonesia. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan bisa diselesaikan apabila bisa dioptimalkan penggunaan pangan lokal," ungkapnya dalam Diskusi Diversifikasi Pangan DPP Garnita Malahayati NasDem, Sabtu (18/7/2020).
Permasalahan stunting di samping kurang akses dari makanan bergizi juga didasari oleh kurang pengetahuan para ibu mengenai jenis sumber pangan lokal yang terjangkau, mudah didapat dan memiliki gizi tinggi. (Baca juga: Ketahanan Pangan: Emak-emak Panen Sayur Mayur dan Ikan Dibagi Gratis untuk Warga)
Menurutnya, pada 2019 berdasarkan data terdapat 27,6% anak Indonesia mengalami stunting dengan catatan beberapa daerah dengan kondisi tinggi. "100 kabupaten butuh intervensi pangan untuk tingkatkan gizi anak di bawah 2 tahun dan agar 1000 hari kehidupan anak terjaga," sambung Rerie.
Dia menyampaikan dari hasil penelitian Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, terdapat banyak pangan lokal yang memiliki gizi luar biasa.Beberapa pangan lokal tersebut antara lain singkong, ubi jalar dan daun kelor yang dikatakan sangat mudah ditanam, didapatkan dan bukan menjadi tumbuhan yang asing.
"Singkong bisa ditemukan dimana-mana dan sangat mudah ditanam dan bukan aneh. Ubi jalar juga punya banyak vitamin yang dibututhkan dan ini bukan aneh dan sangat mudah didapatkan oleh kita. Di Nusa Tenggara dan beberapa daerah lain, daun kelor juga bisa ditemukan di mana-mana dan apabila diproses bahan pangan bisa diubah jadi tepung, dan bisa jadi suplemen bagi ibu hamil. Masih ada lagi berbagai macam data mengenai bahan pangan lokal kita. Kuncinya bagaimana ini tersosialisasi baik kepada publik," paparnya. (Baca juga: Jokowi: Cadangan Strategis Pangan Diurus Menhan)
Atas hal tersebut, inovasi merupakan hal yang sangat penting untuk mengelola pangan lokal agar menjadi produk yang diterima dan menarik perhatian masyarakat sehingga mereka tidak ragu untuk mengonsumsi pangan lokal.
Selain itu, keterlibatan stakeholder juga dibutuhkan dalam program diversifikasi pangan sesuai dengan kearifan lokal dan memanfaatkan beberapa peluang untuk mengurangi prevalensi stunting secara holistik.
"Selain itu, literasi masyarakat tentang sumber pangan lokal tinggi gizi juga perlu ditingkatkan sehingga pemanfaatan pangan lokal lebih optimal. Petani harus didorong untuk menanam produk pangan lokal melalui mekanisme subsidi dan pemerintah kepada petani, dan menumbuhkan permintaan dengan sosialisasi yang baik," ujar Rerie.
Di forum yang sama, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa sebuah negara akan kuat kalau ketahanan pangannya kuat, dan negara akan hancur jika ketahanan pangannya terganggu.
Atas hal tersebut, problematika stunting memang perlu segera diintervensi dan dia mengatakan bahwa Kementan siap untuk mengatasi permasalahan ini.
"Ada 88 kabupaten dan kota yang harus diintervensi. Saya siap intervensi itu. Tahun depan saya yakini dan kalau perlu besok kita tandatangani MoU untuk mengatasi permasalahan stunting ini," kata Syahrul.
"Saya siapkan bibit pangan lokal besok untuk stunting, itu bukan bibit biasa. Ini hasil temuan Litbang terbaru. 88 kabupaten dan kota dari 300 lebih kecamatan dan 28 ribu kepala desa yang harus dibagikan bibit ini," tambahnya.
Syahrul mengatakan, intervensi permasalahan stunting merupakan hal yang penting dan hal ini memiliki arti sangat besar bagi Indonesia khususnya masa depan anak bangsa. "Kita secara tidak langsung menghancurkan negara kalau nggak bisa menindaklanjuti stunting," ucapnya.
(jon)