Sudah Disahkan, UU Ciptaker Dinilai Sudah Jadi Produk Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Publik diajak untuk menghormati produk politik dan hukum yang sudah pemerintah dan parlemen sahkan. Hal ini tak terkecuali dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang baru disahkan.
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengatakan, kalau pun menolak, bisa melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Keputusan sudah diambil. Apa pun keputusannya sudah tentu ini adalah produk politik hukum yang harus dihormati bersama," kata Rahmad, Senin (27/3/2023).
Menurut Rahmad, pro dan kontra pengesahan Perppu Ciptaker menjadi UU merupakan sesuatu yang wajar dalam kehidupan negara demokrasi seperti Indonesia. "Kita maklum, kita pahami masih banyak penolakan," ucap Rahmad.
Politikus PDIP ini memberikan solusi untuk meredam masih banyaknya penolakan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Pemerintah melakukan sosialisasi secara masif terkait seluruh isi UU.
Seluruh elemen dari konfederasi pekerja, akademisi dan mahasiswa harus dilibatkan dalam penyusunan peraturan pemerintah terkait UU Cipta Kerja.
"Misal, masyarakat dilibatkan terkait aturan alih daya yang dibatasi. Dibatasi macam apa nanti yang dikehendaki? Baru diajdikan peraturan pemerintah," jelasnya.
"Ini tentu bisa akomodir pihak yang menolak. Dari pekerja dilibatkan, akademisi dilibatkan, itu bisa meminimalkan rasa ketidaksetujuan, sedikit mengobati dan menerima," sambungnya.
Berikutnya tentu lanjut Rahmad, bagi pihak yang masih kontra disarankan agar menjalani proses hukum melalui judicial review ke MK.
"Kepada para pihak baik mahasiswa, pekerja, akademisi masih tidak setuju, kita hormati karena ini demokrasi. Tapi Perppu sudah disahkan menjadi UU, satu tahap sudah dilalui," jelasnya.
"Setiap negara wajib menaati, tetapi masih ada tahap judicial review ke MK, silakan kita hormati. Tetapi catatan apa pun putusan MK nanti harus juga ditaati oleh semua pihak," tutupnya.
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengatakan, kalau pun menolak, bisa melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Keputusan sudah diambil. Apa pun keputusannya sudah tentu ini adalah produk politik hukum yang harus dihormati bersama," kata Rahmad, Senin (27/3/2023).
Menurut Rahmad, pro dan kontra pengesahan Perppu Ciptaker menjadi UU merupakan sesuatu yang wajar dalam kehidupan negara demokrasi seperti Indonesia. "Kita maklum, kita pahami masih banyak penolakan," ucap Rahmad.
Politikus PDIP ini memberikan solusi untuk meredam masih banyaknya penolakan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Pemerintah melakukan sosialisasi secara masif terkait seluruh isi UU.
Seluruh elemen dari konfederasi pekerja, akademisi dan mahasiswa harus dilibatkan dalam penyusunan peraturan pemerintah terkait UU Cipta Kerja.
"Misal, masyarakat dilibatkan terkait aturan alih daya yang dibatasi. Dibatasi macam apa nanti yang dikehendaki? Baru diajdikan peraturan pemerintah," jelasnya.
"Ini tentu bisa akomodir pihak yang menolak. Dari pekerja dilibatkan, akademisi dilibatkan, itu bisa meminimalkan rasa ketidaksetujuan, sedikit mengobati dan menerima," sambungnya.
Berikutnya tentu lanjut Rahmad, bagi pihak yang masih kontra disarankan agar menjalani proses hukum melalui judicial review ke MK.
"Kepada para pihak baik mahasiswa, pekerja, akademisi masih tidak setuju, kita hormati karena ini demokrasi. Tapi Perppu sudah disahkan menjadi UU, satu tahap sudah dilalui," jelasnya.
"Setiap negara wajib menaati, tetapi masih ada tahap judicial review ke MK, silakan kita hormati. Tetapi catatan apa pun putusan MK nanti harus juga ditaati oleh semua pihak," tutupnya.
(maf)