Lulus AAU dan Akmil, Petunjuk Sholat Istikharah Tuntun Sosok Ini Jadi Jenderal Kopassus hingga KSAD
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan cita-cita setiap pemuda di Indonesia. Selain terlihat gagah dan berwibawa, menjadi tentara juga dianggap bisa meringankan beban orang tua.
Hal itu pula yang diimpikan Jenderal TNI (Purn) Subagyo Hadi Siswo saat masih remaja. Maklum, pria kelahiran Piyungan, Kabupaten Bantul pada 12 Juni 1946 ini berasal dari keluarga sederhana. Subagyo merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Yakub Hadiswoyo dan Sukiyah. Untuk ukuran masyarakat desa pada masanya, kondisi ekonomi keluarga Hadisiswoyo tergolong biasa-biasa saja.
Rumah Hadisiswoyo berdinding gedek atau anyaman bambu dengan lantai tanah. Untuk membantu ekonomi keluarga, Sukiyah berjualan di Pasar Piyungan. Adapun Yakub dikenal sebagai juru penerang yang bekerja pada Djawatan Penerangan.
Untuk membantu ekonomi keluarganya dan menambah uang saku, Subagyo HS bersama kakaknya Sudiarto terpaksa bekerja sebagai buruh sunduk yakni, menusuk daun tembakau menjadi satu rangkain untuk dikeringkan ke dalam oven. Meski sebagian waktunya dihabiskan untuk mencari uang, Subagyo tetap bekerja keras, belajar demi mewujudkan impiannya menjadi tentara.
Selepas tamat SMP, Subagyo melanjutkan pendidikannya di SMA Bokpri 1 Yogyakarta. Sekolah yang didirikan pada zaman Hindia Belanda ini awalnya digunakan untuk Christeljk Mulo. Namun pada zaman Jepang diubah fungsinya menjadi tangsi militer.
Dalam perkembangannya, bangunan tersebut kemudian digunakan sebagai Akademi Militer yakni, pusat pendidikan militer. Pada 1957, ketika Akademi Militer pindah ke Magelang, bangunan tersebut digunakan sebagai sekolah.
Selama mengikuti pendidikan di sekolah tersebut, Subagyo seringkali melihat taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) yang terlihat gagah saat mengenakan seragamnya. Hal ini semakin menguatkan tekadnya untuk menjadi tentara. Apalagi kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan membuat Subagyo tidak pernah bermimpi melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
”Pikir saya dulu, kalau jadi tentara maka akan terlihat gagah. Itu betul ada pemikiran seperti itu. Sederhana sekali memang. Tapi karena saya orang desa, pemikirannya memang demikian,” kenang Subagyo HS dalam buku biografinya berjudul “Subagyo HS, Kasad di Bawah Tiga Presiden” dikutip SINDOnews, Senin (13/2/2023).
Danjen Kopassus Brigjen TNI Subagyo HS bersama Wadanjen Kolonel Prabowo Subianto
Tamat dari SMA, Subagyo kemudian mendaftar ke Akademi Angkatan Laut (AAL) dan Akademi Angkatan Udara (AAU). Ketika sedang menyiapkan berkas untuk mendaftar ke AAU, ayahnya meminta Subagyo untuk mendaftar juga di Akademi Angkatan Darat (AAD).
“Mbok nyobo-nyobo daftar Akmil…ra’lamarane isih ono toh? (Coba-coba daftar di AKABRI, lamarannya masih ada kan?) tanya ayahnya kepada Subagyo. Tanpa banyak bertanya, Subagyo kemudian mengikuti saran dari orang tuanya tersebut.
Subagyo pun mengikuti setiap tes. Perjuangan dan kerja kerasnya pun membuahkan hasil, Subagyo dinyatakan lulus tes di tingkat Kodam dan masuk dalam final test. Di tengah kebahagiaannya itu, Subagyo dihadapkan pada dilema karena final test AAD atau Akmil di Bandung, Jawa Barat dan AAU di Yogyakarta dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Dalam kebimbangannya, Subagyo kemudian menemui salah seorang tokoh agama. Ketika itu, Subagyo diminta untuk melaksanakan Sholat Istikharah meminta petunjuk dari Allah SWT. Setelah menjalankan Sholat Istikharah, Subagyo HS pun mendapatkan jawaban.
