PBNU Dukung Larangan Buka Puasa Bersama Demi Hemat Duit Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) Ahmad Fahrur Rozi mendukung Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta jajarannya meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama Ramadan. Sebab, instruksi Jokowi itu diyakini untuk menghemat anggaran negara.
"Ya, kita setuju jika dimaksudkan untuk menghemat anggaran negara agar tidak dihamburkan dalam buka bersama mewah di hotel," kata pria yang akrab disapa Gus Fahrur ini kepada MNC Portal, Kamis (23/3/2023).
Namun, Gus Fahrur juga meminta agar pemerintah dapat mempertimbangkan kembali larangan buka puasa bersama. Jika buka puasa bersama itu dilakukan di kantor atau di masjid guna membangun kebersamaan.
"Namun jika dilakukan di kantor atau di masjid untuk membangun kebersamaan saya kira perlu dipertimbangkan, agar ada kesempatan berbagi bersama dalam momen puasa tentu saja secara sederhana dan mandiri," tuturnya.
Dia mengamini bahwa para pejabat dan perintah sering mengadakan jamuan rapat atau perayaan dan peringatan hari tertentu bersama selama ini. Sehingga, menurutnya, tidak baik jika momen buka puasa ramadan justru dilarang.
"Tentu tidak baik jika momen buka puasa ramadan kok tiba-tiba dilarang berkumpul. Sepanjang dilakukan secara wajar dan tidak mengganggu jam kerja atau tugas di kantornya," ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, buka puasa bersama juga akan lebih baik jika diberikan dalam bentuk donasi makanan ke panti asuhan hingga lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia. "Namun jika diberikan dalam bentuk donasi makanan ke panti asuhan, pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan juga lebih baik," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Jokowi meminta jajarannya meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama Ramadan. Hal itu karena penanganan Covid-19 saat ini dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.
Instruksi itu tertuang dalam Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023. Surat tersebut ditandangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023.
Surat perihal Arahan terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama tersebut ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala Badan/Lembaga.
"Hemat saya buka puasa bersama itu baik dan tidak beda dg kumpul2 kondangan, pertemuan dg pendukung dan kosolidasi. Maka covid pun bisa diantisipasi. Pelarangan acara buka meskipun hanya utk instansi kurang tepat dan tak sesuai dg tradisi keagamaan kita," cuit Cholil Nafis di akun Twitter dikutip SINDOnews, Kamis (23/3/2023).
Menurut Kiai Cholil Nafis, budaya buka puasa bersama merupakan momentum silaturahmi, konsolidasi dan kebersamaan. "Ramadhan pasca covid-19 terasa lebih semarak. Budaya buka puasa bersama adlh momentum silaturrahim, konsolidasi dan kebersamaan, bahkan yg tak puasa pun ikut berbuka. Tradisi yg dibalut dg acara keagamaan yg khas Indonesia. Acara kumpul2 selama Ramadhan terasa lebih menyenangkan," tulisnya lagi.
Kritikan juga dilontarkan oleh mantan Ketua Umum MUI Din Syamsuddin. Din menilai instruksi Jokowi itu tidak arif dan tidak adil dengan tradisi keagamaan.
"Tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara. Tidak adil karena nyata alasannya mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19," ujar Din Syamsuddin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/3/2023).
Din mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan beberapa waktu lalu. Bahkan, dia menduga Jokowi juga sering berada di tengah kerumunan.
"Janganlah ucap dan laku berbeda, karena menurut Al-Qur'an 'suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dikerjakannya'," katanya.
"Ya, kita setuju jika dimaksudkan untuk menghemat anggaran negara agar tidak dihamburkan dalam buka bersama mewah di hotel," kata pria yang akrab disapa Gus Fahrur ini kepada MNC Portal, Kamis (23/3/2023).
Namun, Gus Fahrur juga meminta agar pemerintah dapat mempertimbangkan kembali larangan buka puasa bersama. Jika buka puasa bersama itu dilakukan di kantor atau di masjid guna membangun kebersamaan.
"Namun jika dilakukan di kantor atau di masjid untuk membangun kebersamaan saya kira perlu dipertimbangkan, agar ada kesempatan berbagi bersama dalam momen puasa tentu saja secara sederhana dan mandiri," tuturnya.
Dia mengamini bahwa para pejabat dan perintah sering mengadakan jamuan rapat atau perayaan dan peringatan hari tertentu bersama selama ini. Sehingga, menurutnya, tidak baik jika momen buka puasa ramadan justru dilarang.
"Tentu tidak baik jika momen buka puasa ramadan kok tiba-tiba dilarang berkumpul. Sepanjang dilakukan secara wajar dan tidak mengganggu jam kerja atau tugas di kantornya," ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, buka puasa bersama juga akan lebih baik jika diberikan dalam bentuk donasi makanan ke panti asuhan hingga lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia. "Namun jika diberikan dalam bentuk donasi makanan ke panti asuhan, pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan juga lebih baik," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Jokowi meminta jajarannya meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama Ramadan. Hal itu karena penanganan Covid-19 saat ini dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.
Instruksi itu tertuang dalam Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023. Surat tersebut ditandangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023.
Surat perihal Arahan terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama tersebut ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala Badan/Lembaga.
Larangan Buka Puasa Bersama Menuai Kritik
Sebelumnya, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis menilai instruksi Presiden Jokowi itu kurang tepat dan tidak sesuai dengan tradisi keagamaan."Hemat saya buka puasa bersama itu baik dan tidak beda dg kumpul2 kondangan, pertemuan dg pendukung dan kosolidasi. Maka covid pun bisa diantisipasi. Pelarangan acara buka meskipun hanya utk instansi kurang tepat dan tak sesuai dg tradisi keagamaan kita," cuit Cholil Nafis di akun Twitter dikutip SINDOnews, Kamis (23/3/2023).
Menurut Kiai Cholil Nafis, budaya buka puasa bersama merupakan momentum silaturahmi, konsolidasi dan kebersamaan. "Ramadhan pasca covid-19 terasa lebih semarak. Budaya buka puasa bersama adlh momentum silaturrahim, konsolidasi dan kebersamaan, bahkan yg tak puasa pun ikut berbuka. Tradisi yg dibalut dg acara keagamaan yg khas Indonesia. Acara kumpul2 selama Ramadhan terasa lebih menyenangkan," tulisnya lagi.
Kritikan juga dilontarkan oleh mantan Ketua Umum MUI Din Syamsuddin. Din menilai instruksi Jokowi itu tidak arif dan tidak adil dengan tradisi keagamaan.
"Tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara. Tidak adil karena nyata alasannya mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19," ujar Din Syamsuddin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/3/2023).
Din mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan beberapa waktu lalu. Bahkan, dia menduga Jokowi juga sering berada di tengah kerumunan.
"Janganlah ucap dan laku berbeda, karena menurut Al-Qur'an 'suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dikerjakannya'," katanya.
(rca)