Isu Strategis dalam Kebijakan Fiskal
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Keynes dalam teorinya meyakini bahwa campur tangan pemerintah di suatu negara dapat mendorong pembangunan ekonomi berjalan optimal. Implikasi pandangan Keynes tersebut menunjukkan bahwa demi menjamin pertumbuhan yang stabil, diperlukan peran pemerintah dalam pengelolaan perekonomian, baik melalui kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar) maupun kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah).
Pada kebijakan fiskal, kehadiran pemerintah dalam suatu negara direfleksikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menjadi instrumen utama dalam implementasi kebijakan fiskal sekaligus sebagai pedoman penganggaran dalam rangka pelaksanaan pembangunan negara.
Setidaknya ada tiga fungsi utama dari kebijakan fiskal yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan bahwa fungsi alokasi dari APBN berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
Hal ini menunjukkan bahwa APBN merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perekonomian secara agregat. Setiap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel ekonomi makro mutlak akan berpengaruh pada besaran-besaran APBN. Sebaliknya, berbagai kebijakan APBN pada gilirannya juga akan mempengaruhi aktivitas perekonomian.
Efektivitas dan Efisiensi Anggaran
Anggaran merupakan salah satu bagian dari proses pengendalian manajemen berisi rencana tahunan yang dinyatakan secara kuantitatif dan diukur dalam satuan moneter. Anggaran merupakan taksiran sumber daya yang mutlak diperlukan untuk dapat melaksanakan program kerja. Sebagai negara yang telah menerapkan desentralisasi fiskal, maka pengelolaan keuangan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat semata, namun juga dilakukan oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa secara teknis daerah memiliki kewenangan untuk mengatur keuangan daerahnya (termasuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan). Oleh sebab itu, rencana anggaran yang dilakukan pemerintah di pusat disebut dengan APBN, sedangkan rencana anggaran yang dibuat oleh daerah disebut APBD.
Rancangan APBN diajukan pemerintah pusat untuk dibahas dan disetujui DPR sebelum disahkan. Di sisi lain, rancangan APBD diajukan oleh pemerintah daerah untuk dibahas dan disetujui di DPRD.
Perencanaan merupakan tahapan awal yang harus dilalui dalam proses penganggaran, termasuk dalam pembuatan APBD. Perencanaan dan penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan atau kontinum.
Pada proses perencanaan tersebut akan dilakukan sinkronisasi antara kebutuhan masyarakat, prioritas pembangunan daerah dan juga rencana pembangunan nasional. Pun dalam proses inilah akan dilakukan penyesuaian dokumen pembangunan yakni perencanaan pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek.
Sehingga, setiap memasuki awal tahun, berbagai daerah kabupaten / kota di Indonesia melakukan diskusi awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai rancangan awal dalam penyusunan APBD.
Sebagai suatu dokumen resmi Pemerintah Daerah, RKPD mempunyai kedudukan strategis. Pemerintah daerah tidak akan dapat mengelola keuangannya secara efektif apabila sistem perencanaan dan penganggaran yang dimiliki tidak baik.
Mengingat dokumen RKPD dan APBD merupakan dokumen anggaran yang saling berkaitan, maka dalam pembahasan APBD perlu penekanan sinkronisasi antara dokumen APBD dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah. Hal ini diharapkan mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan dan pelayanan publik sehingga akan berdampak pada tujuan pembangunan daerah.
Hingga saat ini, perbaikan dalam pengelolaan keuangan di Indonesia masih perlu terus diupayakan. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini masih terdapat sebagian program pembangunan yang ada dalam APBN di pusat maupun APBD di daerah yang bukan merupakan program yang direncanakan dalam RPJMN/D maupun RKPD.
Artinya, program tersebut muncul bukan dari mekanisme perencanaan yang semestinya dan melibatkan para stakeholders dalam forum-forum Musrenbang. Alhasil,outputdanoutcomepembangunan pun masih belum dapat dilakukan secara optimal.