Subagyo kemudian mengonsultasikan petunjuk dalam Sholat Istikharah kepada tokoh agama tersebut. Berdasarkan petunjuk dalam Sholat Istikharah tersebut Subagyo HS disarankan untuk memilih Angkatan Darat. Tanpa banyak tanya, Subagyo menuruti saran yang diberikan kepadanya. Subagyo akhirnya berangkat mengikuti final test di Akmil, Bandung.
Hasil Sholat Istikharah untuk menentukan sikap dan pilihannya mengikuti test menjadi taruna AKABRI terbukti. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Utama Bidang Pertahanan No. Kep-08/1/1967 Tanggal 19 Januari 1967 Tentang Pengangkatan Calon Taruna AKABRI, Subagyo HS diterima menjadi taruna dengan menempati nomor urut 292 dari 1.093 taruna.
Setelah menerima pengumuman tersebut, Subagyo selanjutnya mempersiapkan diri mengikuti pendidikan di kawah Candradimuka Akmil Magelang. Sebelum berangkat menuju Magelang, Subagyo terlebih dahulu meminta doa restu kepada kedua orang tuanya.
Jabat Danjen Kopassus hingga KSAD
Lulus dari Akmil Magelang, Subagyo memulai karier militernya di Korps Baret Merah Kopassus yang saat itu bernama Kopassanda. Pada 1972, diawal tugasnya Subagyo dikirim ke medan operasi di Kalimantan Barat untuk menumpas kelompok bersenjata PGRS/Paraku.
Sukses menjalankan tugas operasi sebagai Danton 1 Kompi 2 Grup 2 Kopassus, Subagyo kemudian pindah ke Grup 3 Kopassus, Dan Karsa Yudha 2 Grup 4. Termasuk menjadi Dandenpur 13 Grup 1 Serang hingga menjadi Wadan Grup 2 Kartasura, Solo.
Pada Maret 1980, Subagyo yang kala itu berpangkat Kapten kemudian mendapat tugas operasi di Timor Timur (Timtim) sekarang bernama Timor Leste sebagai Komandan Nanggala 41. Kesuksesannya menjalankan setiap tugas yang diembannya membuat kariernya terus menanjak. Bahkan, Subagyo menjadi salah satu prajurit Kopassus yang mendapatkan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) saat Operasi Woyla di Bandara Don Mueang, Thailand pada 1981.
Subagyo kemudian mendapat tugas sebagai Komandan Satuan Pengamanan (Dansatpam) Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres). Setelah dua tahun menjabat Dansatpam Palwapres selama dua tahun, Subagyo diangkat menjadi Komandan Grup A Paspampres. Selama sembilan tahun betugas di lingkaran Istana Kepresidenan membuat Subagyo menjadi orang dekat Presiden Soeharto. Tidak cuma itu, penugasannya itu memberikan sinar bagi karier di TNI karena selalu berdekatan dengan orang nomor satu di Tanah Air.
Jenderal TNI Subagyo HS dilantik Presiden Soeharto menjadi KSAD. Foto/istimewa
Pada 1993, Subagyo kemudian dipindah menjadi Paban D-2 Bais. Baru setahun bertugas, Subagyo kemudian diangkat menjadi Kepala Pengamanan dan Sandi Angkatan Darat (Kadispamsanad). Pengangkatan tersebut membuat Subagyo menjadi satu-satunya lulusan Akmil 1970 yang menyandang pangkat jenderal.
Baru tiga bulan menyandang pangkat Brigjen TNI, Subagyo kemudian dipercaya menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus. Setelah memimpin pasukan Korps Baret Merah, Subagyo selanjutnya diangkat menjadi Pangdam IV/Diponegoro. Dengan jabatan barunya tersebut, pangkat Subagyo naik menjadi Mayor Jenderal (Mayjen) TNI.
Pengalamannya di medan operasi sebagai prajurit pasukan khusus memberikan pelajaran berharga saat menjalankan tugas teritorial. Terbukti Subagyo berhasil meredam kerusuhan massa di Pekalongan. Subagyo juga berhasil menjaga kelancaran prosesi pemakaman Ibu Negara yakni, Ibu Tien Soeharto.
Lepas dari Kodam IV/Diponegoro, Subagyo kemudian diangkat menjadi Wakasad menggantikan FX Sudjasmin yang memasuki masa pensiun. Subagyo dilantik oleh KSAD Jenderal TNI Hartono pada Juni 1997 di Mabes TNI AD, Jakarta Pusat.
