Gibran Jawab Tudingan Demokrat soal Proyek Hambalang Mangkrak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tenaga Ahli Madya Kedeputian I Bidang Infrastruktur Kantor Staf Presiden ( KSP ) Gibran Sesunan menjawab tudingan Partai Demokrat mengenai mangkraknya megaproyek Gedung Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang , Bogor, Jawa Barat. Demokrat menuding Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sebagai penyebab mangkraknya megaproyek peninggalan pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
"Terdapat masalah teknis dan masalah hukum pada proyek Hambalang sehingga pemerintah harus betul-betul teliti dan berhati-hati dalam memutuskan apakah proyek ini bisa dan layak dilanjutkan atau tidak," kata Gibran Sesunan kepada SINDOnews, Jumat (17/3/2023) malam.
Yang jelas, lanjut Gibran, apa yang terjadi pada proyek Hambalang menjadi pelajaran sekaligus pengingat bagi pemerintah agar masalah seperti itu tidak terulang kembali. "Untuk itu, terhadap proyek-proyek infrastruktur yang dibangun, pemerintah terus memastikan empat hal," tuturnya.
Pertama, dia mengatakan sukses konstruksi. "Bahwa pembangunan infrastruktur harus dapat berjalan dengan baik dengan hasil yang bermutu," jelasnya.
Kedua, sukses hukum dan administrasi. "Bahwa pembangunan infrastruktur harus mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkapnya.
Ketiga, sukses utilisasi. "Bahwa pembangunan infrastruktur harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat luas," imbuhnya.
Keempat, sukses komunikasi. "Bahwa pembangunan infrastruktur, baik proses maupun hasilnya, harus disampaikan dengan baik kepada masyarakat luas," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Partai Demokrat menuding Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sebagai penyebab mangkraknya megaproyek Gedung Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Partai berlambang bintang mercy itu beralasan bahwa Pemerintah Jokowi punya tanggung jawab menyelesaikan megaproyek peninggalan pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
"Adapun yang membuat mangkrak Wisma Atlet Hambalang adalah pemerintahan selanjutnya, kenapa tidak menyelesaikanya, itu kan proyek pemerintah, anggaran negara, kenapa tidak diselesaikan," kata Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat Herman Khaeron saat dihubungi, Jumat (17/3/2023).
Di era Presiden SBY, kata Herman, megaproyek Hambalang itu tak bisa dilanjutkan lantaran ada masalah hukum. Apalagi, sambungnya, megaproyek itu telah diberi garis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia menuturkan, pembangunan bisa dilakukan kembali setelah skandal korupsi atas proyek itu rampung. "Dan ketika masalah hukum selesai semestinya pembangunanya diselaikan oleh pemerintah saat ini," kata Herman. Dia mengatakan, hukum pembangunan negara harus kesinambungan. Pemerintah saat ini, kata dia, harus menyelesaikan program atau proyek yang diwariskan pemerintah sebelumnya.
"Banyak contoh, misalnya Bendungan Jati Gede yang belum selesai di era Presiden SBY, kalau dilanjutkan pasti selesai, kalau mau dibuat mangkrak juga bisa, sangat tergantung pemerintah selanjutnya," tuturnya.
Terlepas dari itu, dia mengklaim bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan kritikan terhadap program pemerintah Jokowi atas aspirasi dari masyarakat. "Apa yang disampaikan Ketum AHY adalah realitas dan suara masyarakat hari ini yang disampaikan langsung kepada Ketum AHY ketika berkunjung ke berbagai daerah," pungkasnya.
Pernyataan Herman Khaeron itu merespons sentilan Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengenai megaproyek Gedung Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat yang mangkrak. Sentilan Arsul Sani tersebut sebagai respons dari kritikan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyebut banyak program pemerintah terkesan terburu-buru.
"Penilaian AHY terhadap sejumlah program pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf dalam pidato politiknya baru-baru ini adalah penilaian yang prematur," kata Arsul dikutip Jumat (17/3/2023).
Arsul menuturkan, pemerintah Jokowi adalah pemerintahan yang saat ini sedang berjalan alias belum menyelesaikan masa baktinya. Arsul berpendapat bahwa lebih tepat menilai apakah pilihan-pilihan kebijakan dan program itu gagal, sia-sia, atau tidak bermanfaat setelah pemerintahan ini selesai masa baktinya.
"Atau setidaknya setelah waktu yang ditetapkan untuk pelaksanaan kebijakan atau program itu terlewati tanpa hasil nyata," ujar wakil ketua MPR ini. Arsul memberikan contoh misalnya lebih pas misalnya mengkritisi atau menilai program pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Karena masa bakti pemerintahan era ayahnya AHY itu sudah lewat dan bisa melihat hasil atas kebijakan atau program yang dibuat.
Dia mengatakan bahwa kebijakan dan program Pemerintahan SBY terkait proyek Hambalang misalnya, sebagai pilihan kebijakan dan program yang gagal. Hal itu karena timbul korupsi dalam pelaksanaannya yang bahkan proses hukumnya belum selesai sampai dengan sekarang.