Data Badan Pengawas Keuangan (BPK) Tahun 2019 mencatat bahwa terdapat 5.480 permasalahan dalam pengelolaan anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam 4.094 temuan, terutama hal terkait kelemahan sistem pengendalian intern, ketidakpatuhan dan permasalahan yang tidak hemat, tidak efisien, dan tidak efektif.
Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan
Pada dasarnya pembangunan nasional dan daerah merupakan hal yang tidak terpisahkan. Pembangunan daerah merupakan perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintahan yang telah diserahkan ke daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.
Oleh karena itu, program pembangunan daerah harus memiliki keselarasan, konektivitas, dan terintegrasi dengan pembangunan nasional. Sayangnya, hingga kini keselarasan dokumen yang seharusnya dimiliki antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/kota masih harus diperbaiki.
Fakta menunjukkan bahwa tak sedikit prioritas pembangunan RPJMN yang masih belum termuat dalam prioritas pembangunan RPJMD Provinsi maupun prioritas pembangunan RPJMD Kabupaten / Kota.
Dalam pelaksanaan UU HKPD yang sudah harus dilaksanakan, pemerintah daerah perlu membuat kajian makro ekonomi daerah yang akan berpengaruh pada kebijakan anggaran daerah (KEM PPKF Daerah), yang tentu diharapkan mampu menghasilkan kualitas anggaran daerah yang lebih responsif, efisien dan efektif dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan nasional dan daerah.
Isu pembangunan nasional seperti stunting, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, sepatutnya menjadi isu daerah dengan proram dan pendekatan yang bisa berbeda tetapi dengan targetoutputyang sama. Jika permasalahan pembangunan yang ada digarap bareng baik pusat, provinsi dan daerah bahkan desa, tentu capaian yang diraih akan dasyat dan berdampak sangat signifikan.
Sinkronisasi dan sinergi dalam bentuk metodologi perencanaan, output kebijakan, program dan kegiatan prioritas menjadi kunci dalam maanajemen pembangunan yang akan dihasilkan. Melaui manajemen pembangunan (perencanaan dan penganggaran) yang baik, keyakinan Indonesia menjadi terus lebih baik semakin kuat dan kita semua perlu mendukung hal ini. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Keynes dalam teorinya meyakini bahwa campur tangan pemerintah di suatu negara dapat mendorong pembangunan ekonomi berjalan optimal. Implikasi pandangan Keynes tersebut menunjukkan bahwa demi menjamin pertumbuhan yang stabil, diperlukan peran pemerintah dalam pengelolaan perekonomian, baik melalui kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar) maupun kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah).
Pada kebijakan fiskal, kehadiran pemerintah dalam suatu negara direfleksikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menjadi instrumen utama dalam implementasi kebijakan fiskal sekaligus sebagai pedoman penganggaran dalam rangka pelaksanaan pembangunan negara.
Setidaknya ada tiga fungsi utama dari kebijakan fiskal yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan bahwa fungsi alokasi dari APBN berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
Hal ini menunjukkan bahwa APBN merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perekonomian secara agregat. Setiap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel ekonomi makro mutlak akan berpengaruh pada besaran-besaran APBN. Sebaliknya, berbagai kebijakan APBN pada gilirannya juga akan mempengaruhi aktivitas perekonomian.
Efektivitas dan Efisiensi Anggaran
Anggaran merupakan salah satu bagian dari proses pengendalian manajemen berisi rencana tahunan yang dinyatakan secara kuantitatif dan diukur dalam satuan moneter. Anggaran merupakan taksiran sumber daya yang mutlak diperlukan untuk dapat melaksanakan program kerja. Sebagai negara yang telah menerapkan desentralisasi fiskal, maka pengelolaan keuangan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat semata, namun juga dilakukan oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa secara teknis daerah memiliki kewenangan untuk mengatur keuangan daerahnya (termasuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan). Oleh sebab itu, rencana anggaran yang dilakukan pemerintah di pusat disebut dengan APBN, sedangkan rencana anggaran yang dibuat oleh daerah disebut APBD.
Rancangan APBN diajukan pemerintah pusat untuk dibahas dan disetujui DPR sebelum disahkan. Di sisi lain, rancangan APBD diajukan oleh pemerintah daerah untuk dibahas dan disetujui di DPRD.