Baru delapan bulan menduduki jabatan sebagai Wakasad, Subagyo langsung dipromosikan menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal TNI Wiranto yang diangkat menjadi Panglima TNI. Jabatan KSAD sendiri merupakan puncak tertinggi karier militer di Angkatan Darat.
Hal itu pula yang diimpikan Jenderal TNI (Purn) Subagyo Hadi Siswo saat masih remaja. Maklum, pria kelahiran Piyungan, Kabupaten Bantul pada 12 Juni 1946 ini berasal dari keluarga sederhana. Subagyo merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Yakub Hadiswoyo dan Sukiyah. Untuk ukuran masyarakat desa pada masanya, kondisi ekonomi keluarga Hadisiswoyo tergolong biasa-biasa saja.
Rumah Hadisiswoyo berdinding gedek atau anyaman bambu dengan lantai tanah. Untuk membantu ekonomi keluarga, Sukiyah berjualan di Pasar Piyungan. Adapun Yakub dikenal sebagai juru penerang yang bekerja pada Djawatan Penerangan.
Untuk membantu ekonomi keluarganya dan menambah uang saku, Subagyo HS bersama kakaknya Sudiarto terpaksa bekerja sebagai buruh sunduk yakni, menusuk daun tembakau menjadi satu rangkain untuk dikeringkan ke dalam oven. Meski sebagian waktunya dihabiskan untuk mencari uang, Subagyo tetap bekerja keras, belajar demi mewujudkan impiannya menjadi tentara.
Selepas tamat SMP, Subagyo melanjutkan pendidikannya di SMA Bokpri 1 Yogyakarta. Sekolah yang didirikan pada zaman Hindia Belanda ini awalnya digunakan untuk Christeljk Mulo. Namun pada zaman Jepang diubah fungsinya menjadi tangsi militer.
Dalam perkembangannya, bangunan tersebut kemudian digunakan sebagai Akademi Militer yakni, pusat pendidikan militer. Pada 1957, ketika Akademi Militer pindah ke Magelang, bangunan tersebut digunakan sebagai sekolah.
Selama mengikuti pendidikan di sekolah tersebut, Subagyo seringkali melihat taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) yang terlihat gagah saat mengenakan seragamnya. Hal ini semakin menguatkan tekadnya untuk menjadi tentara. Apalagi kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan membuat Subagyo tidak pernah bermimpi melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
Baca Juga
”Pikir saya dulu, kalau jadi tentara maka akan terlihat gagah. Itu betul ada pemikiran seperti itu. Sederhana sekali memang. Tapi karena saya orang desa, pemikirannya memang demikian,” kenang Subagyo HS dalam buku biografinya berjudul “Subagyo HS, Kasad di Bawah Tiga Presiden” dikutip SINDOnews, Senin (13/2/2023).
Danjen Kopassus Brigjen TNI Subagyo HS bersama Wadanjen Kolonel Prabowo Subianto
Tamat dari SMA, Subagyo kemudian mendaftar ke Akademi Angkatan Laut (AAL) dan Akademi Angkatan Udara (AAU). Ketika sedang menyiapkan berkas untuk mendaftar ke AAU, ayahnya meminta Subagyo untuk mendaftar juga di Akademi Angkatan Darat (AAD).
“Mbok nyobo-nyobo daftar Akmil…ra’lamarane isih ono toh? (Coba-coba daftar di AKABRI, lamarannya masih ada kan?) tanya ayahnya kepada Subagyo. Tanpa banyak bertanya, Subagyo kemudian mengikuti saran dari orang tuanya tersebut.
Subagyo pun mengikuti setiap tes. Perjuangan dan kerja kerasnya pun membuahkan hasil, Subagyo dinyatakan lulus tes di tingkat Kodam dan masuk dalam final test. Di tengah kebahagiaannya itu, Subagyo dihadapkan pada dilema karena final test AAD atau Akmil di Bandung, Jawa Barat dan AAU di Yogyakarta dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Dalam kebimbangannya, Subagyo kemudian menemui salah seorang tokoh agama. Ketika itu, Subagyo diminta untuk melaksanakan Sholat Istikharah meminta petunjuk dari Allah SWT. Setelah menjalankan Sholat Istikharah, Subagyo HS pun mendapatkan jawaban.
Subagyo kemudian mengonsultasikan petunjuk dalam Sholat Istikharah kepada tokoh agama tersebut. Berdasarkan petunjuk dalam Sholat Istikharah tersebut Subagyo HS disarankan untuk memilih Angkatan Darat. Tanpa banyak tanya, Subagyo menuruti saran yang diberikan kepadanya. Subagyo akhirnya berangkat mengikuti final test di Akmil, Bandung.
