Jokowi Minta TNI-Polri Pakai Produk Dalam Negeri, Pengamat: Kualitasnya Tak Kalah dengan Luar Negeri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) meminta jajaran TNI-Polri agar mendukung pembelian produk dalam negeri. Khususnya terkait pengadaan keperluan prajurit mulai dari seragam hingga senjata.
Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi. "Saya setuju dengan yang disampaikan oleh Pak Jokowi bahwa TNI-Polri sudah harus memulai menggunakan dan percaya produk dalam negeri," ujarnya, Jumat (17/3/2023).
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini menyebut beberapa perusahaan dalam negeri yang mampu menghasilkan berbagai produk militer berkualitas.
"Kita punya PT. Sri Rejeki (Sritex) dan berbagai pabrik tekstil di Indonesia yang terkenal sudah mampu membuat seragam NATO dan tentara luar negeri. Mengapa kita harus ambil tekstil impor yang tentu harganya pun lebih tinggi dengan kualitas yang belum tentu lebih baik. Demikian juga sepatu dan produk militer lain juga sudah dapat diproduksi di sini," ucapnya.
Baca Juga: Jokowi Minta TNI Bangun Kekuatan Pertahanan Modern
Menurut Nuning, mungkin yang perlu ditingkatkan adalah metode presisi dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya serta sistem perpajakannya.
"Untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi ekspor alutsista ke mancanegara dapat ditempuh melalui dua strategi keunggulan, yakni Strategi Keunggulan Komparatif dan Strategi Keunggulan Kompetitif," katanya.
Pengamat militer dan intelijen ini menjelaskan, Strategi Keunggulan Komparatif lebih mengutamakan kapasitas produk-produk yang mampu bersaing dengan kualitas yang sama sementara harga bisa lebih murah.
"Contohnya munisi ringan untuk peluru kaliber 5,56 mm atau 7,62 mm yang dipakai militer seluruh dunia. PT. Pindad harus memiliki kompetensi SDM yang dapat bekerja dengan teknologi pabrik yang lebih autonomus. Militer seluruh dunia harus banyak membeli produk PT. Pindad karena lebih murah dan kualitas tinggi terbukti dari seringnya digunakan TNI AD menjadi juara AASAM dan AARM.
Untuk Strategi Keunggulan Kompetitif, kata Nuning, lebih mengutamakan kapasitas produk-produk yang memang hanya diproduksi oleh pabrik alutsista di Indonesia. Contohnya, Helikopter NBell versi Naval/Maritime buatan PTDI yang dirancang khusus beroperasi di atas geladak kapal-kapal perang.
PTDI harus memiliki kompetensi SDM yang mampu senantiasa kreatif dan inovatif merancang platform yang tepat untuk helikopter yang tahan korosi.
"Kita juga perlu mengingat Undang-Undang Omnibus LawCipta Kerja (Ciptaker) yang baru saja disahkan DPR, turut mengatur mengenai industri sektor pertahanan dan keamanan. Salah satunya soal pelibatan swasta dalam pengembangan alat utama sistem senjata (alutsista)," kata Nuning.
Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 74 UU Cipta Kerja. Pasal itu menyebutkan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan diubah, salah satunya Pasal 11. Bunyi pasal tersebut dalam draft UU Cipta Kerja yang baru disahkan antara lain:
Industri alutsista merupakan badan usaha milik negara dan/ atau badan usaha milik swasta yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemandu utama (lead integrator) yang menghasilkan alutsista dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama, komponen baku, dan bahan baku menjadi alat utama.
Dalam UU 16/2012 sebelumnya dinyatakan jika industri alat utama hanya bisa dikuasai BUMN yang ditetapkan oleh pemerintah. Sementara, swasta hanya diizinkan di industri komponen utama atau penunjang industri alat utama.
Selain Pasal 11, ketentuan lain yang diubah yakni Pasal 52. Dalam UU Cipta Kerja yang baru menyatakan kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki oleh BUMN dan atau swasta yang mendapat persetujuan dari menteri pertahanan.