Perencanaan merupakan tahapan awal yang harus dilalui dalam proses penganggaran, termasuk dalam pembuatan APBD. Perencanaan dan penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan atau kontinum.
Pada proses perencanaan tersebut akan dilakukan sinkronisasi antara kebutuhan masyarakat, prioritas pembangunan daerah dan juga rencana pembangunan nasional. Pun dalam proses inilah akan dilakukan penyesuaian dokumen pembangunan yakni perencanaan pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek.
Sehingga, setiap memasuki awal tahun, berbagai daerah kabupaten / kota di Indonesia melakukan diskusi awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai rancangan awal dalam penyusunan APBD.
Sebagai suatu dokumen resmi Pemerintah Daerah, RKPD mempunyai kedudukan strategis. Pemerintah daerah tidak akan dapat mengelola keuangannya secara efektif apabila sistem perencanaan dan penganggaran yang dimiliki tidak baik.
Mengingat dokumen RKPD dan APBD merupakan dokumen anggaran yang saling berkaitan, maka dalam pembahasan APBD perlu penekanan sinkronisasi antara dokumen APBD dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah. Hal ini diharapkan mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan dan pelayanan publik sehingga akan berdampak pada tujuan pembangunan daerah.
Hingga saat ini, perbaikan dalam pengelolaan keuangan di Indonesia masih perlu terus diupayakan. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini masih terdapat sebagian program pembangunan yang ada dalam APBN di pusat maupun APBD di daerah yang bukan merupakan program yang direncanakan dalam RPJMN/D maupun RKPD.
Artinya, program tersebut muncul bukan dari mekanisme perencanaan yang semestinya dan melibatkan para stakeholders dalam forum-forum Musrenbang. Alhasil,outputdanoutcomepembangunan pun masih belum dapat dilakukan secara optimal.
Data Badan Pengawas Keuangan (BPK) Tahun 2019 mencatat bahwa terdapat 5.480 permasalahan dalam pengelolaan anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam 4.094 temuan, terutama hal terkait kelemahan sistem pengendalian intern, ketidakpatuhan dan permasalahan yang tidak hemat, tidak efisien, dan tidak efektif.
Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan
Pada dasarnya pembangunan nasional dan daerah merupakan hal yang tidak terpisahkan. Pembangunan daerah merupakan perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintahan yang telah diserahkan ke daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.
Oleh karena itu, program pembangunan daerah harus memiliki keselarasan, konektivitas, dan terintegrasi dengan pembangunan nasional. Sayangnya, hingga kini keselarasan dokumen yang seharusnya dimiliki antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/kota masih harus diperbaiki.
Fakta menunjukkan bahwa tak sedikit prioritas pembangunan RPJMN yang masih belum termuat dalam prioritas pembangunan RPJMD Provinsi maupun prioritas pembangunan RPJMD Kabupaten / Kota.
Dalam pelaksanaan UU HKPD yang sudah harus dilaksanakan, pemerintah daerah perlu membuat kajian makro ekonomi daerah yang akan berpengaruh pada kebijakan anggaran daerah (KEM PPKF Daerah), yang tentu diharapkan mampu menghasilkan kualitas anggaran daerah yang lebih responsif, efisien dan efektif dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan nasional dan daerah.
Isu pembangunan nasional seperti stunting, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, sepatutnya menjadi isu daerah dengan proram dan pendekatan yang bisa berbeda tetapi dengan targetoutputyang sama. Jika permasalahan pembangunan yang ada digarap bareng baik pusat, provinsi dan daerah bahkan desa, tentu capaian yang diraih akan dasyat dan berdampak sangat signifikan.
Sinkronisasi dan sinergi dalam bentuk metodologi perencanaan, output kebijakan, program dan kegiatan prioritas menjadi kunci dalam maanajemen pembangunan yang akan dihasilkan. Melaui manajemen pembangunan (perencanaan dan penganggaran) yang baik, keyakinan Indonesia menjadi terus lebih baik semakin kuat dan kita semua perlu mendukung hal ini. Semoga.
(ynt)