Rendahnya Literasi Bermedia Sosial Jadi Pemicu Pembuatan Konten Berujung Maut Marak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aksi menantang maut untuk membuat sebuah konten di media sosial (medsos) marak akhir-akhir ini. Salah satu konten yang viral belakangan ini adalah challenge malaikat maut.
Konten ini menantang warganet untuk menghadang truk yang sedang melaju di jalanan. Aksi nekat ini berulang kali dilakukan sejumlah remaja dan memakan korban jiwa di berbagai tempat. Minimnya literasi dalam menggunakan media sosial menjadi salah satu pemicunya.
Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk “Obrol-obrol Literasi Digital” yang digelar secara daring oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Dalam diskusi tersebut dibahas mengenai perkembangan teknologi dan informasi serta populernya media sosial ternyata memicu banyak penyimpangan.
Hal itu diakibatkan minimnya etika bersosial bermedia oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Kondisi ini sangat disayangkan mengingat media sosial sebenarnya sangat bermanfaat asal para penggunanya terliterasi dalam berkegiatan di media sosial.
Untuk mencegah terulangnya kasus tersebut, Kemenkominfo lewat Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) mengajak kepada semua kalangan untuk mencegah pembuatan konten yang berujung maut.
Pesan ini penting disampaikan mengingat saat ini media digital menjadi salah satu sarana atau ruang bagi semua kalangan untuk berkomunikasi dan mengenal dunia lebih luas.
Salah seorang konten kreator Agnes Tasia mengatakan, fenomena banyaknya konten negatif di media sosial ini bisa diredam oleh para konten kreator lainnya. Sebagai figur publik dunia maya konten kreator memiliki tanggung jawab sosial untuk melahirkan masyarakat Indonesia yang berliterasi digital.
Menurut dia, bagi yang tidak memiliki banyak pengikut juga tetap bisa meredam fenomena ini dengan peduli terhadap orang-orang terdekat. “Aku biasanya membuat konten positif di media sosial dan tentunya memberikan edukasi. Dan bukan hanya konten kreator yang memiliki banyak pengikut untuk memberikan edukasi ini. Bisa kita mulai dari orang-orang terdekat,” ujarnya, Jumat (17/3/2023).
Senada, Creatif Director and Head of Content Satu Persen Danang Cikal Andaru menambahkan salah satu strategi lain agar meredam beredarnya konten negatif adalah dengan cara berhenti membagikan atau menyebarluaskan konten-konten tersebut.
“Salah satu yang menyebabkan eksisnya konten-konten ini adalah adanya over sharing. Bisa jadi mereka itu kurang perhatian, jadi ada orang nekat buat konten hanya karena ingin diperhatikan. Karena kurang perhatian, akhirnya mencari perhatian lain di media sosial. Diskusi ini kita belajar untuk menyelamatkan orang-orang tersayang kita dari konten-konten buruk sebenarnya bisa dilakukan dari ruang lingkup yang kecil,” ujarnya.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
Konten ini menantang warganet untuk menghadang truk yang sedang melaju di jalanan. Aksi nekat ini berulang kali dilakukan sejumlah remaja dan memakan korban jiwa di berbagai tempat. Minimnya literasi dalam menggunakan media sosial menjadi salah satu pemicunya.
Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk “Obrol-obrol Literasi Digital” yang digelar secara daring oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Dalam diskusi tersebut dibahas mengenai perkembangan teknologi dan informasi serta populernya media sosial ternyata memicu banyak penyimpangan.
Hal itu diakibatkan minimnya etika bersosial bermedia oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Kondisi ini sangat disayangkan mengingat media sosial sebenarnya sangat bermanfaat asal para penggunanya terliterasi dalam berkegiatan di media sosial.
Untuk mencegah terulangnya kasus tersebut, Kemenkominfo lewat Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) mengajak kepada semua kalangan untuk mencegah pembuatan konten yang berujung maut.
Pesan ini penting disampaikan mengingat saat ini media digital menjadi salah satu sarana atau ruang bagi semua kalangan untuk berkomunikasi dan mengenal dunia lebih luas.
Salah seorang konten kreator Agnes Tasia mengatakan, fenomena banyaknya konten negatif di media sosial ini bisa diredam oleh para konten kreator lainnya. Sebagai figur publik dunia maya konten kreator memiliki tanggung jawab sosial untuk melahirkan masyarakat Indonesia yang berliterasi digital.
Menurut dia, bagi yang tidak memiliki banyak pengikut juga tetap bisa meredam fenomena ini dengan peduli terhadap orang-orang terdekat. “Aku biasanya membuat konten positif di media sosial dan tentunya memberikan edukasi. Dan bukan hanya konten kreator yang memiliki banyak pengikut untuk memberikan edukasi ini. Bisa kita mulai dari orang-orang terdekat,” ujarnya, Jumat (17/3/2023).
Senada, Creatif Director and Head of Content Satu Persen Danang Cikal Andaru menambahkan salah satu strategi lain agar meredam beredarnya konten negatif adalah dengan cara berhenti membagikan atau menyebarluaskan konten-konten tersebut.
“Salah satu yang menyebabkan eksisnya konten-konten ini adalah adanya over sharing. Bisa jadi mereka itu kurang perhatian, jadi ada orang nekat buat konten hanya karena ingin diperhatikan. Karena kurang perhatian, akhirnya mencari perhatian lain di media sosial. Diskusi ini kita belajar untuk menyelamatkan orang-orang tersayang kita dari konten-konten buruk sebenarnya bisa dilakukan dari ruang lingkup yang kecil,” ujarnya.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
(cip)