Kemudian, kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku diatur melalui peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
Sementara dalam UU 16/2012 dinyatakan kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya dimiliki oleh negara. Kemudian kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku yang merupakan BUMN, paling rendah 51% modalnya dimiliki oleh negara.
Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi. "Saya setuju dengan yang disampaikan oleh Pak Jokowi bahwa TNI-Polri sudah harus memulai menggunakan dan percaya produk dalam negeri," ujarnya, Jumat (17/3/2023).
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini menyebut beberapa perusahaan dalam negeri yang mampu menghasilkan berbagai produk militer berkualitas.
"Kita punya PT. Sri Rejeki (Sritex) dan berbagai pabrik tekstil di Indonesia yang terkenal sudah mampu membuat seragam NATO dan tentara luar negeri. Mengapa kita harus ambil tekstil impor yang tentu harganya pun lebih tinggi dengan kualitas yang belum tentu lebih baik. Demikian juga sepatu dan produk militer lain juga sudah dapat diproduksi di sini," ucapnya.
Baca Juga: Jokowi Minta TNI Bangun Kekuatan Pertahanan Modern
Menurut Nuning, mungkin yang perlu ditingkatkan adalah metode presisi dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya serta sistem perpajakannya.
"Untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi ekspor alutsista ke mancanegara dapat ditempuh melalui dua strategi keunggulan, yakni Strategi Keunggulan Komparatif dan Strategi Keunggulan Kompetitif," katanya.
Pengamat militer dan intelijen ini menjelaskan, Strategi Keunggulan Komparatif lebih mengutamakan kapasitas produk-produk yang mampu bersaing dengan kualitas yang sama sementara harga bisa lebih murah.
"Contohnya munisi ringan untuk peluru kaliber 5,56 mm atau 7,62 mm yang dipakai militer seluruh dunia. PT. Pindad harus memiliki kompetensi SDM yang dapat bekerja dengan teknologi pabrik yang lebih autonomus. Militer seluruh dunia harus banyak membeli produk PT. Pindad karena lebih murah dan kualitas tinggi terbukti dari seringnya digunakan TNI AD menjadi juara AASAM dan AARM.
Untuk Strategi Keunggulan Kompetitif, kata Nuning, lebih mengutamakan kapasitas produk-produk yang memang hanya diproduksi oleh pabrik alutsista di Indonesia. Contohnya, Helikopter NBell versi Naval/Maritime buatan PTDI yang dirancang khusus beroperasi di atas geladak kapal-kapal perang.
PTDI harus memiliki kompetensi SDM yang mampu senantiasa kreatif dan inovatif merancang platform yang tepat untuk helikopter yang tahan korosi.
"Kita juga perlu mengingat Undang-Undang Omnibus LawCipta Kerja (Ciptaker) yang baru saja disahkan DPR, turut mengatur mengenai industri sektor pertahanan dan keamanan. Salah satunya soal pelibatan swasta dalam pengembangan alat utama sistem senjata (alutsista)," kata Nuning.
Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 74 UU Cipta Kerja. Pasal itu menyebutkan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan diubah, salah satunya Pasal 11. Bunyi pasal tersebut dalam draft UU Cipta Kerja yang baru disahkan antara lain:
Industri alutsista merupakan badan usaha milik negara dan/ atau badan usaha milik swasta yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemandu utama (lead integrator) yang menghasilkan alutsista dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama, komponen baku, dan bahan baku menjadi alat utama.
Dalam UU 16/2012 sebelumnya dinyatakan jika industri alat utama hanya bisa dikuasai BUMN yang ditetapkan oleh pemerintah. Sementara, swasta hanya diizinkan di industri komponen utama atau penunjang industri alat utama.
Selain Pasal 11, ketentuan lain yang diubah yakni Pasal 52. Dalam UU Cipta Kerja yang baru menyatakan kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki oleh BUMN dan atau swasta yang mendapat persetujuan dari menteri pertahanan.
Kemudian, kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku diatur melalui peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
Sementara dalam UU 16/2012 dinyatakan kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya dimiliki oleh negara. Kemudian kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku yang merupakan BUMN, paling rendah 51% modalnya dimiliki oleh negara.
(cip)