Kritik Putusan PN Jakpus Perintahkan Tunda Pemilu, Yusril: Hakim Keliru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengkritik putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pemilu. Menurut Yusril, putusan Majelis Hakim PN Jakpus itu keliru.
"Sejatinya gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara," ujar Yusril dalam keterangannya, dikutip Jumat (3/3/2023).
Dia mengatakan, dalam gugatan perdata seperti itu, maka sengketa yang terjadi adalah antara Penggugat (Partai Prima) dan Tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain selain daripada Tergugat atau Para Tergugat dan Turut Tergugat saja.
"Oleh karena itu, putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah mengikat penggugat dan tergugat saja, tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes," kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
Sehingga, hal itu berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya oleh Mahkamah Agung (MA), yang sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes).
Dia menjelaskan, dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan Majelis Hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat, tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu.
Dengan demikian, kata dia, apabila majelis berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu.
"Ini pun sebenarnya bukan materi gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," kata pria kelahiran Lalang, Manggar, Belitung Timur, 5 Februari 1956 ini.
"Pada hemat saya majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan N.O atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut," pungkasnya.
"Sejatinya gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara," ujar Yusril dalam keterangannya, dikutip Jumat (3/3/2023).
Dia mengatakan, dalam gugatan perdata seperti itu, maka sengketa yang terjadi adalah antara Penggugat (Partai Prima) dan Tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain selain daripada Tergugat atau Para Tergugat dan Turut Tergugat saja.
"Oleh karena itu, putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah mengikat penggugat dan tergugat saja, tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes," kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
Sehingga, hal itu berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya oleh Mahkamah Agung (MA), yang sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes).
Dia menjelaskan, dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan Majelis Hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat, tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu.
Dengan demikian, kata dia, apabila majelis berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu.
"Ini pun sebenarnya bukan materi gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," kata pria kelahiran Lalang, Manggar, Belitung Timur, 5 Februari 1956 ini.
"Pada hemat saya majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan N.O atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut," pungkasnya.