"Kemudian negara mengalami kerugian karena tidak bisa direcovery dan proyeknya mangkrak. Jadi bicara grusa-grusu maka proyek Hambalang itu justru lebih nyata grusa-grusunya," pungkasnya.
Diketahui, pada 18 Maret 2016, Presiden Jokowi secara mendadak meninjau lokasi Pusat Pelatihan, Pendidikan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang di Sentul, Jawa Barat. Ketika itu, Jokowi didampingi oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
“Sedih melihat aset negara di proyek Hambalang mangkrak. Penuh alang-alang. Harus diselamatkan,” cuit Jokowi melalui akun Twitter pribadinya @jokowi ketika itu dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet diakses Jumat, 17 Maret 2023.
Jokowi pun memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melakukan pengecekan menyeluruh terhadap kondisi bangunan dan lingkungan sekitar untuk selanjutnya menentukan langkah apa yang akan diambil terhadap proyek tersebut.
“Kalau dilanjutkan untuk apa? Apakah masih seperti yang lama untuk sekolah olahraga, atau mungkin diubah saja, jadi Wisma Atlet misalnya, atau diubah jadi pelatnas, atau diubah jadi rusunawa,” kata Jokowi seraya menyebutkan, kondisi tanah yang labil juga menjadi salah satu pertimbangan apakah proyek tersebut akan dilanjutkan atau tidak.
Dia menuturkan, pihaknya akan membahas masalah Proyek Hambalang ini dalam Rapat Terbatas yang akan digelar dalam waktu dekat. “Mungkin seminggu atau dua minggu lagi setelah itu akan dirapatkan dalam Rapat Terbatas untuk kita putuskan mengenai hal yang saya sampaikan tadi,” ungkapnya.
Dari pantauan di lapangan, Jokowi menilai bahwa struktur bangunan yang ada tidak sesuai standar untuk bangunan di perbukitan. “Harusnya besinya gede, tapi ternyata setelah dicek di lapangan malah besinya kecil. Harusnya pondasi misalnya 3 meter, nah ini yang akan dicek semuanya secara total,” kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, yang paling penting adalah penyelamatan aset negara. Jokowi hanya menggeleng-gelengkan kepala saat ditanya wartawan bagaimana kesannya melihat uang rakyat yang tidak berfungsi.
Menurutnya, untuk mengetahui kerugian yang terjadi dan menentukan langkah ke depan, dirinya saat itu akan memerintahkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meng-cut di mana, dan kemudian kalau ke depan diputuskan atau dilanjutkan menjadi jelas. Pembangunan Proyek Hambalang yang dilakukan di atas tanah seluas 32 hektare itu terhenti sejak 2012 dikarenakan kasus korupsi yang ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Terdapat masalah teknis dan masalah hukum pada proyek Hambalang sehingga pemerintah harus betul-betul teliti dan berhati-hati dalam memutuskan apakah proyek ini bisa dan layak dilanjutkan atau tidak," kata Gibran Sesunan kepada SINDOnews, Jumat (17/3/2023) malam.
Yang jelas, lanjut Gibran, apa yang terjadi pada proyek Hambalang menjadi pelajaran sekaligus pengingat bagi pemerintah agar masalah seperti itu tidak terulang kembali. "Untuk itu, terhadap proyek-proyek infrastruktur yang dibangun, pemerintah terus memastikan empat hal," tuturnya.
Pertama, dia mengatakan sukses konstruksi. "Bahwa pembangunan infrastruktur harus dapat berjalan dengan baik dengan hasil yang bermutu," jelasnya.
Kedua, sukses hukum dan administrasi. "Bahwa pembangunan infrastruktur harus mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkapnya.
Ketiga, sukses utilisasi. "Bahwa pembangunan infrastruktur harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat luas," imbuhnya.
Keempat, sukses komunikasi. "Bahwa pembangunan infrastruktur, baik proses maupun hasilnya, harus disampaikan dengan baik kepada masyarakat luas," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Partai Demokrat menuding Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sebagai penyebab mangkraknya megaproyek Gedung Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Partai berlambang bintang mercy itu beralasan bahwa Pemerintah Jokowi punya tanggung jawab menyelesaikan megaproyek peninggalan pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
"Adapun yang membuat mangkrak Wisma Atlet Hambalang adalah pemerintahan selanjutnya, kenapa tidak menyelesaikanya, itu kan proyek pemerintah, anggaran negara, kenapa tidak diselesaikan," kata Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat Herman Khaeron saat dihubungi, Jumat (17/3/2023).
Di era Presiden SBY, kata Herman, megaproyek Hambalang itu tak bisa dilanjutkan lantaran ada masalah hukum. Apalagi, sambungnya, megaproyek itu telah diberi garis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia menuturkan, pembangunan bisa dilakukan kembali setelah skandal korupsi atas proyek itu rampung. "Dan ketika masalah hukum selesai semestinya pembangunanya diselaikan oleh pemerintah saat ini," kata Herman. Dia mengatakan, hukum pembangunan negara harus kesinambungan. Pemerintah saat ini, kata dia, harus menyelesaikan program atau proyek yang diwariskan pemerintah sebelumnya.
