'Mission Sacre'Jurnalistik

Rabu, 15 Februari 2023 - 12:11 WIB
loading...
Mission SacreJurnalistik
Sugeng Winarno (Fot:o: Ist)
A A A
Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang

DALAM peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Gedung Serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Deli Serdang, Kamis (9/2/2023) lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa isu utama dunia pers saat ini adalah membuat pemberitaan yang bertanggungjawab. Sebab saat ini masyarakat sedang kebanjiran berita, baik dari media sosial (medsos), media daring, maupun platform media digital lainnya.

Pers Indonesia harus tetap sekuat tenaga menjalankan misi suci (mission sacre) jurnalistik sebagai penjernih informasi (clearance of information) di tengah keruhnya informasi yang banyak beredar lewat media social (medsos).

Antara informasi yang benar dan palsu bercampur, menyebar lewat laman-laman medsos menjadikan masyarakat kebingungan dalam menemukan informasi yang benar dan layak dipercaya.

Baca Juga: koran-sindo.com

Harapan besar tertumpu pada peran pers Tanah Air, walaupun saat ini pers Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Pers dihadapkan pada era disrupsi yang menuntut industri dan insan pers melakukan keseimbangan baru dalam menghadapi era digitalisasi dan penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang dapat mengubah manajemen pengelolaan media dan proses kerja jurnalistik.

Kemerdekaan pers juga masih belum sepenuhnya terwujud karena sejumlah kasus serangan pada jurnalis masih saja terjadi. Pers masih dalam bayang-bayang kriminalisasi. Kemerdekaan pers masih dihadapkan pada situasi kelam pascapengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Sejumlah pasal yang ada di dalamnya berpotensi menjerat jurnalis dalam menjalankan tugasnya.

Eksistensi pers juga terus tergerus oleh munculnya beragam platform medsos. Kehadiran medsos dapat mendisrupsi bahkan bisa membuat beberapa industri pers tumbang. Lahirnya digitalisasi telah mendisrupsi model pengelolaan perusahaan dan cara kerja insan pers. Pergeseran pola konsumsi informasi masyarakat dari media arus utama (mainstream media) ke aneka laman medsos menuntut insan pers melakukan penyesuaian dan perubahan.

Philip Meyer (2004) dalam bukunya The Vanishing Newspaper memprediksi bahwa koran akan mati pada 2043. Bisa jadi media cetak atau koran memang mungkin mati, namun bukan pers. Sebagai salah satu pilar demokrasi, pers tak boleh mati. Semua pihak perlu berkomitmen agar pers tak mati. Karena ketika pers mati, maka demokrasi tak ada lagi penjaganya. Sebagai "anjing penjaga" demokrasi, pers tak boleh mati.

Serbuan Korporasi Media Digital
Era digitalisasi saat ini telah memicu masifnya bisnis korporasi media. Raksasa platform media seperti Google, Facebook (Meta), dan sejumlah media baru yang lain telah menyerbu masyarakat dan menggeser kelangsungan hidup pers nasional.

Google dan beragam medsos memang bukan perusahaan media, namun melalui internet dan laman-laman medsos tersebut telah memasilitasi banyak orang untuk mengunggah dan mengunduh beragam berita dan informasi.

Korporasi media digital juga telah mengambil kue iklan yang sebelumnya menjadi jatah media massa konvensional. Kini 60% belanja iklan diambil media digital dan platform asing.

Beragam platform digital telah menggeser pola pemasang iklan yang sebelumnya pada media arus utama yang kini berpindah ke daring. Banyak berkurangnya iklan yang ke media massa konvensional sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup media arus utama.

Negara juga banyak dirugikan oleh fenomena iklan digital ini karena iklan yang muncul lewat Google dan sejumlah laman medsos tak dikenai pajak. Situasi yang merugikan kelangsungan hidup industri pers nasional perlu campur tangan pemerintah.

Untuk itu rencana penyusunan peraturan presiden (perpres) kerja sama pers dan platform digital semoga bisa segera terealisasi. Peraturan terkait hak cipta jurnalistik (publisher rights) juga sangat penting guna melindungi pers nasional.

Maraknya bisnis korporasi media digital merupakan tantangan pers dari sisi bisnis. Dari segi konten informasi juga menjadi tantangan yang tak kalah serius. Tak sedikit konten informasi yang beredar lewat Google dan medsos yang berupa propaganda asing.

Keadaan ini bisa sangat membahayakan bagi stabilitas dan keamanan negara. Untuk itu pers nasional harus menjadi benteng dari kemungkinan buruk dari merebaknya konten propaganda asing.

Dari sejumlah tantangan yang harus dihadapi pers nasional menuntut perubahan dan kepedulian sejumlah pihak. Mengingat begitu pentingnya peran pers, maka pemerintah hendaknya menjamin keberlangsungan pers nasional.

Bagi insan pers sendiri juga dituntut mampu mengembangkan inovasi baru baik dari segi manajemen pengelolaan medianya juga konten informasinya. Kerja insan pers yang profesional juga menjadi tuntutan yang harus dijawab oleh insan pers Tanah Air.

Misi Suci
Kehadiran pers bisa menjadi pilar keempat demokrasi. Pers tak hanya mengemban fungsi memberi informasi (to inform), mendidik (to educate), dan menghibur (to entertain) saja, namum pers juga harus menjadi media kontrol sosial.

Praktik pers tak boleh meninggalkan laku idealisme perannya dan menggadaikannya demi pertimbangan bisnis semata. Media massa memang institusi bisnis yang harus hidup dari iklan dan jualan space dan slot tayangan, namun peran idealnya tetap harus mendapat porsi yang cukup.

Idealisme pers juga tak boleh digadai dengan alasan karena institusi dan insan pers harus menghamba pada sang pemilik. Konflik kepentingan sering muncul karena kebijakan redaksi tak jarang terintervensi oleh kepentingan politik ekonomi sang pemilik. Pers Tanah Air masih belum semua yang steril dan merdeka dari konflik kepentingan antara pihak pemilik dan ruang redaksi (newsroom).

Pers Tanah Air juga belum mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan ideal karena angka kekerasan pada jurnalis juga masih terjadi. Kekerasan fisik yang menimpa jurnalis masih sering dijumpai. Kekerasan berupa perusakan alat dan hasil liputan, teror, pemidanaan atau kriminalisasi, dan pelarangan liputan.

Dari sejumlah kasus yang merugikan insan pers tak semua berakhir di pengadilan dan pelakunya diganjar dengan hukuman yang layak.

Menjaga peran ideal pers memang harus dilakukan tak hanya oleh insan pers semata. Semua pihak, pemerintah, aparat penegak hukum, aparat keamanan, dan semua masyarakat turut berperan dalam mewujudkan pers Indonesia yang ideal. Bagi insan pers sendiri juga dituntut meningkatkan profesionalismenya dalam penjalankan profesi yang mulia ini. Insan pers diharapkan mampu merujuk apa yang diharapkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.

Semoga kehidupan pers tetap eksis di tengah era perubahan teknologi informasi dan komunikasi, serbuan media digital global, dan migrasi konsumsi media oleh masyarakat. Hanya melalui kerja pers yang inovatif, pengikuti perkembangan zaman, dan profesional yang akan menjadikan pers tetap eksis dan tak ditinggalkan masyarakat.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2098 seconds (0.1#10.140)