Hasil Sholat Istikharah untuk menentukan sikap dan pilihannya mengikuti test menjadi taruna AKABRI terbukti. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Utama Bidang Pertahanan No. Kep-08/1/1967 Tanggal 19 Januari 1967 Tentang Pengangkatan Calon Taruna AKABRI, Subagyo HS diterima menjadi taruna dengan menempati nomor urut 292 dari 1.093 taruna.
Setelah menerima pengumuman tersebut, Subagyo selanjutnya mempersiapkan diri mengikuti pendidikan di kawah Candradimuka Akmil Magelang. Sebelum berangkat menuju Magelang, Subagyo terlebih dahulu meminta doa restu kepada kedua orang tuanya.
Jabat Danjen Kopassus hingga KSAD
Lulus dari Akmil Magelang, Subagyo memulai karier militernya di Korps Baret Merah Kopassus yang saat itu bernama Kopassanda. Pada 1972, diawal tugasnya Subagyo dikirim ke medan operasi di Kalimantan Barat untuk menumpas kelompok bersenjata PGRS/Paraku.
Sukses menjalankan tugas operasi sebagai Danton 1 Kompi 2 Grup 2 Kopassus, Subagyo kemudian pindah ke Grup 3 Kopassus, Dan Karsa Yudha 2 Grup 4. Termasuk menjadi Dandenpur 13 Grup 1 Serang hingga menjadi Wadan Grup 2 Kartasura, Solo.
Pada Maret 1980, Subagyo yang kala itu berpangkat Kapten kemudian mendapat tugas operasi di Timor Timur (Timtim) sekarang bernama Timor Leste sebagai Komandan Nanggala 41. Kesuksesannya menjalankan setiap tugas yang diembannya membuat kariernya terus menanjak. Bahkan, Subagyo menjadi salah satu prajurit Kopassus yang mendapatkan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) saat Operasi Woyla di Bandara Don Mueang, Thailand pada 1981.
Subagyo kemudian mendapat tugas sebagai Komandan Satuan Pengamanan (Dansatpam) Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres). Setelah dua tahun menjabat Dansatpam Palwapres selama dua tahun, Subagyo diangkat menjadi Komandan Grup A Paspampres. Selama sembilan tahun betugas di lingkaran Istana Kepresidenan membuat Subagyo menjadi orang dekat Presiden Soeharto. Tidak cuma itu, penugasannya itu memberikan sinar bagi karier di TNI karena selalu berdekatan dengan orang nomor satu di Tanah Air.
Jenderal TNI Subagyo HS dilantik Presiden Soeharto menjadi KSAD. Foto/istimewa
Pada 1993, Subagyo kemudian dipindah menjadi Paban D-2 Bais. Baru setahun bertugas, Subagyo kemudian diangkat menjadi Kepala Pengamanan dan Sandi Angkatan Darat (Kadispamsanad). Pengangkatan tersebut membuat Subagyo menjadi satu-satunya lulusan Akmil 1970 yang menyandang pangkat jenderal.
Baru tiga bulan menyandang pangkat Brigjen TNI, Subagyo kemudian dipercaya menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus. Setelah memimpin pasukan Korps Baret Merah, Subagyo selanjutnya diangkat menjadi Pangdam IV/Diponegoro. Dengan jabatan barunya tersebut, pangkat Subagyo naik menjadi Mayor Jenderal (Mayjen) TNI.
Pengalamannya di medan operasi sebagai prajurit pasukan khusus memberikan pelajaran berharga saat menjalankan tugas teritorial. Terbukti Subagyo berhasil meredam kerusuhan massa di Pekalongan. Subagyo juga berhasil menjaga kelancaran prosesi pemakaman Ibu Negara yakni, Ibu Tien Soeharto.
Lepas dari Kodam IV/Diponegoro, Subagyo kemudian diangkat menjadi Wakasad menggantikan FX Sudjasmin yang memasuki masa pensiun. Subagyo dilantik oleh KSAD Jenderal TNI Hartono pada Juni 1997 di Mabes TNI AD, Jakarta Pusat.
Baru delapan bulan menduduki jabatan sebagai Wakasad, Subagyo langsung dipromosikan menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal TNI Wiranto yang diangkat menjadi Panglima TNI. Jabatan KSAD sendiri merupakan puncak tertinggi karier militer di Angkatan Darat.
(cip)