"Banyak contoh, misalnya Bendungan Jati Gede yang belum selesai di era Presiden SBY, kalau dilanjutkan pasti selesai, kalau mau dibuat mangkrak juga bisa, sangat tergantung pemerintah selanjutnya," tuturnya.
Terlepas dari itu, dia mengklaim bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan kritikan terhadap program pemerintah Jokowi atas aspirasi dari masyarakat. "Apa yang disampaikan Ketum AHY adalah realitas dan suara masyarakat hari ini yang disampaikan langsung kepada Ketum AHY ketika berkunjung ke berbagai daerah," pungkasnya.
Pernyataan Herman Khaeron itu merespons sentilan Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengenai megaproyek Gedung Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat yang mangkrak. Sentilan Arsul Sani tersebut sebagai respons dari kritikan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyebut banyak program pemerintah terkesan terburu-buru.
"Penilaian AHY terhadap sejumlah program pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf dalam pidato politiknya baru-baru ini adalah penilaian yang prematur," kata Arsul dikutip Jumat (17/3/2023).
Arsul menuturkan, pemerintah Jokowi adalah pemerintahan yang saat ini sedang berjalan alias belum menyelesaikan masa baktinya. Arsul berpendapat bahwa lebih tepat menilai apakah pilihan-pilihan kebijakan dan program itu gagal, sia-sia, atau tidak bermanfaat setelah pemerintahan ini selesai masa baktinya.
"Atau setidaknya setelah waktu yang ditetapkan untuk pelaksanaan kebijakan atau program itu terlewati tanpa hasil nyata," ujar wakil ketua MPR ini. Arsul memberikan contoh misalnya lebih pas misalnya mengkritisi atau menilai program pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Karena masa bakti pemerintahan era ayahnya AHY itu sudah lewat dan bisa melihat hasil atas kebijakan atau program yang dibuat.
Dia mengatakan bahwa kebijakan dan program Pemerintahan SBY terkait proyek Hambalang misalnya, sebagai pilihan kebijakan dan program yang gagal. Hal itu karena timbul korupsi dalam pelaksanaannya yang bahkan proses hukumnya belum selesai sampai dengan sekarang.
"Kemudian negara mengalami kerugian karena tidak bisa direcovery dan proyeknya mangkrak. Jadi bicara grusa-grusu maka proyek Hambalang itu justru lebih nyata grusa-grusunya," pungkasnya.
Jokowi pernah sidak proyek Hambalang
Diketahui, pada 18 Maret 2016, Presiden Jokowi secara mendadak meninjau lokasi Pusat Pelatihan, Pendidikan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang di Sentul, Jawa Barat. Ketika itu, Jokowi didampingi oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
“Sedih melihat aset negara di proyek Hambalang mangkrak. Penuh alang-alang. Harus diselamatkan,” cuit Jokowi melalui akun Twitter pribadinya @jokowi ketika itu dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet diakses Jumat, 17 Maret 2023.
Jokowi pun memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melakukan pengecekan menyeluruh terhadap kondisi bangunan dan lingkungan sekitar untuk selanjutnya menentukan langkah apa yang akan diambil terhadap proyek tersebut.
“Kalau dilanjutkan untuk apa? Apakah masih seperti yang lama untuk sekolah olahraga, atau mungkin diubah saja, jadi Wisma Atlet misalnya, atau diubah jadi pelatnas, atau diubah jadi rusunawa,” kata Jokowi seraya menyebutkan, kondisi tanah yang labil juga menjadi salah satu pertimbangan apakah proyek tersebut akan dilanjutkan atau tidak.
Dia menuturkan, pihaknya akan membahas masalah Proyek Hambalang ini dalam Rapat Terbatas yang akan digelar dalam waktu dekat. “Mungkin seminggu atau dua minggu lagi setelah itu akan dirapatkan dalam Rapat Terbatas untuk kita putuskan mengenai hal yang saya sampaikan tadi,” ungkapnya.
Dari pantauan di lapangan, Jokowi menilai bahwa struktur bangunan yang ada tidak sesuai standar untuk bangunan di perbukitan. “Harusnya besinya gede, tapi ternyata setelah dicek di lapangan malah besinya kecil. Harusnya pondasi misalnya 3 meter, nah ini yang akan dicek semuanya secara total,” kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, yang paling penting adalah penyelamatan aset negara. Jokowi hanya menggeleng-gelengkan kepala saat ditanya wartawan bagaimana kesannya melihat uang rakyat yang tidak berfungsi.
Menurutnya, untuk mengetahui kerugian yang terjadi dan menentukan langkah ke depan, dirinya saat itu akan memerintahkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meng-cut di mana, dan kemudian kalau ke depan diputuskan atau dilanjutkan menjadi jelas. Pembangunan Proyek Hambalang yang dilakukan di atas tanah seluas 32 hektare itu terhenti sejak 2012 dikarenakan kasus korupsi yang ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
(rca)