Pangan dan Pertahanan Negara

Jum'at, 17 Juli 2020 - 07:11 WIB
loading...
A A A
Bahkan, tampaknya angka pengurangannya lebih dari itu. Seperti dicatat KORAN SINDO edisi Rabu, 17 Juli 2020, luas panen padi selama tiga tahun belakangan ini menurun secara drastis, yaitu dari 15,79 juta hektare pada 2017, turun menjadi 11,38 juta hektare pada 2018, dan berkurang lagi menjadi 10,68 juta hektare pada 2019. Sementara total produksinya turun dari 81,38 juta ton GKG pada 2017 menjadi 59,2 juta ton GKG dan 54,6 juta ton GKG pada masing-masing tahun 2018 dan 2019.

Turunnya produktivitas ini juga memang tidak lepas dari adanya pemanasan global (global warming) yang menyebabkan perubahan musim menjadi tidak menentu (global climate change). Hal ini tentu semakin membuat tingkat kerawanan pangan secara global semakin mengkhawatirkan, termasuk Indonesia.

Selain fenomena pemanasan global ini, kecenderungan pemanfaatan komoditas pangan untuk keperluan bahan bakar nabati (BBN) atau bahan bakar biologi (biofuel) sebagai pengganti minyak dan gas (migas) juga harus menjadi perhatian bersama. Mengingat banyak komoditas pangan kita bergantung dari impor. Saat ini negara-negara utama pengekspor komoditas pangan mengalihkan sebagian hasil pangan mereka untuk bahan baku pembuatan energi alternatif tersebut.

Belum lagi kalau terjadi bencana global seperti kasus Covid-19 seperti sekarang ini yang membuat sejumlah negara produsen bahkan pangan menghentikan ekspor untuk memenuhi kepentingan dalam negeri sendiri menyusul adanya peringatan ancaman krisis pangan dari organisasi pangan dan pertanian dunia, Food and Agriculture Organization (FAO).

Dengan demikian, ketahanan pangan (food security), kemandirian pangan (food resilience), terutama kedaulatan pangan (food soveregnity) harus menjadi tekad bersama untuk mewujudkannya. Kita tidak ingin negara kita goyah karena kelangkaan pangan. Bila perang konvensional bagi sebagian orang adalah hal yang tidak mungkin terjadi lagi pada masa sekarang ini, meski saya tidak sependapatnya seutuhnya, setidaknya kita semua sepakat bahwa bencana bisa terjadi sewaktu-waktu dan tiba-tiba. Dengan demikian, menyiapkan kesiapan cadangan logistik pangan mutlak untuk dilakukan, bahkan perlahan cadangan logistik obat-obatan dan energi pun perlu disiapkan sejak dini dan harus dimulai saat ini.

Karena itu, pengembangan lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah seluas 165.000 hektare yang saat ini disiapkan pemerintah patut disambut baik dan diberi dukungan. Terlebih inisiasi pencanangan lumbung pangan oleh Presiden Joko Widodo ini berangkat dari perspektif pertahanan. Hal ini ditandai dengan penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai leading sector, di mana kebijakan umum pertahanan negara ada di tangan Presiden dan Presiden bisa menetapkan orientasi kebijakan politik pertahanan negara.

Melalui penunjukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai pimpinan pengembangan food estate, ada sinyalemen bahwa Presiden ingin mengembangkan pertahanan kuat yang berdimensi holistik melalui penguatan pertahanan militer dan nonmiliter sekaligus.

Itu artinya, pemerintah, dalam hal ini Presiden, semakin menyadari bahwa pemenuhan hak pangan rakyat merupakan masalah strategis. Menyangkut jatuh bangunnya sebuah bangsa. Maka, menjaga benteng pertahanan melalui kesiapan cadangan logistik strategis perlu dilakukan sedini mungkin.
(ras)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1089 seconds (0.1#10.140)