800.000 Guru Terancam Tak Naik Pangkat

Sabtu, 04 Juli 2015 - 12:05 WIB
800.000 Guru Terancam...
800.000 Guru Terancam Tak Naik Pangkat
A A A
JAKARTA - Sebanyak 800.000 guru terancam tidak bisa naik pangkat. Hal ini disebabkan pemerintah mewajibkan guru membuat karya ilmiah sebagai syarat kenaikan pangkat.

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, lebih dari 800.000 guru dan pengawas yang terancam tidak naik pangkat kepegawainegeriannya karena pemerintah membuat kebijakan wajib meneliti dan membuat karya ilmiah.

Jika guru tidak mampu membuatnya, ujarnya, maka sanksi tidak naik pangkat akan jatuh kepada guru dan pegawai itu. ”Kewajiban meneliti dan karya ilmiah menghambat kenaikan pangkat. Semestinya pemerintah tahu guru bukan dosen yang wajib meneliti dan menulis karya ilmiah,” katanya di Jakarta kemarin.

Sulis meminta peraturan tersebut ditinjau kembali. Di sisi lain, pihaknya memang mendukung upaya profesionalitas guru. Tetapi jika meneliti dan menulis karya ilmiah dalam publikasi ilmiah wajib dilaksanakan oleh guru, itu sungguh kebijakan keliru. Menurutnya, hal tersebut diberlakukan akan berdampak pada gagalnya pelaksanaan tugas utama guru yaitu mendidik.

Apalagi jika guru tidak melakukan maka tidak bisa naik pangkat dan bahkan tunjangan profesi terancam tidak diberikan. Dia menjelaskan, sesuai dengan kewajiban guru dalam undang-undang, fungsi khas guru adalah mendidik dan mengajar, bukan peneliti dan bukan juga ilmuwan.

Kalaupun guru harus melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah, kegiatan itu tidak boleh menjadi kewajiban yang menghambat nasib guru. Karena itu, dia berpendapat kegiatan publikasi ilmiah hanya sebagai pendukung peningkatan mutu profesionalitasnya. ”Jika guru mampu menyusun publikasi ilmiah maka bisa naik pangkat lebih cepat.

Tetapi jika guru tidak mampu menyusun namun mampu melaksanakan tugas pokoknya dengan baik, maka tetap berhak naik pangkat dan memperoleh hak lainnya,” terangnya. Anggota DPD ini mengemukakan saat ini banyak guru dan pengawas yang stres karena tuntutan melakukan publikasi ilmiah.

Sebagian besar karena memang sudah berumur dan harus mengejar syarat 24 jam mengajar dan sebagian lagi karena kendala biaya. Sulis mengungkapkan, jangan sampai guru akhirnya memilih tidak melaksanakan tugas pokoknya dengan baik, hanya karena tuntutan menyusun publikasi ilmiah yang sebenarnya bukan tugas pokok guru.

Perwakilan Pusat Pengembangan Program Profesi Pendidik Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Hari Amirullah mengatakan, penulisan karya ilmiah merupakan syarat wajib bagi guru dalam jabatan profesi. Hal tersebut sesuai dalam Permenpan dan RB No 16/2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

”Penulisan karya ilmiah merupakan syarat wajib dari unsur dan sub-unsur kegiatan guru yang dinilai angka kreditnya, di mana dalam penulisan karya ilmiah bagian dari kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan profesi guru pada jenis publikasi ilmiah,” tegas dia.

Plh Kepala Subdirektorat Program Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar Kemendikbud Tagor Alamsyah mengatakan, untuk mengukur kompetensi guru dihitung dengan penilaian kinerja guru (PKG), pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB), dan uji kompetensi guru (UKG). Salah satu skema yang disiapkan adalah dengan melakukan tahapan uji kompetensi. Dalam awal tahun, guru akan dinilai kompetensinya melalui UKG.

Ketika kompetensi yang dimiliki kurang, guru harus masuk PKB. Selanjutnya, ketika masuk PKB, kompetensi guru akan kembali diukur. Bagi guru yang memiliki peningkatan akan dihargai dengan kenaikan jenjang karier. Namun jika tidak maka guru harus menyisihkan sebagian tunjangan profesi guru (TPG) yang diperolehnya untuk melakukan peningkatan kompetensi.

Dengan begitu, keberadaan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran dan Kelompok Kerja Guru dapat digunakan sebagai wadah untuk meningkatkan kompetensi guru. Mengingat, salah satu kendala guru dalam mencapai angka kredit adalah karena kesulitan membuat karya ilmiah atau karya inovatif.

Dengan pengukuran seperti ini, tunjangan guru bukan lagi menjadi hak, melainkan kewajiban yang harus dilaksanakan guru. Artinya dengan TPG yang diberikan, guru harus mampu mengembangkan kompetensi diri. Jika tidak maka tunjangan tersebut akan dihentikan.

Neneng zubaidah
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0714 seconds (0.1#10.140)