Literasi Digital, Keniscayaan yang Harus Segera Ditanggapi Negara
loading...
A
A
A
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Pendiri dan Ketua Pembina Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA)/Dosen Tetap Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka/Mahasiswa Magister Hukum Universitas Jayabaya
LITERASI digital bagi semua komunitas sudah selayaknya mendapatkan perhatian ekstra. Untuk meminimalisasi ekses yang muncul dari teknologi digital, negara perlu menghadirkan program yang berfokus pada upaya mendorong dan memberi pemahaman tentang literasi digital bagi semua komunitas.
Adalah nyata dan tak terbantahkan bahwa teknologi digital menghadirkan banyak manfaat pada berbagai aspek kehidupan masyarakat era terkini. Dia menandai kemajuan peradaban dan perubahan zaman. Namun, di saat yang bersamaan, masyarakat juga melihat serangkaian ekses atau dampak negatif dari era digitalisasi sekarang.
Rangkaian ekses itu nyata, bahkan nyaris sudah menjadi bagian dari keseharian hidup bersama. Rangkaian ekses itu mengemuka karena beberapa platform digital begitu sering disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Platform digital yang populer dan sering digunakan masyarakat di antaranya WhatsApp, YouTube, Instagram, Facebook, atau LINE.
Dengan dukungan beberapa platform digital itu, sebagian besar masyarakat memanfaatkannya untuk kegiatan positif dan produktif, seperti kegiatan belajar-mengajar, layanan kesehatan, hingga aktivitas ekonomi semisal promosi dan pemasaran. Namun, sudah menjadi kenyataan yang harus diakui bahwa beberapa platform digital itu sering digunakan para petualang dan oportunis untuk menyebarluaskan konten-konten negatif, termasuk konten berbau pornografi. Ketika masyarakat belum dibekali dengan literasi digital yang memadai, rangkaian konten negatif itu segera diserap, diterima, dan dipercayai begitu saja.
Penyalahgunaan beberapa platform digital itu sudah barang tentu berdampak negatif bagi semua elemen masyarakat, tak terkecuali remaja dan anak-anak, termasuk anak di bawah umur yang sudah akrab dengan gadget. Sekadar menunjuk contoh, salah satu indikator penyalahgunaan platform digital yang sangat sering dikeluhkan masyarakat adalah maraknya penyebarluasan berita bohong (hoaks) dan upaya melakukan penipu online atau daring.
Dewasa ini, arus informasi melalui platform digital begitu deras.Sayangnya, sarat hoaks. Penyebaran hoaks tetap marak karena tidak semua pelaku ditindak sesuai ketentuan hukum. Sedangkan penipuan online terus membidik siapa saja. Masyarakat sudah menyimak dari pemberitaan pers bahwa penipuan online pun sudah menelan begitu banyak korban dengan nilai kerugian yang tidak kecil. Mereka menjadi korban karena tidak membekali diri dengan literasi digital.
Selain hoaks dan penipuan online, beberapa platform digital digunakan para petualang untuk menyemburkan ujaran kebencian, mengembuskan isu SARA, pengajaran sesat yang mendorong publik untuk bersikap intoleran, melakukan perundungan, hingga membuat konten yang bertujuan menyebarluaskan semangat radikalisme untuk melawan negara dan pemerintah.
Ketua MPR RI/Pendiri dan Ketua Pembina Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA)/Dosen Tetap Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka/Mahasiswa Magister Hukum Universitas Jayabaya
LITERASI digital bagi semua komunitas sudah selayaknya mendapatkan perhatian ekstra. Untuk meminimalisasi ekses yang muncul dari teknologi digital, negara perlu menghadirkan program yang berfokus pada upaya mendorong dan memberi pemahaman tentang literasi digital bagi semua komunitas.
Adalah nyata dan tak terbantahkan bahwa teknologi digital menghadirkan banyak manfaat pada berbagai aspek kehidupan masyarakat era terkini. Dia menandai kemajuan peradaban dan perubahan zaman. Namun, di saat yang bersamaan, masyarakat juga melihat serangkaian ekses atau dampak negatif dari era digitalisasi sekarang.
Rangkaian ekses itu nyata, bahkan nyaris sudah menjadi bagian dari keseharian hidup bersama. Rangkaian ekses itu mengemuka karena beberapa platform digital begitu sering disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Platform digital yang populer dan sering digunakan masyarakat di antaranya WhatsApp, YouTube, Instagram, Facebook, atau LINE.
Baca Juga
Dengan dukungan beberapa platform digital itu, sebagian besar masyarakat memanfaatkannya untuk kegiatan positif dan produktif, seperti kegiatan belajar-mengajar, layanan kesehatan, hingga aktivitas ekonomi semisal promosi dan pemasaran. Namun, sudah menjadi kenyataan yang harus diakui bahwa beberapa platform digital itu sering digunakan para petualang dan oportunis untuk menyebarluaskan konten-konten negatif, termasuk konten berbau pornografi. Ketika masyarakat belum dibekali dengan literasi digital yang memadai, rangkaian konten negatif itu segera diserap, diterima, dan dipercayai begitu saja.
Penyalahgunaan beberapa platform digital itu sudah barang tentu berdampak negatif bagi semua elemen masyarakat, tak terkecuali remaja dan anak-anak, termasuk anak di bawah umur yang sudah akrab dengan gadget. Sekadar menunjuk contoh, salah satu indikator penyalahgunaan platform digital yang sangat sering dikeluhkan masyarakat adalah maraknya penyebarluasan berita bohong (hoaks) dan upaya melakukan penipu online atau daring.
Dewasa ini, arus informasi melalui platform digital begitu deras.Sayangnya, sarat hoaks. Penyebaran hoaks tetap marak karena tidak semua pelaku ditindak sesuai ketentuan hukum. Sedangkan penipuan online terus membidik siapa saja. Masyarakat sudah menyimak dari pemberitaan pers bahwa penipuan online pun sudah menelan begitu banyak korban dengan nilai kerugian yang tidak kecil. Mereka menjadi korban karena tidak membekali diri dengan literasi digital.
Selain hoaks dan penipuan online, beberapa platform digital digunakan para petualang untuk menyemburkan ujaran kebencian, mengembuskan isu SARA, pengajaran sesat yang mendorong publik untuk bersikap intoleran, melakukan perundungan, hingga membuat konten yang bertujuan menyebarluaskan semangat radikalisme untuk melawan negara dan pemerintah.